Makalah Ilmiah
"Fungsi Pendidikan Islam dan Hubungannya dengan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam”
Oleh; Abdulchalid
Badarudin, S.Ag, M.PdI
NIP.
197704162009031005
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal kehidupan manusia, Allah telah
memberikan keistimewaan kepada jenis manusia dibandingkan malaikat atau makhluk
lainnya. Keistimewaan pertama pada kepemilikan ilmu, akal, kemauan, ikhtiar,
dan kemampuan membedakan antara yang baik dan buruk. Keistimewaan kedua
terletak pada asal-usulnya. Manusia diciptakan dari tanah, darah, dan daging.
Sebagai implikasinya, manusia memiliki syahwat, naluri, serta hal-hal yang
muncul dari naluri tersebut.
Sesungguhnya Allah telah memadukan dua
keistimewaan manusia tersebut dengan sifat-sifat manusia yang berlawanan. Allah
telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk memilih kebaikan atau
keburukan. Untuk mengimbangi kekurangan manusia, Allah telah menganugrahkan
manusia dengan agama dan akal sehingga manusia tidak terjerumus kegiatan yang
sesat. Oleh karena itu dalam menjalani kehidupan ini kita harus dibekali dengan
ilmu pendidikan agama.
Diskursus kurikulum sampai saat ini masih
hangat untuk diperbincangkan, sebab kurikulum mempunyai peranan yang sangat
signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa dikatakan bahwa kurikulum
memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal ini berkaitan dengan
penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam
dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Muzayyin Arifin, dalam Kapita
Selekta Pendidikan Islam (2007:98) menyatakan bahwa kurikulum menyangkut
rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daerah,
wilayah maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab
kita sebagai orang tua, sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal
ataupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan
generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum
mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Azyumardi Azra, dalam Paradigma Baru Pendidikan
Nasional (2002:123) berpendapat bahwa kurikulum sebagai rancangan pendidikan
mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran,
menentukan proses pelaksanaan dan hasil pendidikan. Mengingat pentingnya peran
kurikulum dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan peserta didik
nantinya, maka pengembangan kurikulum tidak bisa dikerjakan sembarangan harus
berorentasi kepada tujuan yang jelas sehingga akan menghasilkan hasil yang baik
dan sempurna.
Disamping itu, program pendidikan harus
dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan diorentasikan pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan akan terjadi. Oleh
karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru bersama-sama
masyarakat pemakai. Untuk bisa merancang kurikulum yang demikian, guru harus
memiliki peranan yang amat sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen
pengembangan kurikulum perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi
teori belajar.
Abdul Rachman Saleh, dalam Pendidikan
Agama dan Pembanguna Watak Bangsa (2006:67) menyakatan bahwa Pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan
dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahan
ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,
misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu
perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam.
Di tengah-tengah pesatnya inovasi
pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan kurikulum, sering kali para
guru PAI merasa kebingungan dalam menghadapinya. Apalagi inovasi pendidikan
tersebut cenderung bersifat top-down innovation dengan strategi power coersive
atau strategi pemaksaan dari atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja
diciptakan oleh atasan sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama
Islam ataupun untuk meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelaksanaan PAI
dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
dalam makalah ini akan dibahas tentang:
1. Bagaimana
kedudukan Pendidikan Agama Islam?
2. Apa
peran dari Pendidikan Agama Islam?
3. Apa
fungsi dari Pendidikan Agama Islam?
4. Apa
tujuan Pendidikan Agama Islam?
5. Bagaimana
fungsi kurikulum Pendidikan Agama Islam?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara
lain:
1. Untuk
mengetahui bagaimana kedudukan Pendidikan Agama Islam.
2. Untuk
mengetahui peran dari Pendidikan Agama Islam.
3. Untuk
mengidentifikasi fungsi dari Pendidikan Agama Islam.
4. Untuk
mengidentifikasi tujuan Pendidikan Agama Islam?
5. Untuk
mengidentifikasi fungsi kurikulum Pendidikan Agama Islam.
D.
Kegunaan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini,
penulis mempunyai sebuah harapan agar makalah ini kelak bisa berguna untuk
orang banyak, selain itu ada beberapa harapan penulis tentang kegunaan penulisan makalah yang
membahas tentang Fungsi Pendidikan Islam dan
Hubungannya dengan Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Di antaranya
sebagai berikut:
1. Untuk dunia pendidikan; semoga makalah ini dapat memperluas
pengetahuan pembaca
tentang fungsi Pendidikan
Agama Islam dan hubungannya dengan kurikulum PAI.
2. Untuk penulis; hasil penulisan makalah ini digunakan
untuk memenuhi tugas yang telah diberikan oleh dosen kepada penulis. Selain itu
penulisan makalah yang
membahas tentang
fungsi Pendidikan Agama Islam dan hubungannya dengan kurikulum
PAI, juga dijadikan penulis sebagai ajang latihan untuk membuat tulisan karya
ilmiah dan juga sekaligus untuk mengamalkan ilmu-ilmu yang selama ini Allah SWT
berikan kepada penulis dengan menuliskannya melalui sebuah karya yaitu makalah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Pendidikan Agama Islam
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, pada bab I tentang Ketentuan Umum Pasal I
ayat (1) disebutkan bahwa:
“Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.”
Berbicara tentang pengertian Pendidikan
Agama Islam, banyak pakar dalam Pendidikan Agama Islam memberikan
rumusan secara berbeda. Pengertian Pendidikan Islam secara formal dalam
kurikulum berbasis kompetensi disebutkan oleh Abdul Rachman Saleh dalam Pendidikan
Agama dan Keagamaan, Visi, Misi, dan Aksi, (1999:97) bahwa “Pendidikan Agama
Islam adalah upaya dasar terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia
dalam mengamalkan agama islam dari sumber utamanya kitab suci alquran dan
hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan
pengamalan. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam
masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa”.
Hal ini sesuai dengan rumusan Undang-Undang
nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam penjelasan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengenai agama dijelaskan bahwa
pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Prof. H. Muzayyin Arifin, M. Ed dalam
Kapita Selekta Pendidikan Islam (2007:88) memberikan penamaan bidang studi tersebut
dengan “Pendidikan Agama Islam”, bukan “Pelajaran Agama Islam”, adalah
disebabkan berbedanya tuntutan pelajaran ini dibandingkan pelajaran lainnya.
Bahkan, yang diajarkan tidak cukup hanya diketahui dan diresapi saja,
tetapi dituntut pula untuk diamalkan. Bahkan ada sebahagian bahan
tersebut yang wajib untuk dilaksanakannya, seperti shalat, puasa, zakat, dan
lain-lain.
Dengan demikian menurut penulis bahwa kedudukan
Pendidikan Agama Islam sebagai pelajaran yang diajarkan di sekolah umum adalah
segala penyampaian ilmu pengetahuan Agama Islam, tidak hanya untuk dipahami dan
dihayati, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
kemampuan siswa dalam melaksanakan wudhu, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah
lain. Begitu pula ibadah-ibadah yang sifatnya berhubungan dengan Allah (ibadah
mahdah), serta kemampuan siswa untuk beribadah yang sifatnya hubungan anatara
sesama manusia, misalnya siswa bisa melakukan zakat, sadaqah, jual beli, dan
lain-lain yang termasuk ibadah dalam arti luas (gairu mahdah). Pendidikan Islam
yang kedudukannya sebagai mata pelajaran wajib diikuti seluruh siswa yang
beragama Islam pada semua jenis dan jenjang sekolah. Hal ini sesuai
dengan UUD 1945 yang menjamin warga negara untuk beribadah menurut agamanya
masing-masing. Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama
islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan untuk mewujudkan
pribadi muslim yang beriman dan bertwakwa kepada Allah serta berakhlak mulia.
Sementara itu, dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta memiliki bekal untuk kehidupan yang lebih tinggi.
Upaya peningkatan keimanan dan ketakwaan
di sekolah umum berlandaskan pancasila, UUD 1945, dan UU no 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pancasila, pendidikan iman dan takwa
merupakan penjabaran dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam
UUD 1945, upaya ini selaras dengan apa yang terkandung dalam pembukaan Uud 1945,
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa....“. Pernyataan ini mengandung pesan
bahwa berdirinya Republik Indonesia dilandasi semangat Ketuhanan Yang Maha
Kuasa bersama dengan keinginan luhur yang mendorong bangsa Indonesia untuk
mencapai kemerdekaannya. Hal ini dipertegas lagi dalam pasal 29 ayat (1) dan
(2).
Pendidikan agama sebagai satu bidang
studi merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dengan bidang studi
lainnya, karena bidang studi secara keseluruhan berfungsi untuk mencapai tujuan
umum pendidikan nasional. Oleh karena itu, antara satu bidang studi dengan
bidang studi yang lain hendaknya saling membantu dan saling kuat
menguatkan.
B.
Peran Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam di sekolah umum
harus berperan sebagai pendukung tujuan umum pendidikan nasional. Hal itu
disebutkan dalam rumusan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun
2003 bab II pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional.
Adapun penjabaran rumusan fungsi
pendidikan nasional yang juga merupakan tujuan pendidikan agama islam, maka
pendidikan agama islam harus berperan sebagai berikut:
1.
Membentuk watak serta
peradaban bangsa dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan masyarak
Indonesia seluruhnya, maka pendidikan agama berperan sebagai berikut:
a. Dalam
aspek individu, untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa.
b. Dalam
aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara, untuk membimbing warga negara
Indonesia menjadi warga negara yang baik sekaligus umat yang taat menjalankan
ibadahnya.
2.
Menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa, maksudnya adalah manusia yang selalu tunduk dan taat
terhadap apa-apa yang diperintahkan oleh Allah swt, dan menjauhi segala
larangannya.
3.
Berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Maksudnya adalah sikap utuh dan seimbang
antara kekuatan intelektual dan kekuatan spiritual yang secara langsung
termanifestasikan dalam bentuk akhlak mulia.
4.
Menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, maksudnya adalah perwujudan dari iman dan
takwa itu dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air.
C.
Fungsi Pendidikan Agama Islam
Sejalan dengan tujuan nasioanal yang telah
ditentukan dalam ketetapan-ketetapan MPR, terutama TAP MPR/II/1998 yang
merupakan tujuan utama dari aspek pendidikan nasional itu, maka tugas dan
fungsi pendidikan agama adalah membangun fondasi bangsa Indonesia, yaitu
fondasi mental-rohaniah yang berakar tunggang pada faktor keimanan dan
ketakwaan yang berfungsi sebagai pengendali, pattern of reference spiritual dan
sebagai pengokoh jiwa bangsa melalui pribadi-pribadi yang tahan banting dalam
segala cuaca perjuangan.
Adapun fungsi pendidikan agama Islam sebagaimana
yang dikemukakan oleh Azra Azyumardi dalam Paradigma Baru Pendidikan Nasional;
Rekontruksi dan Demokratisasi (2002:76) sebagai berikut:
1.
Fungsi menanamkan ketakwaan
kepada Allah swt serta akhlak mulia.
Manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai karsa sila
pertama pancasila, tidak dapat terwujud secara tiba-tiba. Manusia yang beriman
dan bertakwa terbentuk melalui proses kehidupan dan terutama melalui proses
pendidikan, khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Proses
pendidikan itu terjadi dan berlangsung seumur hidup manusia, baik di lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2. Pesan
Al-Baqarah 151
“Sebagaimana kami telah
mengutus kepada kamu sekalian seorang rasul diantara kau yang membacakan
ayat-ayat kami kepadamu, menyucikan mu, mengajarkan al-Kitab, dan al-hikmah,
dan mengajarkan kepadamu yang belum kamu ketahui" (QS. Al-Baqarah : 151).
Dari
ayat di atas ada lima 5 fungsi pendidikan yang dibawa Nabi Muhammad,
yang dijelaskan dalam tafsir al-Manar karangan Muhammad Abduh sebagai berikut :
a.
Membacakan ayat-ayat
kami, (ayat-ayat Allah) ialah membacakan ayat-ayat dengan tidak tertulis dalam
al-Quran (al-Kauniyah), ayat-ayat tersebut tidak lain adalah alam semesta. Dan
isinya termasuk diri manusia sendiri sebagai mikro kosmos.Dengan kemampuan
membaca ayat-ayat Allah wawasan seseorang semakin luas dan mendalam, sehingga sampai
pada kesadaran diri terhadap wujud zat Yang Maha Pencipta (yaitu Allah).
b.
Menyucikan diri merupakan
efek langsung dari pembacaan ayat-ayat Allah setelah mengkaji gejala-gejalanya
serta menangkap hukum-hukumnya. Yang dimaksud dengan penyucian diri menjauhkan
diri dari syirik (menyekutukan Allah) dan memelihara akhlaq al-karimah.
Dengan sikap dan perilaku demikian fitrah kemanusiaan manusia akan terpelihara.
c.
Yang dimaksud mengajarkan
al-kitab ialah al-Quran al-karim yang secara eksplisit berisi tuntunan hidup.
Bagaimana manusia berhubungan dengan tuhan, dengan sesama manusia dan dengan
alam sekitarnya.
d.
Hikmah, menurut Abduh
adalah hadits, akan tetapi kata al-hikmah diartikan lebih luas yaitu
kebijaksanaan, maka yang dimaksud ialah kebijaksanaan hidup berdasarkan
nilai-nilai yang datang dari Allah dan rasul-Nya. Walaupun manusia sudah
memiliki kesadaran akan perlunya nilai-nilai hidup, namun tanpa pedoman yang
mutlak dari Allah, nilai-nilai tersebut akan nisbi. Oleh karena itu, menurut
Islam nilai-nilai kemanusiaan harus disadarkan pada nilai-nilai Ilahi (al-Quran
dan sunnah Rasulullah).
e.
Mengajarkan ilmu
pengetahuan, banyak ilmu pengetahuan yang belum terungkap, itulah sebabnya Nabi
Muhammad mengajarkan pada umatnya ilmu pengetahuan yang belum diketahui oleh
umat sebelumnya. Karena tugas utamanya adalah membangun akhlak al-Karimah.[4]
3. Fungsi
menumbuhkan habit-forming (pembentukan kebiasaan) dalam melakukan amal ibadat
serta akhlak yang mulia.
4. Fungsi
mendorong tumbuhnya iman yang kuat.
5. Fungsi
mendorong tumbuhnya semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah
Swt kepada manusia.
6. Fungsi
mencerdaskan Kehidupan Bangsa.
Kehidupan
bangsa yang cerdas yang dikehendaki oleh tujuan dan fungsi pendidikan nasional
adalah terwujudnya manusia Indonesia yang mempunyai IMTAK (iman dan takwa) dan
IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi). Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam
harus berperan dan berfungsi sebagai rangkaian proses untuk tercapainya
peserta didik yang mempunyai kekuatan imtak dan iptek. Perkembangan
iptek dapat dilihat melalui berbagai produk kemajuan teknologi informasi
mutakhir seperti satelit komunikasi atau internet dan terus mengglobal
yang tanpa dapat dihalangi melintasi batas-batas geografis.
7. Berdasarkan
kajian antropologi dan sosiologi menurut Abdul Rachman Saleh, dalam Pendidikan
Agama dan Pembanguna Watak Bangsa, (2006:99) adalah sebagai berikut :
a.
Mengembangkan wawasan
yang tepat dan benar mengenal jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai
kebesaran ilahi, sehingga tumbuh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan
kehidupan serta memahami hukum-hukum yang terkandung didalamnya. Dengan himbauan
ini akan menumbuhkan kreativitas sebagai implementasi identifikasi diri pada
Tuhan "pencipta".
b.
Membebaskan manusia dari
segala analisis yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik
yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
c.
Mengembalikan ilmu
pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.
8. Fungsi
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada
Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan
pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketaqwaan dilakukan oleh setiap
orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan lebih
lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar
keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan
tingkat perkembangannya.
9. Fungsi
Penanaman nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia
dan di akhirat.
10. Fungsi
Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya
sesuai dengan ajaran agama Islam.
11. Fungsi
Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan
dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman
ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
12. Fungsi
Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari
budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya
menuju manusia seutuhnya.
13. Fungsi
Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan
nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
14. Fungsi
Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di
bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga
dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
15. Menjabarkan
Fungsi Pendidikan Agama Islam Dalam Sekolah
Ada beberapa pendekatan yang dapat
digunakan untuk mengaplikasikan fungsi Pendidikan Agama Islam dalam bentuk praksis.
Muzayyin Arifin dalam Kapita Selekta Pendidikan Islam (2007:86) berpendapat
bahwa fungsi pendidikan Agama Islam di sekolah dapat diupayakan dalam beberapa
model berikut:
1. Pendekatan
nilai universal (makro) yaitu suatu program yang dijabarkan dalam kurikulum.
2. Pendekatan
meso, artinya pendekatan program pendidikan yang memiliki kurikulum, sehingga
dapat memberikan informasi dan kompetisi pada anak.
3. Pendekatan
ekso, artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan kemampuan kebijakan
pada anak untuk membudidayakan nilai agama Islam.
4. Pendekatan
makro,artinya pendekatan program pendidikan yang memberikan kemampuan kecukupan
keterampilan seseorang sebagai profesional yang mampu mengemukakan ilmu teori,
informasi, yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.
D.
Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebelum
penulis mengemukakan tujuan Pendidikan Agama tersebut terlebih dahulu akan
mengemukakan tujuan pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan merupakan faktor
yang sangat penting, karena merupakan arah yang hendak dituju oleh pendidikan
itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam, yang tercakup mata
pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan
dari pendidikan agama.
Tujuan
pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi, pengetahuan,
kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik setelah selesai suatu
pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi mengarahkan, mengontrol dan
memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab tujuan pendidikan itu adalah identik
dengan tujuan hidup manusia.
Dari
uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan tujuan
Pendidikan Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan peneliti membagi
tujuan Pendidikan Agama itu menjadi dua bagian dengan uraian sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Tujuan
umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh
al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang
tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003.
Dari
tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas untuk
membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang beriman teguh
sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh penanaman pengetahuan
agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang mulia sebagai sasaran akhir
dari Pendidikan Agama itu.
Menurut
Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya
manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan
tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir ayat 27. Jalal menyatakan
bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia. Jadi menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri
kepada Allah atau dengan kata lain beribadah kepada Allah.
Islam
menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut
Allah adalah beribadah kepada Allah, ini diketahui dari surat al-Dzariyat ayat
56.
2) Tujuan Khusus
Tujuan
khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang dilaluinya, sehingga
setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang sekolah mempunyai tujuan
yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan Agama di sekolah dasar berbeda
dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan berbeda pula dengan tujuan
Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
Tujuan
khusus pendidikan seperti di SLTP adalah untuk meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan tata cara membaca
al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara menerapkan hukum bacaan mad dan
wakaf. Membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan
diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta
memahami dan meneladani tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun
shalat sunat (Riyanto, 2006 : 160).
Sedangkan
tujuan lain untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk agama yang aktif
dan menjadi masyarakat atau warga negara yang baik dimana keduanya itu terpadu
untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan merupakan suatu hakekat, sehingga
setiap pemeluk agama yang aktif secara otomatis akan menjadi warga negara yang baik,
terciptalah warga negara yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
E.
Kurikulum Pendidikan Islam
Secara
etimologis,
kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan
curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia
olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu
jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Istilah ini muncul pertama kali dalam kamus Webster tahun 1856. Barulah pada
tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran di suatu perguruan. Dalam kamus tersebut kurikulum
diartikan 2 macam, yaitu:
1) Sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari siswa di sekolah atau
perguruan tinggi untuk memperoleh ijazah tertentu.
2) Sejumlah
mata pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga pendidikan atau jurusan.
Dalam
bahasa Arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan
yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Dalam
Qamus Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan
oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Secara
terminology
para ahli telah banyak mendefinisikan kurikulum diantaranya.
1) Crow
mendefiniskan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran atau sejumlah mata
pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program
untuk memperoleh ijazah.
2) M.
Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan
dalam proses kependidikan dalam suatu sistem insitusional pendidikan.
3) Zakiah
Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu progam yang direncanakan dalam
bidang pendidikan dan dilaksanakn untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan
tertentu.
4) Dr.
Abdamardasyi Sarhan dan Dr. Munir Kamil yang distir oleh AL-Syaibani, bahwa
kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga,
dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya dalam dan di luar
sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyeluruh dalam segala segi
dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan.
Bahkan
Alice Miel mengatakan bahwa kurikulum meliputi keadaan gedung, suasana sekolah,
keinginan, pengetahuan, kecakapan dan sikap-sikap orang yang melayani dan
dilayani di sekolah (termasuk di dalamnya seluruh pegawai sekolah) dalam hal
ini semua pihak yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk ke
dalam kurikulum.
Adanya
pandangan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah disebabkan
oleh adanya pandangan tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum memang hanya
rencana pelajaran.
Menurut
pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang
studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang
aktual, yang nyata, yaitu yang aktual terjadi di sekolah dalam proses belajar.
Atas dasar ini maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar.
Kerangka Dasar Kurikulum
Pendidikan Islam
Kurikulum
yang baik dan relevan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan islam adalah yang
bersifat intergrated dan komperensif serta menjadikan al-Qur’an dan Hadits
sebagai sumber utama dalam penyusunan.
Kerangka
dasar tersebut adalah, (1) Tauhid, dan (2) Perintah membaca.
1. Tauhid
Tauhid
sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan semenjak masih bayi
dimulai dengan mendengarkan kalimat-kalimat tauhid seperti azan atau iqamah
terhadap anak yang baru dilahirkan.
2.
Perintah Membaca
Kerangka
dasar selanjutnya adalah perintah “membaca” ayat-ayat Allah yang meliputi tiga
macam ayat yaitu:
a.
Ayat Allah yang berdasarkan wahyu,
b.
Ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan
c.
Ayat Allah terdapat di alam semesta di luar manusia.
Dasar Kurikulum
Pendidikan Pendidikan Islam
Herman
H. Home memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
a. Dasar
Psiokogis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui yang diperoleh dari
pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children).
b. Dasar
Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari masyarakat
(the legitimate demands of society).
c. Dasar
Filosofit, yang digunakan untuk mengetahui keadaan semesta/ tempat kita hidup
(the kind of universe in which we live)
Oleh
karena itu yang menjadi dasar dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam
adalah :
1.
Dasar Agama
Dalam
arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan, harus meletakan
dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama islam dengan segala
aspeknya.
2. Dasar
Falsafah
Dasar
ini merupakan pedoman bagi tujuan pendidikan islam secara filosofit.
3. Dasar
Psikologis
Dasar
ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri
perkembangan psikis peserta didik.
4.
Dasar Sosial
Dasar
ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada
dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat isalam dan kebudayaanya.
5. Dasar
Organisatoris
Dasar
ini memberikan landasan dalam penyusunan bahan pembelajaran beserta
penyajiannya dalam proses pembelajaran beserta penyajiannya dalam proses
pembelajaran.
Prinsip-Prinsip Kurikulum
Pendidikan Islam
Menurut
Al-Taumi prinsip-prinsip dasar yang harus dijadikan pegangan pada waktu
menyusun kurikulum ada 7 macam, yaitu:
1. Prinsip Pertama, pertautan yang
sempurna dengan agama termasuk ajaran dan nilainya.
2. Prinsip Kedua, prinsip menyeluruh
(universal) pada tujuan dan kandungan kurikulum.
3. Prinsip Ketiga, keseimbangan yang
relative antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4. Prinsip Keempat, berkaitan dengan
bakat, minat kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu juga dengan alam sekitar
fisik dan social di mana pelajar itu hidup dan berinsteraksi untuk memperoleh
pengetahuan, kemahiran pengalaman dan sikapnya.
5. Prinsip Kelima, pemeliharaaan
perbedaan individual di antara pelajar dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan
dan masalahnya, dan juga memelihara perbedaan dan kelainan di antara alam
sekitar dan masyarakat.
6. Prinsip Keenam, prinsip
perkembangan dan perubahan Islam yang menjadi sumber pengambilan falsafah,
prinsip, dasar kurikulum, metode mengajar pendidikan Islam mencela keras sifat
meniru (taklid) secara membabi buta dan membeku pada yang kuno yang diwarisi
dan mengikuti tanpa selidik.
7. Prinsip Ketujuh, prinsip peraturan
antara mata pelajaran, pengalaman dan kativita yang terkandung dalam kurikulum.
Selanjutnya
menurut Prof. H. M. Arifin, MEd., bahwa prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
pada waktu menyusun kurikulum mencakup 4 macam, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan yang
sejalan dengan identitas Islam.
2. Berfungsi sebagai alat yang
efektif mencapai tujuan tersebut.
3. Kurikulum yang bercirikan
Islam.
4. Antara kurikulum, metode dan
tujuan pendidikan Islam harus saling berkaitan dan saling menjiwai dalam proses
mencapai produk yang bercita-citakan menurut ajaran Islam.
Sedangkan
menurut Dr. Asma Hasan Fahmi menyatakan bahwa prinsip-prinsip yang dijadikan
pegangan dalam menentukan kurikulum ada 6 macam, yaitu:
a. Nilai
materi atau mata pelajaran, karena pengaruhnya dalam mencapai kesempurnaan jiwa
dengan cara mengenal Tuhan Yang Maha Esa.
b. Nilai
mata pelajaran karena mengandung nasihat untuk mengikuti jalan hidup yang baik
dan utama.
c. Nilai
mata pelajaran, karena pengaruhnya yang berupa latihan, atau nilainya dalam
memperoleh kebiasaan yang tertentu dari akal yang dapat berpindah ke
lapangan-lapangan yang lain bukan lapangan mata pelajaran yang melatih akal itu
pada kali pertama.
d. Nilai
mata pelajaran, yang berfungsi pembudayaan dan kesenangan otak (intellect).
e. Nilai
pelajaran, karena diperlukan untuk mempersiapkan seseorang guna memperoleh
pekerjaan atau penghidupan.
f. Nilai
mata pelajaran, karena ia merupakan alat atau media untuk mempelajari ilmu yang
lebih berguna.
Identik
dengan pendapat tersebut di atas yaitu sebagaimana dikemukakan oleh M. Athiyah
Al-Abrasyi yang mengatakan:
a. Pengaruh
mata pelajaran dalam pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa.
b. Pengaruh
suatu pelajaran dalam bidang petunjuk dan tuntunan.
c. Mata
pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut
mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi.
d. Orang
muslim mempelajari ilmu pengetahuan karena ilmu iu dianggap yang terlezat bagi
manusia.
e. Pendidikan
kejuruan, teknik dan industrialisasi buat mencari penghidupan.
f. Mempelajari
beberapa mata pelajaran adalah alat dan pembuka jalan untuk mempelajari
ilmu-ilmu lain.
Kurikulum
pendidikan Islam merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam proses
pendidikan Islam. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang
mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan (input instrumental) pendidikan
Islam.
Imam
Al-Ghazali menyatakan ilmu-ilmu pengetahuan yang harus dijadikan bahan
kurikulum lembaga pendidikan yaitu:
a. Ilmu-ilmu
yang fardu’ain yang wajib dipelajari oleh semua orang Islam meliputi ilmu-ilmu
agama yakni ilmu yang bersumber dari dalam kitab suci Al Qur’an.
b. Ilmu-ilmu
yang merupakan fardu kifayah, terdiri dari ilmu-ilmu yang dapat dimanfaatkan
untuk memudahkan urusan hidup duniawi, seperti ilmu hitung, ilmu kedokteran,
ilmu pertanian dan industri.
Dari
kedua kategori ilmu-ilmu tersebut, Al-Ghazali merinci lagi menjadi 4, yaitu:
a. Ilmu-ilmu
Al Qur’an dan ilmu agama seperti Fiqih, Hadis dan Tafsir.
b. Ilmu
bahasa, seperti nahwu saraf, makhraj, dan lafal-lafalnya yang membantu ilmu
agama.
c. Ilmu-ilmu
yang fardu kifayah, terdiri dari berbagai ilmu yang memudahkan urusan kehidupan
duniawi.
d. Ilmu
kebudayaan, seperti syair, sejarah, dan beberapa cabang filsafat.
Ibnu
Sina memberikan klasifikasi ilmu pengetahuan untuk diajarkan kepada anak didik
ada 2 macam, yaitu:
a. Ilmu
Nadari atau ilmu teoretis adalah ilmu yang mengandung iktibar tentang maujud
dari alam dan isinya yang dianalisis secara jujur dan jelas, akan diketahui
Maha Penciptanya. Yang termasuk dalam jenis ilmu ini adalah ilmu matematika,
ilmu alam.
b. Ilmu
–ilmu ‘Amali (praktis) yang terdiri dari beberapa ilmu pengetahuan yang
prinsip-prinsipnya berdasarkan atas sasaran-sasaran analisisnya. Misalnya ilmu
yang menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari aspek individual maka
timbullah ilmu akhlak. Jika menganalisis tentang perilaku manusia dilihat dari
aspek social, maka timbul ilmu politik (ilmu siasah).
Ciri-Ciri Kurikulum
Pendidikan Islam
1. Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, sistem
pendidikan Islam menuntut pengkajian kurikulum yang Islami, tercermin dari sifat
dan karakteristiknya. Kurikulum seperti itu hanya mungkin, apabila bertopang
yang mengacu pada dasar pemikiran yang Islami pula, serta bertolak dari
pandangan hidup serta pandangan tentang manusia serta diarahkan kepada tujuan
pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islami.
Agar
kriteria Kurikulum Pendidikan Islam tersebut dapat terpenuhi maka dalam
penyusunannya supaya selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. Sistem
dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah insani.
b. Kurikulum
hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam.
c. Pentahapan
serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodisasi peserta didik
maupun unisitas (ke-khas-an)nya.
d. Dalam
berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, hendaknya kurikulum
memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang
pada jiwa dan cita-cita ideal Islamnya.
e. Secara
keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak
bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan.
f. Hendaknya
kurikulum itu realistik.
g. Hendaknya
metode pendidikan/pengajaran dalam kurikulum itu bersifat luwes.
h. Hendaknya
kurikulum itu efektif.
i. Kurikulum
itu hendaknya memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan.
j. Hendaknya
kurikulum itu memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami.
2. Menurut
Al Syaibani
Kurikulum
pendidikan Islam seharusnya mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
a. Kurikulum
pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan akhlak.
b. Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeruluh aspek pribadi
siswa, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani.
c. Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat,
dunia dan akhirat;jasmani, akal dan rohani manusia.
d. Kurikulum
pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus.
e. Kurikulum
pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kebudayaan.
Orientasi
Kurikulum Pendidikan Islam
Pada dasarnya, orientasi kurikulum
pendidikan pada umumnya dapat dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada
pelestarian nilai-nilai, orientasi pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga
kerja, orientasi pada peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.
Orientasi Pelestarian Nilai
Dalam
pandangan Islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai yang turun dari
Allah SWT, yang disebut nilai ilahiyah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang
dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniyah. Kedua nilai
tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang
dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum
selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk
tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut.
2.
Orientasi pada Kebutuhan Sosial
Masyarakat
yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai peradaban dan
kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan dan perkembangan
yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada titik kulminasi. Hal
ini Karena kehidupan adalah berkembang, tanpa perkembangan berarti tidak ada
kehidupan.
Orientasi
kurikulum adalah bagaimana memberikan kontribusi positif dalam perkembangan
sosial dan kebutuhannya, sehingga output di lembaga pendidikan mampu menjawab
dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.
3.
Orientasi pada Tenaga Kerja
Manusia
sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme jasmani yang membutuhkan
kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan minum, bertempat tinggal yang layak,
dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus terpenuhi
secara layak, dan salah satu di antara persiapan untuk mendapatkan pemenuhan
kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan, pengalaman
dan pengetahuan seseorang bertambah dan dapat menentukan kualitas dan kuantitas
kerja seseorang. Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan,
dan jumlah perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan lapangan
kerja.
Sebagai
konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kerja.
Hal ini ditujukan setelah keluar dari lembaga sekolah, peserta didik mempunyai
kemampuan dan keterampilan yang profesional, berproduktif dan kreatif, mampu
mendayagunakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber daya situasi yang
mempengaruhinya.
4.
Orientasi pada Peserta Didik
Orientasi
ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan peserta didik
yang disesuaikan dengan bakat, minat, dan potensi yang dimilikinya, serta
kebutuhan peserta didik.
Orientasi
ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta didiknya, yaitu :
a. Dimensi
kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk menjaga integritas antara
sikap, tingkah laku, etiket, dan moralitas.
b. Dimensi
produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak didik dalam jumlah yang
lebih banyak, kualitas yang lebih baik setelah ia menamatkan pendidikannya.
c. Dimensi
kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berpikir dan berbuat,
menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat.
5.
Orientasi pada Masa Depan Pekembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Kemajuan
suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
produk-produk yang dihasilkannya. Hampir semua kehidupan dewasa ini tidak lepas
dari keterlibatan IPTEK, mulai dari kehidupan yang paling sederhana sampai
kehidupan dan peradaban yang paling tinggi. Dengan IPTEK, masalah yang rumit
menjadi lebih mudah, masalah yang tidak berguna menjadi lebih berguna, masalah
yang using dan kemudian dibumbui dengan produk IPTEK menjadi lebih menarik.
BAB III
P
E N U T U P
A.
Kesimpulan
1. Kedudukan
pendidikan agama Islam sebagai mata pelajaran yang diajarkan di sekolah umum
adalah segala upaya penyampaian ilmu pengetahuan Agama Islam tidak hanya untuk
dipahami dan dihayati, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan Agama Islam merupakan upaya sadar terencana dalam menyiapkan peserta
didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan
berakhlak mulia dalam mengamalkan agama islam dari sumber utamanya kitab suci
alquran dan hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta
penggunaan pengamalan. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain
dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan bangsa.
2. Pendidikan
Agama Islam berperan sebagai pendukung tujuan umum pendidikan nasional,
membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka membangun manusia seutuhnya
dan masyarak Indonesia seluruhnya, membentuk manusia yang beriman dan bertakwa,
membimbing warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik sekaligus umat
yang taat menjalankan ibadahnya, menjadi manusia yang beriman dan bertakwa,
maksudnya adalah manusia yang selalu tunduk dan taat terhadap apa-apa yang
diperintahkan oleh Allah swt, dan menjauhi segala larangannya, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Maksudnya adalah sikap utuh dan
seimbang antara kekuatan intelektual dan kekuatan spiritual yang secara
langsung termanifestasikan dalam bentuk akhlak mulia, menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab, maksudnya adalah perwujudan dari iman dan
takwa itu dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air.
3. Pendidikan
Agama Islam berfungsi membangun fondasi kehidupan pribadi Bangsa Indonesia
yaitu fondasi mental rohaniah, menanamkan ketakwaan kepada Allah swt serta
akhlak mulia, menumbuhkan habit-forming (pembentukan kebiasaan) dalam melakukan
amal ibadat serta akhlak yang mulia, mendorong tumbuhnya iman yang kuat,
mendorong tumbuhnya semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah
Swt kepada manusia, mencerdaskan Kehidupan Bangsa, pengembangan, yaitu
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT, penanaman
nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat, Penyesuaian mental, perbaikan, pencegahan, pengajaran tentang ilmu
pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan
fungsionalnya, penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara
optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
4.
Tujuan Pendidikan Agama
Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang disebutkan oleh Al-Qur'an dan hadits sedangkan
fungsi pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang tercantum dalam
Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003. Selain itu Pendidikan Agama bertujuan
yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang
pendidikan yang dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap
jenjang sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan
Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP, SMA dan
berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
5.
Fungsi kurikulum
Pendidikan Agama Islam adalah;
a) Kurikulum
sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari
oleh peserta didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
b) Kurikulum
sebagai konten, yaitu data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya
belajar.
c) Kurikulum
sebagai kegiatan berencana, yaitu kegiatan yang direncanakn tentang hal-hal
yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan
hasil yang baik,
d) Kurikulum
sebagai hasil belajar, yaitu seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh
suatu hasil tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk
memperoleh hasil-hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan.
e) Kurikulum
sebagai reproduksi kultural, yaitu transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan
masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat
tersebut.
f) Kurikulum
sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang
direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
g) Kurikulum
sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai
hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.
B.
Saran
Berdasarkan
pembahasan makalah ini, maka penulis sarankan sebagai wujud implikasi dari
makalah ini. Kepada rekan-rekan kiranya lebih memperdalam ilmunya, salah
satunya dengan mempelajari dan memahami ilmu Pendidkan Agama Islam. Demikianlah
sekelumit pembahasan mengenai kedudukan, peran, dan fungsi Pendidikan
Agama Islam dan hubungannya dengan kurikulum Pendidikan Agama Islam, memang
masih banyak yang bisa diperjelas dan diperlebar, namun saat ini untuk lebih
fokus pada pembahasan, penulis lebih terfokus pada masalah kedudukan, peran, fungsi
dan hubungannya dengan kurikulum PAI. Pada kesempatan yang lain, kami akan
membahas wacana-wacana yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rachman Saleh. 2006. Pendidikan Agama dan Pembanguna Watak Bangsa, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hal. 45.
Arifin, Muzayyin. 2007. Kapita Selekta
Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Azra,
Azyumardi. 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta. PT Kompas Media
Nusantara.
Depdikbud.
1998. Bahan Dasar Peningkatan Wawasan Keagamaan (islam). Jakarta. Depdikbud.
Depdiknas.
2003. Standar Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah.
Jakarta: Depdiknas.
Saleh,
Abdul Rachman. 2006. Pendidikan Agama dan Pembanguna Watak Bangsa.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
………………………..
1999. Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT
Maries.
Depdiknas,
Kurikulum 2004 Standar Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Atas dan
Madrasah Aliyah, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2003).
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1998. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah , Bagian Proyek Peningkatan Wawasan Kependidikan Guru Agama ,
Bahan Dasar Peningkatan Keagamaan (Islam) Guru Bukan Pendidikan Agama dan SLTA,
(Jakarta: Depdikbud) h. 92.
Prof.
H. Muzayyin Arifin, M. Ed.2007. Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta, PT
Bumi Aksara) hal. 141.