ABSTRAK
Abdulchalid Badarudin,S.Ag,M.PdI
Permasalahan dalam penelitian ini adalah penggunaan metode pembelajaran oleh guru PAI yang masih bersifat konvensional sehingga peserta didik tidak tertarik untuk memprhatikan materi pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI materi beriman kepada Allah SWT melalui metode problem solving pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang Tahun Pelajaran 2019/2020. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Teknik pengambilan data dilakukan menggunakan tiga cara yaitu teknik observasi, teknik tes dan teknik dokumentasi. Indikator kinerja dalam pelaksanaan penelitian ini peserta didik mendapat nilai PAI materi beriman kepada Allah SWT di atas Ketuntasan Belajar Minimum (KBM) 80%. Prosedur Tindakan yang dilakukan dalam Penelitian ini meliputi kegiatan siklus I dan siklus II yang di dalamnya meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Sedangkan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisis deskritif untuk menggambarkan keadaan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran PAI dengan menggunakan metode Problem Solving. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving dapat meningkatkan prestasi belajar materi beriman kepada Allah SWT pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang Tahun Pelajaran 2019/2020. Hal ini ditinjukkan pada kondisi awal peserta didik yang mendapat nilai sama atau di atas KBM 75 yang tuntas ada 7 orang (33,33%) dan yang belum tuntas 14 orang (66,67%), siklus I yang mencapai ketuntasan belajar 12 orang (57,14%) dan yang belum tuntas 9 orang (42,86%), sedangkan pada siklus II yang mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 21 orang (100%), pada siklus II ini semua peserta didik mampu mencapai nilai sama dengan KBM atau di atas KBM. Nilai rata-rata pra siklus = 56,67, nilai rata-rata siklus I = 72,62, nilai rata-rata siklus II = 83,57.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar PAI materi beriman kepada Allah SWT menggunakan metode problem solving pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang Tahun Pelajaran 2019/2020 meningkat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan sebagai berikut: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didiksecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan selalu memperhatikan perkembangan pribadi anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didikagar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan solusi yang strategis yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan agama di sekolah.
Selain merupakan strategi yang efektif, Pendidikan Agama Islam juga dibutuhkan di madrasah untuk meningkatkan kualitas karakter peserta didik. Di mana Pendidikan Agama Islam di sekolah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didikterhadap ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Depag RI, 2004).
Keberhasilan pembelajaran mata pelajaran agama Islam ini akan tercapai apabila seorang guru mampu menguasai dan mengorganisir metode pembelajaran dengan baik. Sedangkan fakor penyebab kegagalan dalam pembelajaran yaitu ketika guru tidak dapat atau tidak mampu mencipatakan suasana belajar yang kondusif serta interaktif, di mana suasana kondusif ini membuat peserta didiknyaman untuk belajar serta suasana interaktif yang diciptakan mampu membuat peserta didikbergairah untuk belajar, memiliki kreativitas dan juga tanggung jawab untuk dapat belajar secara mandiri. Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasarat bagi peserta didikuntuk dapat belajar dengan baik ialah jika peserta didikitu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai oleh peserta didik. Guru yang profesional tentu akan mengusahakan metode pembelajaran interaktif yang dapat merangsang kemampuan belajar peserta didiksehingga mampu memunculkan kreativitas belajarnya agar tujuan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dapat tercapai hasil yang maksimal (Trianto, 2009:83).
Guru dituntut atau bisa diharapkan menjadi seseorang yang melakukan fasilitasi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kecakapan peserta didik. Peran guru sebagai sumber pengetahuan diminimalisir dengan menempatkan guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan sehingga peserta didikdiberikan kesempatan untuk mengeksplorasi pengetahuannya. Seperti yang terjadi di SMP Negeri 4 Kupang, meskipun banyak cara yang digunakan namun prestasi belajar peserta didiktetap di bawah Kriteria Ketercapaian Belajar Minimum (KBM). Mungkin saja metode, model atau strategi guru yang kurang efektif. Ini yang membuat peserta didiktidak tertarik untuk memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru, dan juga peserta didikmudah bosan dalam proses pembelajaraan. Seperti yang di ketahui, bahwa prestasi belajar peserta didikdi SMP Negeri 4 Kupang sini masih rendah, jika dilihat dari hasil perolehan nilai pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam masih banyak peserta didikyang mendapatkan nilai di bawah KBM sebanyak 60%. Sehingga diperlukan adanya sebuah metode pembelajaran yang efektif yaitu metode untuk bisa meningkatkan prestasi belajar peserta didikdi SMP Negeri 4 Kupang. Oleh karena itu, guru agama harus bisa lebih inovaif dalam menerapkan metode pembelajaran yang tepat, karena penerapan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai mempunyai peranan yang besar terhadap daya tangkap peserta didikdan pastinya sangat berperan dalam upaya peningkatan prestasi belajar peserta didikdi SMP Negeri 4 Kupang. (Observasi, Selasa 05 Maret 2019).
Sehubungan dengan hal di atas ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan dengan upaya mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif, dan konstruktif, yaitu: a) situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan kegiatan belajar secara bebas; b) peran guru sebagai pengarah dalam belajar; c) guru berperan sebagai penyedia fasilitas; d) guru berperan sebagai pendorong; dan e) guru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak. (Ahmad Susanto, 2013:86)
Selain itu, guru juga harus bisa memberikan sebuah metode pembelajaran yang menarik sehingga dapat mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif dan konstruktif. Penggunaaan metode pembelajaran yang efektif akan membuat peserta didiklebih antusias dalam menerima materi pembelajaran. Dari apa yang diamati oleh peneliti, prestasi belajar peserta didikdi SMP Negeri 4 Kupang, masih belum bisa dikatakan memuaskan. Indikasi keberhasilan prestasi belajar dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Dari ketiga aspek tersebut terlihat bahwa peserta didik, khususnya di kelas VII, kurang bisa menguasai materi yang telah diberikan. Oleh karena itu diperlukan sebuah metode yang dapat membangkitkan minat dan antusiasme peserta didikterhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode problem solving yang dinilai efektif. Metode ini menitik beratkan pada kesiapan peserta didikuntuk dapat memecahkan setiap masalah yang dihadapi dalam proses belajar mengajar dengan cara penalaran. Hal ini akan merangsang peserta didikuntuk berfikir dan mengeluarkan ide gagasannya. Pada metode ini materi pelajaran tidak terbatas pada buku saja tetapi juga bersumber dari peristiwaperistiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Indikator efektivitas dari penggunaan metode problem solving itu sendiri dapat ditunjukkan melalui keadaan kelas yang hidup dan tidak pasif, dalam artian bukan hanya guru saja yang komunikatif namun peserta didikjuga harus aktif dalam proses pembelajaran. Keadaan kelas yang hidup ini disebabkan peserta didikpada pembelajaran menggunakan metode problem solving ini mempunyai rasa ingin tahu yang besar, memiliki minat yang luas, pemikiran yang jauh lebih maju serta interaktif. Dalam hal ini peserta didikyang interaktif biasanya lebih mandiri serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi yang membuat mereka berani untuk mengambil resiko. Artinya, dalam melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, dianggap penting dan disukai, mereka akan tetap konsisten karena dorongan yang besar dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitas untuk mempertahankan atau memperoleh apa yang mereka inginkan.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas kami ingin megetahui apakah penerapan metode pembelajaran Problem Solving dapat meningkatkan prestasi belajar mata pelajaran PAI materi beriman kepada Allah SWT pada peserta didikkelas VII SMP Negeri 4 Kupang tahun pelajaran 2019/2020.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT menggunakan metode problem solving pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang tahun pelajaran 2019/2020?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipeningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT menggunakan metode problem solving pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang tahun pelajaran 2019/2020.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian kuantitatif korelasional ini sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a) Sebagai bahan masukan bagi pendidik, konselor Islam, keluarga, dan pemerintah untuk dijadikan bahan analisis lebih lanjut dalam rangka memberdayakan peningkatan mutu pembelajaran dengan menggunakan metode problem solving.
b) Mampu menambah khasanah keilmuan tentang peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dengan menggunakan metode problem solving, khususnya strategi dan peranan sekolah dalam mengembangkan kualitas pendidikan.
2. Secara Praktis
a) Bagi penulis, untuk mengetahui hambatan-hambatan atau kekurangan-kekurangan pada penerapan metode problem solving pada proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berhubungan dengan peserta didik, sekolah, orangtua peserta didik, sehingga dapat ikut berperan dalam usaha meningkatkan nilai hasil peserta didik.
b) Bagi peserta didik, agar menyadari pentingnya penggunaan metode problem solving sebagai media yang membantu dalam memahami materi pelajaran serta dapat lebih termotivasi memfokuskan dirinya untuk meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam, dan berhasil mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
c) Bagi Kepala Sekolah, merupakan bahan laporan atau sebagai pedoman dalam mengambil kebijakan tentang peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam peserta didik dengan menggunakan metode problem solving pada peserta didikkelas VII SMP Negeri 4 Kupang.
BAB II
LANDASAN TEORI
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni "prestasi" dan "belajar". Antara kata "prestasi" dan "belajar" mempunyai arti yang berbeda. Oleh karena itu, sebelum pengertian "prestasi belajar” dibicarakan ada baiknya pembahasan ini diarahkan pada masalah pertama untuk mendapatkan pemahaman lebih jauh mengenai makna kata ”prestasi” dan "belajar". Hal ini juga untuk memudahkan memahami lebih mendalam tentang pengertian "prestasi belajar” itu sendiri. "Prestasi" adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan. Dalam kenyataan, untuk mendapatkan prestasi tidak semudah yang dibayangkan, tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi untuk mencapainya. Hanya dengan keuletan dan optimise dirilah yang dapat membantu untuk mencapainya.
Oleh karena itu wajarlah pencapaian prestasi itu harus dengan jalan keuletan kerja. Dari beberapa pengertian prestasi yang dikemukakan para ahli di atas, jelas terlihat perbedaan pada katakata tertentu sebagai penekanan, namun intinya sama, yakni hasil yang dicapai dari suatu kegiatan. Untuk itu dapat difahami, bahwa prestasi
adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. (Saiful Bahri Djamarah, 1994:20:21).
Untuk memahami tentang pengertian belajar di sini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi tentang belajar: (1) Cronbach, Harold Spears dan Geoch dalam Sardiman A.M (2005:20) meyatakan: “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience ”. (Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman); (2) Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to initiate, to try something themselves, to listen, to follow direction”. (Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan, mengikuti petunjuk/arahan); (3) Geoch, mengatakan: “Learning is a change in performance as a result of practice ”. (Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek). Seperti yang dikutip oleh Udin S. Winataputra (1995:2) dikemukakan bahwa learning (belajar) mengandung pengertian proses.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik kalau si subyek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu sebenarnya merupakan rangsanganrangsangan individu yang dikirim kepadanya oleh lingkungan.
Dengan demikian terjadinya kegiatan belajar yang dilakukan oleh seorang idnividu dapat dijelaskan dengan rumus antara individu dan lingkungan. Setalah kita menelaah mengenai pengertian prestasi dan juga belajar, selanjutnya yaitu mengenai pengertian prestasi belajar sebagai berikut: Prestasi belajar menurut Sudjana (1995:23) adalah kemampuan yang dimiliki peserta didiksetelah peserta didikmengalami pengalaman belajar. Jadi prestasi belajar merupakan suatu hasil yang di capai oleh seseorang di dalam satu bidang tertentu dengan jalan bersungguhsungguh melalui suatu proses belajar, sehingga seseorang atau anak tersebut mengalami perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan pengalaman dan lingkunganya. Prestasi tersebut tidak didapatkan begitu saja, tapi harus dengan usaha yang di lakukan dengan sungguh-sungguh.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar dapat diukur dengan nilai, di mana nilai yang dicapai harus dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal. Prestasi belajar dalam skripsi ini dimaksudkan pada penguasaan pengetahuan pada suatu mata pelajaran yang ditunjukkan dengan nilai. Kriteria penuntasan minimal dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah 75.
B. Bentuk-bentuk Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam
Pembahasan bentuk-bentuk prestasi belajar dalam PTK ini meliputi prestasi belajar bidang kognitif (cognitivedomain), prestasi belajar bidng afektif (affective domain), dan prestasi belajar bidang (psychomotor domain) (Nur Uhbiyati, 2001: 223-224). Secara garis besar pembahasan prestasi belajar sebagai berikut:
1. Prestasi Belajar Bidang Kognitif ( Cognitive Domain)
a) Hasil belajar Pengetahuan Hafalan (Knowledge). Cakupan dalam pengetahuan hafalan termasuk pengetahuan yang sifatnya faktual, di samping pengetahuan mengenai hal-hal yang perlu diingat kembali seperti batasan, peristilahan, kode-kode tertentu, pasal hukum, ayat-ayat Al-Quran atau Hadits, rumus, rukun shalat, niat, dan lain-lain.
b) Prestasi Belajar Pemahaman (Comprehension). Pemahaman memerlukan kemampuan dari peserta didikuntuk menangkap makna atau arti sebuah konsep atau belajar yang segala sesuatunya dipelajari dari makna. Makna atau arti tergantung pada kata yang menjadi simbul dari pengalaman yang pertama. Simbul-simbul yang mempunyai arti umum berguna bagi belajar, karena memberi simbol dan ekspresi hubungan dalam pengalaman dan menjadi jalan keluarnya ide ( Mustaqim dan Abdul Wahib, 1991:87).
Ada tiga macam bentuk pemahaman peserta didikyang berlaku secara umum yaitu : Pemahaman terjemahan, yakni kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalam materi.
a) Pemahaman penafsiran, misalnya memahami grafik, simbul, menggabungkan dua konsep yang berbeda yakni membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
b) Pemahaman ekstrapolasi, yakni kesanggupan peserta didikuntuk melihat dibalik yang tertulis/implisit, meramalkan sesuatu atau memperluas wawasan.
c) Prestasi Belajar Penerapan, Prestasi belajar penerapan belajar analisis yaitu kesanggupan menerapkan dan mengabtraksi suatu konsep, ide, rumus hukum, dan situasi yang baru.
d) Prestasi Belajar Analisis, Hasil belajar analisis yaitu kesanggupan memecahkan atau menguraikan suatu intregritas (kesatuan yang utuh) menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang mempunyai arti serta mempunyai tingkatan atau hirarki.
e) Prestasi Belajar Sintesis. Hasil belajar sintesis yaitu kemampuan atau kesanggupan
f) peserta didikmenyatakan unsur atau bagian menjadi satu integritas (lawan dari analisis).
g) Prestasi Belajar Evaluasi. Prestasi belajar evaluasi yaitu kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judment yang dimilikinya dan kriteria yang dipakainya.
2. Prestasi Belajar Bidang Afektif (Affective Domain)
Prestasi belajar afektif berhubungan dengan sikap dan nilai. Prestasi belajar bidang afektif pada Pendidikan. Pendidikan Agama Islam antara lain berupa kesadaran beragama yang mantap (Muhibbin Syah, 1999 : 52). Tingkatan prestasi belajar bidang afektif sebagai berikut: (1) Reciving/attending, (2) yakni kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada peserta didikbaik dalam bentuk masalah situasi atau gejala, (3) Responding atau jawaban, yakni reaksi dari perasaan kepuasan dalam menjawab rangsangan (stimulus) dari luar yang datang pada dirinya. (4) Valuing (penilaian), yakni prestasi belajar Pendidikan Agama Islam berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi, (5) Organisasi, yakni pengembangan nilai kedalam satu sistem nilai lain dan kemantapan serta prioritas nilai yang telah dimilikinya, (6) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
3. Prestasi Belajar Bidang Psikomotor (Psychomotor Domain)
Prestasi atau kecakapan belajar psikomotor adalah segala amal atau perbuatan jasmaniah yang kongkrit dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya yang terbuka, sehingga merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya. Prestasi belajar bidang psikomotor pada Pendidikan Agama Islam antara lain kemampuan melaksanakan shalat, berwudhu, akhlak/perilaku sehari-hari, dan lain-lain.
Prestasi belajar bidang psikomotorik tampak dalam bentuk keterampilan (skill), kemampuan bertindak individu (seseorang). Prestasi belajar bidang motorik ini terbagi dalam enam tingkatan, yaitu: (1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan-gerakan yang tidak sadar atau tanpa dikendalikan); (2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; (3) Keterampilan perseptual, termasuk didalamnya membendakan visual,membedakan auditif motorik dan lain-lain; (4) Kemampuan bidang fisik, misalnya kekuatan keharmonisan dan ketetapan gerakan atau gerakan yang luwes; (5) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada kemampuan keterampilan yang kompleks; (6) Kemampuan yang berkenaan dengan non decorsive kemunikasi seperti gerakan ekspresif interprestatif.
Prestasi belajar bidang psikomotorik ini lebih menunjukkan kredebilitas keberhasilan dari tujuan belajar, mengingat ruang lingkup dasar Pendidikan Agama Islam lebih menekankan keahlian gerakan/penerapan khususnya interaksi dengan Tuhan Yang Maha Esa, manusia, dan alam sekitarnya. Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam apabila dengan belajar merupakan satu rangkaian tujuan akhir dari belajar Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu prestasi belajar Pendidikan Agama Islam bergantung pada proses belajar itu sendiri. Bila proses belajar baik, maka hasil yang dicapai atau prestasi belajarnya baik, tetapi bila proses belajarnya buruk dengan sendirinya prestasi belajarnya kurang baik. Untuk itu dalam proses belajar itu diperlukan perhatian khusus, baik dari peserta didik, alat, sarana prasarana pembelajaran, serta profesionalisme pendidik (guru) menerapkan metode pembelajaran. Guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang profesional mengetahui diperlukan suatu periode atau waktu untuk memahami konsep yang telah diajarkan kepada anak agar diperoleh tujuan atau hasil belajar Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu, dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru harus menyadari keberadaan anak dalam tahapan belajar Pendidikan Agama Islam. Menurut Mulyono Abdurrahman, ada empat tahapan prestasi belajar yang perlu diperhatikan oleh guru, yaitu:
a. Perolehan
Pada tahap ini peserta didiktelah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum secara penuh memahaminya. peserta didikmasih memerlukan banyak dorongan dan pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh, kepada peserta didikdiperlihatkan pengetahuan tentang shalat dan konsepnya dijelaskan sehingga peserta didikmulai memahaminya.
b. Kecakapan
Pada tahap ini peserta didikmulai memahami pengetahuan atau keterampilan tetapi masih memerlukan banyak latihan. Contoh, setelah anak memahami konsep dan pengetahuan tentang shalat, peserta didikdiberi banyak latihan dalam bentuk menghafal bacaan atau gerakan shalat, dan diberi macam-macam ulangan penguatan.
c. Pemeliharaan
Pada tahap ini peserta didikdapat memelihara dan mempertahankan suatu kinerja taraf tingkat tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan (reinforcement) dihilangkan. Contoh, peserta didikdapat mengerjakan shalat secara cepat dan berurutan tanpa memerlukan pengarahan dan ulangan penguatan dari guru atau orangtua.
d. Generalisasi
Pada tahap ini peserta didiktelah memiliki atau menginternalisasikan pengetahuan yang dipelajarinya sehingga anak dapat menerapkan kedalam berbagai situasi. Contoh, peserta didikdapat mengerjakan berbagai macam shalat sesuai waktu dan kegunaannya, seperti shalat subuh dipagi hari, shalat dhuhur disiang hari, shalat hajat untuk terkabulnya doa, menghormati kepada orang yang lebih tua, mengasihi kepada yang lebih muda, dan lain-lain (Mulyono Abdurrahman, 2003:91). Berbagai harapan dan rancangan pembelajaran yang berbeda diperlukan untuk tiap tahapan belajar peserta didik. Jika guru Pendidikan Agama Islam atau orang tua sebagai pendidik menyadari tahapan belajar guna mencapai prestasi belajar yag di inginkan secara maksimal, guru atau orang tua dapat menyediakan pembelajaran yang tepat untuk membantu peserta didikbergerak dari satu tahapan prestasi ke tahapan prestasi berikutnya.
g. Jenis-jenis Penilaian Prestasi Belajar
Menurut ( Ngalim Purwanto, 2006 : 26). Prestasi belajar meliputi segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar peserta didikyang bersangkutan. Jenis-jenis penilaian prestasi belajar dapat di nilai dengan : (1) Penilaian formatif; Penilaian formatif adalah penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat di gunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang sedang atau sudah di laksanakan; (2) Penilaian sumatif; Penilaian sumatif adalah penilaian yang di lakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai di mana penguasaan atau pencapaian belajar peserta didikterhadap bahan pelajaran yang telah di pelajarinya selama jangka waktu tertentu.
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar:
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar menurut Ngalim Purwanto (2002:73) sebagai berikut:
(1) Faktor dari luar, yakni:
² Faktor lingkungan. Lingkungan alam dan sosial. Lingkungan alam seperti udara, suhu, dan kelembaban. Belajar dengan udara yang segar akan lebih baik hasilnya, bila dibandingkan dengan keadaan udara yang panas dan pengap. Sedangkan lingkungan sosial merupakan hubungan antara individu dengan keluarga, pola asuh, maupun lingkungan masyarakat.
² Faktor instrumental. Faktor instrumental adalah faktor yang keberadaannya dan penggunaannya sudah direncanakan,sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Seperti: gedung, perlengkapan belajar dan administrasi kelas atau sekolah. Faktor ini diharapkan dapat membawa hasil belajar yang baik.
(2) Faktor dari dalam, yakni:
² Faktor fisiologi. Kondisi fisiologi pada umumnya, seperti kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Jasmani yang sehat, segar akan mudah menerima informasi dari guru. Lain halnya bagi peserta didikyang lesu dan sering mengantuk. Keadaan panca indera peserta didik, terutama penglihatan dan pendengaran apabila terganggu maka hasil belajarnya juga kurang baik.
² Faktor psikologis. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, karena perbedaan itu juga mempengaruhi hasil belajar. Faktor psikologis yang dianggap utama dalam pengaruhnya terhadap hasil belajar adalah bakat, minat, kecerdasan, motivasi, dan kemampuan kognitif.
² Minat. Kalau peserta didiktidak berminat mempelajari sesuatu tidak dapat diharapkan akan berhasil dengan baik, sebaliknya bila peserta didikberminat mempelajari sesuatu maka hasilnya akan lebih baik.
² Bakat. Bakat merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap hasil belajar seseorang, apabila seseorang belajar pada bidang yang sesuai dengan bakatnya, maka kemungkinan berhasilnya akan lebih besar.
² Kecerdasan. Kecerdasan besar peranannya dalam menentukan berhasil tidaknya seseorang mempelajari sesuatu. Orang yang cerdas pada umumnya lebih mampu belajar, daripada orang yang kurang cerdas. Kecerdasan seseorang biasanya dapat diukur dengan menggunakan alattertentu, sedangkan hasil pengukuran dinyatakan dengan angka yang menunjukkan perbandingan kecerdasan, yang terkenal dengan sebutan Inteligence Quotient (IQ). Dengan memahami taraf IQ setiap peserta didik, maka seorang guru dapat memperkirakan tindakan yang harus diberikan kepada peserta didiksecara tepat.
² Motivasi. Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Oleh karena itu meningkatkan motivasi belajar peserta didikmenjadi bagian yang amat penting, dalam rangka mencapai hasil belajar yang maksimal.
² Kemampuan kognitif. Tujuan belajar meliputi tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Namun pada umumnya pengukuran kognitif lebih diutamakan dalam rangka menentukan keberhasilan belajar di sekolah. Karena itu, kemampuan kognitif merupakan faktor penting dalam belajar peserta didik.
Sedangkan menurut Slameto (1998:471), bahwa prestasi belajar peserta didikdipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
a) Faktor Intern meliputi : Faktor jasmaniah ( kesehatan dan cacat tubuh ) dan faktor Psykologi (intelegensi, perhatian, bakat, minat, motivasi, kematangan dan kelelahan).
b) Faktor Extern meliputi : Faktor keluarga (cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan peserta didik, disiplin sekolah dan alat pembelajaran), faktor masyarakat ( kegiatan peserta didikdimasyarakat, teman bergaul, media masa dan bentuk kehidupan masyarakat).
Jadi ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal inilah yang paling dominan mempengaruhi prestasi belajar peserta didikkarena faktor internal ini muncul dari dalam diri peserta didikitu sendiri, sehingga pengaruhnya sangatlah besar. Sedangkan faktor eksternal hanyalah faktor pendukung saja.
C. Metode Problem Solving
1. Pengertian Metode Problem Solving
Metode problem solving (pemecahan masalah) menurut Duch, Allen, dan White dalam Hamruni (2012:104) merupakan salah satu strategi pembelajaran berbasis masalah yang menyediakan kondisi untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan masalah kompleks dalam kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri peserta didik. Sedangkan menurut Djamarah dan Zain (2006:18) metode problem solving merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajarnya, peserta didik banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai segi dalam rangka mencari pemecahan. Abdul Majid (2015:213) menyatakan metode problem solving merupakan pembelajaran berbasis masalah, yakni pembelajaran yang berorientasi “learner centered” dan berpusat pada pemecahan suatu masalah oleh peserta didik melalui kerja kelompok. Fadillah (2014:196) juga mengungkapkan metode problem solving adalah cara menyampaikan materi dengan guru memberikan suatu permasalahan tertentu untuk dipecahkan atau dicari jalan keluarnya oleh peserta didik.
Jadi, metode problem solving adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir pada peserta didik serta kreatif dalam memecahkan permasalahan sosial yang ada. Pandangan tentang belajar menurut teori behavioristik, kognitif, dan humanistik pada dasarnya adalah membangun kemampuan berpikir pada peserta didik. Hal ini sesuai dengan pengertian metode problem solving yang dikemukakan pada paragraf sebelumnya, sehingga aktivitas belajar peserta didik cocok jika menggunakan metode problem solving.
2. Karakteristik Metode Problem Solving
Metode problem solving mempakan metode pembelajaran yang dilakukan melalui proses kegiatan untuk memahami atau memecahkan pennasalahan. Dalam metode ini, masalah pertama kali muncul sebagai pintu masuk dan pemicu proses belajar. Menurut Romlah (2001) metode problem solving merupakan suatu proses yang kreatif di mana individu-individu menilai perubahan-perubahan yang ada pada diri dan lingkungannya, dan membuat pilihan-pilihan baru, keputusan-keputusan atau penyesuaian yang selaras dengan tujuan-tujuan dan nilai dalam hidupnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teknik pemecahan masalah merupakan teknik yang pokok untuk hidup dalam masyarakat yang penuh dengan perubahan-perubahan. Metode problem solving terutama digunakan untuk merangsang peserta didik berpikir. Karenanya, metode ini akan banyak memanfaatkan metode metode lain yang dimulai dari pencarian data sampai kepada penarikan kesimpulan. Di samping itu, metode ini juga akan melibatkan banyak kegiatan dengan bimbingan dari para pengajar.
3. Kelebihan dan kekurangan metode problem solving
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam pelaksanaannya, begitu juga dengan metode problem solving. Hamiyah dan Jauhar (2014:130-131) memaparkan beberapa kelebihan dan kekurangan metode problem solving sebagai berikut.
² Kelebihan metode problem solving: (a) Membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan lagi dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. (b) Dapat berpikir dan bertindak kreatif. (c). Dapat mengembangkan rasa tanggung jawab. (d) Para peserta didik dapat diajak untuk lebih menghargai orang lain. (e) Dapat memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis. (f) Dapat meningkatkan motivasi/minat belajar peserta didik.
² Kekurangan metode problem solving (a) Memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran lain. (b) Menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman peserta didik memerlukan kemampuan dan keterampilan guru. (c) Bagi peserta didik yang kurang memahami pelajaran tertentu, maka pengajaran dengan metode ini akan sangat membosankan dan menghilangkan semangat belajarnya.
Kesimpulan yang dapat peneliti ambil dari pendapat ahli di atas adalah bahwa kelebihan metode problem solving antara lain dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, merancang perkembangan kemampuan berpikir kritis, berpikir dan bertindak kreatif, melatih keberanian dan tanggung jawab, serta dapat membuat pembelajaran lebih aktif. Adapun kekurangan dari metode problem solving yaitu memerlukan alokasi waktu yang lebih lama, membutuhkan keterampilan guru untuk menentukan masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan pengetahuan peserta didik, serta peserta didik yang malas dan pasif akan tertinggal. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman guru untuk dapat melaksanakan metode ini dengan baik.
4. Langkah langkah Metode Problem Solving
Menurut Hamruni (2012:156) langkah-langkah metode problem solving (pemecahan masalah) adalah sebagai berikut:
a. Menyadari masalah.
Pada tahap ini peserta didik dibimbing guru untuk menyadari adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam menyadari masalah yaitu:
(1) Memunculkan pengalaman. Dalam kemampuan ini peserta didik memberikan keterangan mengenai pengalaman yang terjadi baik di lingkungan sekitar tempat tinggal mereka maupun fenomena yang ada di berbagai tempat.
(2) Menentukan permasalahan. Kemampuan yang harus dicapai peserta didik dalam menentukan masalah adalah peserta didik dapat menangkap kesenjangan sesuai pengalaman maupun fenomena yang ada.
b. Merumuskan masalah
Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan presepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam merumuskan masalah yaitu:
(1) Menjelaskan latar belakang masalah. Setelah peserta didik menceritakan pengalaman maupun fenomena yang ada serta menemukan permasalahannya, kemampuan peserta didik dalam hal ini adalah menjelaskan latar belakang dari informasi atau data yang ada untuk mendukung permasalahan yang diangkat.
(2) Merumuskan masalah. Kemampuan yang dimaksud adalah cara peserta didik dalam merumuskan masalah yang ada menjadi sebuah pertanyaan atau pernyataan.
c. Merumuskan hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang ingin diteliti berdasarkan teori-teori yang sudah ada. Langkah-langkah yang dilakukan peserta didik dalam tahap ini adalah:
(1) Memilih sumber untuk merumuskan hipotesis. Kemampuan yang dimaksud adalah bagaimana peserta didik memilih sumber atau teori yang mendukung rumusan masalah yang telah dibuat. Kelengkapan sumber pustaka yang sesuai menjadi perhatian untuk penulisan dasar teori dan selanjutnya merumuskan hipotesis.
(2) Menulis hipotesis. Kemampuan yang dimaksud adalah bagaimana peserta didik menuliskan hipotesis. Apakah ada keterkaitan antara rumusan masalah, dasar teori dan hipotesis yang telah dibuat.
d. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktivitas menjaring informasi yang ibutuhkan untuk menguji hipotesis yang diajukan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber seperti buku, media cetak maupun elektronik, internet, video, wawancara dengan narasumber, dan dari sumber yang relevan lainnya. Langkahlangkah dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:
(1) Menentukan variabel atau obyek. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan peserta didik dalam menentukan variabel atau obyek dari permasalahan sebelum peserta didik mencari data yang dibutuhkan agar mendapatkan informasi atau data sesuai dengan yang diinginkan.
(2) Menentukan teknik pengumpulan data. Kemampuan peserta didik yang dimaksud adalah bagaimana peserta didik dalam menggunakan dan memilih teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah observasi, kuesioner (angket), dokumentasi, wawancara dan lain-lain.
(3) Menyusun instrumen atau alat pengumpulan data. Kemampuan peserta didik yang dimaksud adalah peserta didik mampu menyusun instrumen yang akan digunakan sebagai panduan dalam mengumpulkan data.
e. Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, peserta didik menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak sehingga bisa mengambil keputusan dari permasalahan yang ada. Langkah-langkah dalam tahap ini adalah:
(1) Menggabungkan data-data yang didapat (tabulasi data). peserta didik dituntut untuk menggabungkan data-data yang diperoleh apakah data tersebut valid atau tidak setelah diuji hipotesisnya.
(2) Menganalisis data. Kemampuan peserta didik dalam hal ini adalah peserta didik dapat menganalisis data yang sudah dibedakan mana yang valid atau tidak untuk mengambil kesimpulan dalam penyelesaiannya.
(3) Menentukan keputusan untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih alternative penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan sesuai dengan data yang sudah diperoleh.
f. Menyusun dan mempresentasikan laporan
Langkah peserta didik dalam tahap ini adalah menyusun dan mempresentasikan laporan, diantaranya:
(1) Menyusun laporan akhir. Kemampuan yang dimaksud adalah peserta didik dapat menyusun laporan dari tahap awal menyadari masalah sampai menentukan keputusan atau alternatif untuk menyelesiakan masalah.
(2) Mempresentasikan laporan permasalahan. Kemampuan peserta didik dalam hal ini peserta didik mampu mempresentasikan laporan akhir yang telah dibuat di depan kelas.
Sedangkan menurut (Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, 2013:101) bahwa langkah-langkah metode problem yang lebih mudah dipahami adalah sebagai berikut :
a) Mengidentifikasi masalah secara jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari peserta didik sesuai dengan taraf kemampuannya.
b) Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi dan lain-lain.
c) Menetapkan jawaban sementara terhadap masalah tersebut, yang didasarkan atas data yang telah diperoleh pada langkah kedua di atas.
d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini peserta didik diusahakan untuk dapat memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin akan kebenaran jawaban tersebut. Untuk menguji kebenaran jawaban ini diperlukan metode-metode lain seperti demonstrasi, tugas dan diskusi.
e) Menarik kesimpulan. Artinya, peserta didik harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah.
Teknik problem solving (pemecahan masalah) mengajarkan pada individu bagaimana memecahkan masalah secara sistematis. Langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis adalah:
a) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Dalam hal ini masalah dirumuskan secara jelas, sehingga mempermudah pemecahannya. Apabila masalahnya merupakan masalah kelompok, rumusan masalah dapat dilakukan bersamasama. Untuk memudahkan pembuatan rumusan masalah dapat dilakukan bersama-sama, meminta masing-masing anggota kelompok untuk mengemukakan pikirannya dengan bebas terlebih dahulu (brainstorming). Dari berbagai macam pendapat tersebut kemudian dibuat rumusan masalahnya.
b) Mencari sumber dan memperkirakan sebab-sebab masalah. Setelah masalah dirumuskan dengan jelas, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi sebab-sebab masalah. Data yang terkumpul kemudian dipilah-pilah mana yang merupakan pendorong pemecahan masalah dan mana yang menghambat.
c) Mencari alternatif pemecahan masalah
Setelah sumber dan sebab-sebab masalah sudah ditemukan, dan data yang dapat mendorong pemecahan masalah sudah terkumpul, langkah selanjutnya adalah menemukan beberapa alternatif pemecahan masalah. Masing-masing anggota diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya. Dari pendapat yang bermacam-macam itu dibuat dua atau tiga alternatif pemecahan masalah.
d) Menguji kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif
Langkah memilih alternatif adalah mengambil keputusan mana dari alternatif-alternatif itu yang dipilih. Pemilihan alternatif didasarkan dengan cara menguji kelemahan-kelemahan masingmasing alternatif. Setelah alternatif yang dipandang tepat, yaitu alternatif yang paling sedikit mempunyai kelemahan dipilih, pilihan itu kemudian dilaksanakan.
e) Memilih dan melaksanakan alternatif yang paling menguntungkan. Mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai
f) Mengadakan Penilaian terhadap hasil yang dicapai dilakukan dengan melihat apakah ada kesenjangan antara masalah yang dirumuskan dengan pelaksanaan pemecahannya atau tidak. Apabila masih terdapat kesenjangan setelah diadakan penilaian, maka masalahnya ditinjau kembali dengan menggunakan langkahlangkah yang sama.
Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, metode ini bisa dicontohkan dalam pembelajaran sebagai berikut. Pada awalnya guru membagi kelas agama menjadi beberapa kelompok. Setelah kelompok terbentuk, guru memberikan satu kasus kepada masing-masing kelompok, misalnya: ”Bagaimana menyikapi seorang muslimah yang masih enggan menutup auratnya, sementara dia faham bahwa menutup aurat adalah suatu kewajiban.” Masing-masing kelompok diminta mengidentifikasi dan menganalisis beragam alasan dari berbagai faktor yang menyebabkan mengapa dia masih enggan menutup aurat. Bagaimana menunjukkan kepada dia bahwa menutup aurat itu bukan hanya wajib, tetapi bisa menguntungkan kepada dia. Juga mengidentifikasi persoalanpersoalan yang muncul seandainya dia memantapkan diri mau menutup aurat. Setelah seluruh persoalan telah diidentifikasi dan dianalisa, masing-masing kelompok diminta memberikan solusi terbaik terhadap kasus tersebut.
Masalah lain yang dapat diangkat dalam pembelajran dengan metode ini adalah masalah kemiskinan yang menghinggapi masyarakat muslim. Para peserta didik dalam kelompok-kelpompok yang telah terbentuk mencoba menganalisis sebab terjadinya kemiskinan, apa dampak yang ditimbulkan dari kemiskinan itu, bagaimana pula peran agama dalam mensuport kehidupan mereka, dan lain-lain.
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis Tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah melalui metode pembelajaran problem solving dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT pada peserta didik Kelas VII SMP Negeri 4 Kupang Tahun pelajaran 2019/2020.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Suyadi (2010:18) mengemukakan bahwa secara harfiah, Penelitian Tindakan kelas (PTK) berasal dari bahasa Inggris, yaitu Classroom Action Research, yang berarti action research (penelitian dengan tindakan) yang dilakukan di kelas. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan.
Sedangkan menurut John Elliot (1982) bahwa PTK adalah tentang situasi sosial untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya. Seluruh prosesnya mencakup; telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengaruh yang menciptakan hubungan antara evaluasi diri dengan perkembangan profesional.
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Kupang. Penulis ingin mengadakan penelitian dengan pertimbangan masih kurangnya prestasi belajar peserta didik dan nilainilai mata pelajaran PAI materi beriman kepada Allah SWT masih dirasa kurang memuaskan atau belum maksimal.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini di laksanakan di SMP Negeri 4 Kupang. Adapun waktu yang digunakan untuk meneliti ini pada tanggal 11 sampai 25 Maret 2019
3. Subjek Penelitian
Subyek yang menerima tindakan adalah peserta didik kelas VII sebanyak 21 orang yang terdiri dari laki laki sebanyak 9 orang dan perempuan sebanyak 12 orang.
C. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan suatu hal yang penting dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh data atau keterangan yang benar dan dapat dipercaya dalam penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah teknik observasi, tes dan dokumentasi.
D. Indikator Kinerja
Indikator Kinerja dalam pelaksanaan ini adalah dari sejumlah peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang mendapat nilai PAI materi beriman kepada Allah SWT di atas KBM pada siklus I sebanyak 60% dan pada siklus II 80%.
E. Prosedur Tindakan
Kegiatan dirancang dengan penelitian tindakan kelas. Kegiatan diterapkan dalam upaya peningkatan hasil nilai pembelajaran Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT dengan menggunakan metode problem solving dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini dirancang dalam 2 siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Tiap tahapan langkah disusun dalam siklus penelitian. Setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Sebelum dilaksanakannya siklus I dan siklus II, maka diawali dengan pra Siklus, di mana pra siklus ini bertujuan untuk mengetahui kondisi awal kelas yang akan diteliti. Pelaksanaan pra siklus ini, peneliti mengamati peserta didik ketika menerima materi pelajaran dengan metode ceramah.
a. Siklus I
1) Perencanaan;
a) pada siklus ini, materi yang akan disampaikan adalah tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang beriman kepada Allah SWT.
b) menyiapkan naskah soal mengenai beriman kepada Allah SWT.
c) menyiapkan lembar pengamatan.
2) Pelaksanaan; Peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Adapun langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentang beriman kepada Allah SWT melalui metode problem solving adalah sebagai berikut:
(a) Guru menyampaikan materi menggunaka metode problem solving namun tidak secara menyeluruh;
(b) dengan tanya jawab, guru memberikan contoh soal;
(c) guru memberikan satu atau dua soal yang harus dipecahkan oleh peserta didik berdasarkan persyaratan soal sebagai problem yaitu peserta didik mememiliki pengetahuan, prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut, peserta didik belum tahu cara pemecahan soal tersebut, peserta didik berkehendak untuk menyelesaikan soal tersebut, Setiap anggota kelompok menjawab setiap soal yang diberikan, peserta didik dengan dipandu guru menyelesaikan soal yang dipakai sebagai bahan ajar, dan guru membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi.
3) Pengamatan; Dilakukan dengan mengamati kegiatan pembelajaran apakah sudah sesuai dengan rencana atau belum. Seorang observer mengamati aktivitas-aktivitas yang dilakukan peserta didik dan mencatat dalam lembar observasi.
4) Refleksi;
a) Secara kolaboratif dengan guru mitra menganalisis hasil pengamatan berdasarkan indikator yang telah dicapai dan selanjutnya membuat simpulan sementara terhadap pelaksanaan siklus I.
b) Memperhatikan kekurangan pada siklus I. Hal-hal yang dapat meningkatkan aktivitas peserta didik terus dikembangkan dan jika masih ada kekurangan atau ketidak berhasilan di siklus I, maka dapat diperbaiki di siklus II.
b. Siklus II
1) Perencanaan
a) Pada siklus ini, materi yang akan disampaikan adalah kelanjutan dari materi sebelumnya, yaitu beriman kepada Allah SWT.
b) Meninjau kembali rancangan pembelajaran yang telah disiapkan untuk siklus II. Di sini peserta didikbenar-benar dipersiapkan untuk lebih terarah pada indikator pencapaian yaitu pada penekanan pencapaian hasil prestasi belajar, karena untuk mengetahui apakah ada peningkatan hasil nilai atau masih stagnan.
c) Menyiapkan naskah soal tulis dan praktik berisi tentang materi membiasakan beriman kepada Allah SWT.
d) Mempersiapkan bantuan lebih khusus pada peserta didik yang belum mencapai hasil maksimal (sesuai kriteria penilaian) dan kesesuaian antara nilai tulis dan perilaku sehari-hari.
2) Pelaksanaan
a) Menyuruh peserta didik untuk mengamati materi yang ada di layar monitor. Materi berupa sebuah kisah mengenai membiasakan beriman kepada Allah SWT, disana ada berbagai macam problem yang harus dipecahkan, kemudian setiap kelompok mendiskusikan materi yang sudah ditentukan sesuai kelompok kerja masing-masing utuk mecari pemecahan masalah tersebut.
b) Meminta masing-masing kelompok untuk mempresentasikan dan mempraktikkan materi yang sudah ditentukan sesuai kelompok kerja masing-masing.
c) Memberi pengarahan kepada peserta didikyang akan melaksanakan diskusi kelompok.
d) peserta didikmendiskusikan materi yang sudah ditentukan sesuai kelompok kerja masing-masing.
e) Memberi penjelasan tambahan tentang pembelajaran beriman kepada Allah SWT.
f) Meminta peserta didikuntuk menyimpulkan hasil diskusi kelompok
3) Pengamatan; Pengamatan dengan menggunakan lembar observasi. Sama dengan siklus I, dengan melihat aktivitas-aktivitas yang dilakukan peserta didikpada saat proses pembelajaran berlangsung menggunakan metode problem solving.
4) Refleksi;
a) Secara kolaboratif menganalisis hasil pengamatan berdasarkan indikator yang telah dicapai dan membuat kesimpulan dari pelaksanaan tindakan siklus II.
b) Data siklus I merupakan refleksi siklus I. Refleksi pada siklus II adalah hasil penelitian yang dilakukan dalam kedua siklus tersebut, jika dari data yang diperoleh mengalami peningkatan maka penelitian dianggap berhasil.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan perincian terhadap obyek yang diteliti atau penanganan terhadap suatu obyek ilmiah terentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain sekedar untuk memperoleh penjelasan mengenai halnya. (Sudarto, 1996: 59). Maksud utama dari analisis data adalah untuk membuat data itu dapat dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain. (H. Mohammad Ali, 1993 : 166 ) Data hasil pengamatan diolah dengan analisis deskriptif untuk menggambarkan keadaan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan metode problem solving. Dan untuk menggambarkan perubahan perilaku Keagamaan peserta didik Kelas VII dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan peningkatan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan melihat gejala atau tanda-tanda perubahan peserta didik yang ditunjukkan sikap positif, seperti dapat mempraktikan tindakan terpuji dalam kehidupan sehari-hari dan juga adanya peningkatan nilai di mata pelajaran PAI.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Peningkatan prestasi belajar bagi peserta didik yang kurang bersemangat dalam mengikuti mata pelajaran Pendidikan Agama Islam materi beriman kepada Allah SWT merupakan penelitian tindakan kelas yang direncanakan pelaksanaannya melalui 2 siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Dalam penelitian ini, langkah yang ditempuh adalah menetapkan aspek-aspek yang diteliti, melakukan pengamatan dan mencatat hasilnya.
1. Kondisi Awal
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu melakukan pengamatan terhadap peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang. Hasil pengamatan tersebut adalah sebagai berikut: Dari 21orang yang tercatat sebagai peserta didik elas VII SMP Negeri 4 Kupang di antaranya menunjukkan sikap yang kurang bersemangat terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam. Di samping itu, pesertadidik cenderung pasif selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini dikarenakan pada saat penyampaian materi pelajaran, guru menggunakan cara konvensional atau dengan menggunakan metode ceramah. Pelaksanaan pembelajarannya didominasi oleh guru yang berbicara secara aktif atau berceramah, sehingga peserta didik merasa jenuh dan beberapa dari mereka tidak memperhatikan penjelasan materi yang diberikan oleh guru mereka. Beberapa dari mereka melakukan aktivitas-aktivitas yang lain, misalnya mengantuk, mengobrol dengan teman sebangku, bahkan ada yang sampai mengerjakan tugas maupun PR mata pelajaran yang lain ketika guru sedang menjelaskan materi.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kelas tersebut terdapat beberapa orang peserta didik yang kurang termotivasi dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam. Oleh karena itu, dicarilah cara agar dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik, sehingga hasil nilai pembelajaran meningkat dan perilaku keagamaan semakin nyata dengan mengubah metode pembelajaran yakni metode problem solving. Rendahnya nilai yang diperoleh oleh peserta didik kelas VII pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam khususnya pada materi beriman kepada Allah SWT ini dapat dilihat pada tabel perolehan nilai pra siklus (tabel 4.1)
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui jumlah peserta didik yang mendapat nilai A (sangat baik) sejumlah 0 peserta didik, yang mendapat nilai B (baik) sejumlah 7 peserta didik, yang mendapat nilai D (kurang) sejumlah 2 peserta didik dan yang mendapat nilai sangat kurang sejumlah 6 peserta didik. Dari hasil tes seperti di atas, sebagian besar peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan belajar pada kondisi awal dapat diketahui pada tabel di bawah ini.
Berdasarkan data pada tabel 4.2 di atas diketahui bahwa peserta didik kelas VII dengan KBM = 75 baru mencapai 33,33 % atau 7 peserta didik dari sejumlah 21 peserta didik. Sedangkan batas tuntasnya adalah apabila peserta didik yang sudah memperoleh nilai sama atau tinggi dari KBM 75 sudah mencapai 85,71% atau 18 peserta didik dari sejumlah 21 peserta didik di kelas VII.
2. Deskripsi Siklus I
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2019 dengan materi beriman kepada Allah SWT. Deskripsi siklus I kegiatannya meliputi :
a. Perencanaan siklus I
Perencanaan siklus I dimulai dengan menyiapkan atau menyusun jadwal kegiatan penelitian. Setelah jadwal penelitian disusun, selajutnya peneliti menyiapkan instruman penelitian, berupa RPP, silabus dan lainnya. Untuk dapat melaksanakan penelitian secara lancar, sebelum penelitian dimulai peneliti terlebih dahulu menskenario pelaksanaan tindakan sehingga ketika nantinya penelitian dilakukan maka akan apat berjalan dengan lancar sesuai dengan rencana. Dalam siklus I ini, peneliti sudah menerapkan metode problem solving, namun penerapan metode problem solving dalam siklus I ini masih tergolong sederhana. Selanjutnya peneliti menyajikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang berbasis masalah. Tak lupa di akhir pembelajaran peneliti memberikan motivasi terhadap peserta didik.
b. Pelaksanaan siklus I
Skenario Pelaksanaan tindakan siklus I melalui metode Problem Solving. Kegiatan awal yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah melakukan apersepsi, di mana peneliti melakukan tanya jawab dengan murid berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, pertanyaan yang sederhana namun mengandung sebuah permasalahan yang yang membutuhkan sebuah jawaban dari penalaran peserta didik. Pertanyaan ini untuk mengawali penerapan metode problem solving, dan merangsang peserta didik untuk untuk bisa menyelesaikan masalah. Selanjutnya peneliti mulai masuk pada proses pembelajaran, yaitu dengan menerapkan metode problem solving, yang dikaitkan dengan materi pembelajaran. Pembahasan pada materi ini yaitu mengenai beriman kepada Allah SWT. Penerapan metode problem solving pada siklus I ini masih sederhana karena belum menggunakan alat peraga atau media. Kemudian peneliti memberikan soal berkaitan dengan materi yang akan dibahas. Peserta didik diminta untuk menganalisis persoalan yang diberikan oleh guru. Kemudian peserta didik dibagi menjadi empat kelompok, masing-masing kelompok harus memberikan tanggapan terhadap soal yang diberikan. Semua anggota kelompok harus menjawab setiap soal. Dengan demikian, pembelajaran ini berpusat terhadap peserta didik.
Pembelajaran ini menitik beratkan pada proses belajar, di mana peserta didik benar-benar melalui setiap prosesnya dan peserta didik aktif dalam kelas tidak hanya bersifat pasif. Di mana pada penerapan metode problem solving ini, peserta didik disajikan sebuah masalah terkait dengan materi yang sedang dipelajari, kemudian peserta didik diminta untuk menganalisis masalah tersebut selanjutnya peserta didik berusaha untuk memecahkan problem yang diberikan. Di sini soal yang disajikan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga peserta didik pasti sudah pernah mengalaminya. Soal berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari dan peserta didik harus berusaha mencari solusi atau pemecahan masalah. Setelah semua peserta didik menjawab pertanyaan, kemudian peneliti bersama-sama dengan peserta didik melakukan pembahasan terhadap soal yang telah di selesaikan. Selanjutnya kegiatan akhir yang dilakukan adalah peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok, kemudian setelah dipresentasikan kemudian peserta didik diminta untuk menggambarkan hasil diskusi di buku gambar. Selanjutnya peneliti memberikan reward pada kelompok dengan jawaban terbaik kemudian peneliti menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya dan peneliti tak lupa memberi motivasi kepada peserta didik.
c. Observasi siklus I
Oservasi siklus I adalah mengamati aspek-aspek yang menjadi prioritas pengamatan beserta skornya (lembar observasi terlampir)
Tabel 4.3
Observasi Siklus I
Tabel observasi siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kerjasama kelompok mendapat skor 2 kategori kurang aktif;
b. Keberanian bertanya mendapat skor 2 kategori kurang aktif;
c. Kemampuan menyelesaikan masalah menapat skor 2 kategori cukup;
d. Presentasi kemampuan mendapat skor 2 kategori kurang lancar;
e. Aktivitas belajar mendapat skor 2 kategori cukup;
f. skor tercapai = 10;
g. skor maksimal = 1
Observasi evektifitas pembelajaran pada materi menyajikan data data dalam bentuk tabel melalui pendekatan kontekstual sebesar
Besarnya efektivitas pembelajaran ternyata berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik pada pelaksanaan tindakan siklus I dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.4
Rekap Hasil Nilai siklus I
Berdasarkan tabel nilai siklus I dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) peserta didik yang mendapat nilai kategori Sangat baik sebanyak 0 peserta didik atau 0%
2) peserta didik yang mendapat nilai kategori Baik sebanyak 12 peserta didik atau 57,14%
3) peserta didik yang mendapat nilai kategori Cukup sSebanyak 5 peserta didik atau 28,81%
4) peserta didik yang mendapat nilai kategori Kurang sebanyak 3 peserta didik atau 14,29%
5) peserta didik yang mendapat nilai kategori Sangan Kurang sebanyak 1 peserta didik atau 4,76%
Dari hasil tes seperti tersebut di atas, sebagian besar peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar. Data ketuntasan belajar pada siklus I dapat diketahui pada table di bawah ini :
Tabel 4.5
Perbandingan Hasil Nilai Tes Pra Siklus dan Siklus I
Berdasarkan hasil tes kemampuan awal dengan hasil tes siklus I dapat dilihat adanya peningkatan jumlah peserta didik yang mendapat nilai 75 di atas KBM yaitu dari 7 peserta didik menjadi 12 peserta didik. Nilai rata rata meningkat dari 56,67 menjadi 72,62. Jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar jika dibandingkan dengan siklus I dapat disajikan dalam tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6
Ketuntasan Belajar peserta didik Hasil Siklus I
Perbandingan hasil rata rata kelas nampak ada perubahan pra siklus dengan siklus I.
Tabel 4.7
Perbandingan Nilai Rata rata Pra Siklus dengan Siklus I
Tabel perbandingan nilai tertinggi, terendah rata-rata dapat diperjelas dengan diagram dibawah ini:
Berdasarkan pada data di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan metode Problem Solving mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik, khususnya pada materi beriman kepada Allah SWT, namun hasil itu belum optimal. Hal ini dapat direfleksi sebagai berikut:
d. Refleksi Suklus I
Belum optimalnya kemampuan peserta didik dalam materi beriman kepada Allah. Pada Siklus I direfleksi apa yang terjadi pada bagian aspek yang menjadi prioritas pengamatan.
No | Aspek yang diamati/prioritas pengamatan | Kilas Balik | Tindak Lanjut |
1 | 2 | 3 | 4 |
1 | Kerjasama Kelompok | Peserta didik mampu melakukan kerjasama dalam menyelesaikan tugas | Pemantapan kerja sama |
2 | Keberanian bertanya | Peserta didik sudah berani bertanya dengan baik | Penguatan terhadap peserta didik yang berani mengungkapkan pendapat |
3 | Kemampuan menyelesaikan masalah | Peserta didik belum mampu menyelesaikan masalah yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan memahami apa yang diketahui dari soal | Guru melakukan revisi persepsi sehingga pandangan peserta didik sama |
4 | Presentasi kemampuan | Peserta didik belum mampu melakukan presentasi dengan baik hal ini ditunjukkan ketidak lancaran dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru | Sharing materi antar kelompok |
5 | Aktivitas belajar | Peserta didik belum aktif dalam belajar ditunjukkan ketergantungan pada peserta didik yang lebih mampu. | Pendistribusian tugas pada peserta didik dengan variasi soal yang sesuai dengan kemampuan masing-masing peserta didik. |
Berdasarkan hasil observasi siklus I dan refleksi siklus I bahwa pelaksanaan tindakan siklus I belum sesuai dengan hasil yang diharapkan bahkan timbul masalah baru maka perlu ditindak lanjuti dengan rancangan siklus II. Dari hasil observasi yag dilakukan oleh kolabolator, beliau memaparkan bahwa pada saat pelaksanaan siklus I berlangsung kondisi kelas dinilai belum terlalu kondusif di mana semua peserta didik belum mengikuti mata pelajaran yang diberikan dengan seksama. Sehingga masih perlu di kondusifkan lagi. Kemudian beliau mengatakan bahwa kondisi peserta didik dalam kelas belum bisa dikatakan mengalami peningkatan prestasi belajar yang signifikan, karena masih banyak peserta didik yang belum memahami materi dengan tolak ukur nilai yang diperoleh dari hasil tes yang dilakukan. Meskipun ada peningkatan, namun belum sepenuhnya meningkat masih diperlukan upaya yang lebih untuk bisa meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
3. Deskripsi Siklus II
Penelitian tindakan kelas dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 2019 dengan materi beriman kepada Allah SWT. Deskripsi siklus II kegiatannya meliputi:
a. Perencanaan Siklus II
Perencanaan siklus II ini hampir sama dengan siklus I, namun pada siklus II ini perencanaan dari siklus II ini lebih matang karena pada siklus II ini penerapan problem solving sudah iterapkan sepenuhnya. Pada perencanaan siklus II ini, yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat peraga dan media pembelajaran, melakukan pemantapan kerjasama antar peserta didik, kemudian penguatan terhadap peserta didik yang berani mengungkapkan pendapat, menyarankan cara menyelesaikan maslah dan memahami suatu soal, selanjutnya yaitu membagi peserta didik kembali menjadi beberapa kelompok heterogen dan menyiapkan peserta didik untuk terjun langsung ke lingkungan. Setelah itu sharing materi antar kelompok dan dilanjutkan dengan pendistribuasian soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Pelaksanaan siklus II
Skenario pelaksanaan tindakan siklus II melalui metode Problem Solving. Seperti biasa bahwasannya ketika kegiatan pada awal pembelajaran yaitu memberikan pertanyaan. Pada kali ini mengulas sedikit materi yang kemarin telah disampaikan. Agar peserta didik tidak mudah lupa pada materi yang kemarin disampaikan. Setelah itu peserta didik deberikan sebuah cerita mengenai kehidupan sehari hari yang mengandung masalah. Guru meminta peserta didik untuk menganalisis cerita itu kemudian dicari apa yang menyebabkan permasalahan dalam cerita itu dan bagaimana cara pemecahan masalahnya. Kemudian peserta didik diminta untuk berkelompok dengan kelompoknya masing masing seperti yang telah dibuat, kemudian peserta didik berdiskusi untuk menyelesaikan masalah yang ada pada cerita yang telah ditampilkan. Pada siklus II ini, pembelajaran dibantu dengan media dan alat peraga sehingga pembelajaran pada siklus II ini lebih hidup dan lebih inovatif. Setelah semua peserta didik masuk, kemudian peneliti membagi peserta didik menjadi empat kelompok dengan kelompok yang sama pada pembelajaran minggu lalu. Setelah berkumpul dengan kelompoknya, kemudian peneliti mulai membuka rangkaian power point yang berisi materi yang akan disampaikan. Pada tayangan yang disajikan, peneliti memberikan sebuah cerita yang berhungan dengan kehidupan sehari-hari terkait beriman kepada Allah SWT. Cerita yang ditampilkan mengandung unsur permasalahan, di mana nantinya peserta didik diminta untuk menganalisis dan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan. Sebelum memberikan jawaban, peneliti menjelaskan kembali materi dengan cerita yang konkrit. Kemudian peneliti menyarankan cara menyelesaikan masalah dan memahami suatu masalah.
c. Observasi Siklus II
Observasi siklus II adalah mengamati aspek aspek yang menjadi prioritas pengamatan beseta skornya (lembar observasi terlampir.)
1) Kerjasama kelompok mendapat skor 3 kategori baik;
2) keberanian bertanya mendapat skor 2 kategori cukup;
3) kemampuan menyelesaikan masalah mendapat skor 3 kategori baik;
4) presentasi kemampuan mendapat skor 3 kategori baik;
5) aktivitas belajar mendapat skor 2 kategori cukup;
6) skor tercapai = 13
7) skor maksimal = 15
Observasi efektivitas pembelajaran pada materi membiasakan akhlak terpuji, melalui metode problem solving sebesar =
13/15 x 100% = 87%
Besarnya efektivitas pembelajaran ternyata berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik pada pelaksanaan tindakan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:
Berdasarkan tabel 4.7 rekap nilai siklus II dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) peserta didik yang mendapat nilai kategori Sangat Baik Sebanyak 3 peserta didik atau 14,29%
2) peserta didik yang mendapat nilai kategori Baik Sebanyak 18 peserta didik atau 85,71%
3) peserta didik yang mendapat nilai kategori Cukup Sebanyak 0 peserta didik atau 0%
4) peserta didik yang mendapat nilai kategori Rendah Sebanyak 0 peserta didik atau 0%
5) peserta didik yang mendapat nilai kategori Sangat Rendah Sebanyak 0 peserta didik atau 0%
Berdasarkan hasil tes siklus I dengan hasil tes siklus II dapat dilihat adanya peningkatan jumlah peserta didik yang mendapat nilai di atas
KBM yaitu dari 12 peserta didik menjadi 21 peserta didik, nilai rata rata meningkat dari 72,62 menjadi 100. Jumlah peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar jika dibandingkan dengan siklus I dapat disajikan dalam tabel 4.9 sebagai berikut:
Tabel 4.11
Perbandingan Nilai Rata rata, Tertinggi dan Terendah
Siklus I dengan Siklus II
Hasil 100% menunjukkan bahwa pelaksanaan tindakan siklus II telah tuntas. Ketentuan yang ditetapkan adalah 83,33 berarti lebih tinggi 16,67% dari batas tuntasnya. Tercapainya ketuntasan kemampuan pada materi Membiasakan Perilaku Terpuji dan apa yang menjadi penyebabnya dapat dilihat pada refleksi sebagai berikut.
d. Refleksi siklus II
Tercapainya ketuntasan kemampuan peserta didik pada materi pecahan sederhana.siklus II direfleksi apa yang terjadi pada bagiaan aspek yang menjadi prioritas pengamatan.
No | Aspek yang diamati/prioritas pengamatan | Kilas Balik | Tindak Lanjut |
1 | 2 | 3 | 4 |
1 | Kerjasama Kelompok | Peserta didik mampu melakukan kerjasama dalam menyelesaikan tugas | Tidak diperlukan tindak lanjut karena kerjasama peserta didik sudah solid |
2 | Keberanian bertanya | Peserta didik sudah berani bertanya dengan baik | Tidak diperlukan tindak lanjut karena peserta didik sudah berani mengungkapkan pendapat |
3 | Kemampuan menyelesaikan masalah | Setelah melakukan revisi presepsi peserta didik mampu menyelesaikan masalah tebukti sudah dapat memahami apa yang diketahui dari soal | Tidak diperlukan tindak lanjut, karena peserta didik sudah mampu menyelesaikan masalah dengan benar |
4 | Presentasi kemampuan | Peserta didik belum mampu melakukan presentasi dengan baik hal ini ditunjukkan ketidak lancaran dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru | Setelah melakukan sharing materi antar kelompok peserta didik lebih lancar dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru |
5 | Aktivitas belajar | Peserta didik belum aktif dalam belajar ditunjukkan ketergantungan pada peserta didik yang lebih mampu | Setelah dilaukan pendistibusian tugas pada peserta didik dengan soal yang sesuai dengan kemampuan masing masing, maka aktivitas belaja peserta didik lebih baik |
Berdasarkan hasil observasi siklus II dan refleksi siklus II dinyatakan bahwa pelaksanaan tindakan siklus II suah sesuai dengan hasil yang diharapkan, semua masalah yang timbul dapat di atasi maka tidak diperlukan lagi rancangan siklus berikutnya, jadi cukup 2 siklus. Dari hasil observasi yag dilakukan oleh kolabolator, beliau memaparkan bahwa pada saat pelaksanaan siklus II berlangsung kondisi kelas sudah kondusif di mana peserta didik sudah dapat mengikuti mata pelajaran yang diberikan dengan seksama. Sehingga proses belajar dan mengajar terlihat matang dan peserta didik akan dapat menyerap materi dengan mudah. Dalam siklus II ini, kondisi siwa sudah dapat berdiskusi dengan baik, berani bertanya dan aktif dalam melakukan tanya jawab dengan guru. Selain itu, peserta didik juga sudah bisa menjawab pertanyaan dengan benar. Di sini sudah terlihat adanya peningkatan prestasi belajar ysng diukur dengan nilai yang diperoleh dari hasil tes yang dilakukan. Semua peserta didik mampu mancapai nilai KBM, sehingga pada siklus II ini dinyatakan adanya peningkatan prestasi belajar pada peserta didik kelas III.
B. Pembahasan Antar Siklus
Pembahasan antar siklus dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan tindakan antar siklus dengan memaparkan perkembangan yang terjadi dan membandingkan hasilnya.
Tabel 4.12
Perbedaan Pelaksanaan Tindakan Kompetesi Dasar materi membiasakan perilaku terpuji menggunakan metode problem solving
No | Kondisi Awal | Siklus I | Siklus II |
Pembelajaran masih menggunakan metode ceramah | Pembelajaran menggunakan metode Problem Solving | Pembelajaran menggunakan metode Problem Solving yang disempurnakan | |
Teacher Centre Oriented, yaitu belajar berpusat pada guru yang mengacu pada ketuntasan materi semata | Belajar berpusat pada peserta didik | Belajar berpusat pada peserta didik secara kooperatif, komunikatif dan inovatif | |
Produk Oriented, yaitu menitik beratkan pada hasil akhir | Pembelajaran menitik beratkan pada proses belajar | Pembelajaran menitik beratkan pada proses belajar eksploratif berdasarkan pemecahan masalah | |
Belum menggunakan media pembelajaran | Belum menggunakan media pembelajaran | Menggunakan media pembelajaran yang modern dan lebih menarik | |
peserta didik terbiasa menghafal kan jawaban daripadapenyelesaian masalah | Menyajikan soal yang berkaitandalam kehidupan sehari hari | Menyajikan soal yang bervariasi sesuaikemampuan peserta didik yang berkaitan dalam kehidupan sehari hari. | |
Pembelajaran hanya berlangsung dikelas dan peserta didik hanya mencatat materi yang diberikan | Pembelajaran masih berlangsung dikelas namun peserta didik sudah mulai aktif dalam proses pembelajaran | Pembelajaran yang dilakukan berlangsung dikelas dan berlangsung diluar lingkungan kelas, peserta didik mempraktikkan penerapan materi belajar secara langsung dilingkungan |
Dengan adanya perbedaan pelaksanaan antar siklus, ternyata berpengaruh pula terhadap hasil yang diperoleh. Hasil perolehan itu dapat dilihat pada tabel rekap hasil pelaksanaan tindakan hasil antar siklus.
Tabel 4.13
Rekap Hasil Pelaksanaan Tindakan Antar Siklus
No | Kondisi Awal | Siklus I | Siklus II |
Ketuntasan Klasikal 33,33% (7 peserta didik) | Ketuntasan Klasikal 57,14% (12 peserta didik) | Ketuntasan Klasikal 100% (21 peserta didik) | |
Belum menggunakan metode problem solving | Penerapan metode problem solving secara sederhana | Penerapan metode problem solving secara lengkap menggunakan media pembelajaran | |
Kemampuan menjawab soal dengan predikat sangat baik dan baik 33,33% | Kemampuan menjawab soal dengan predikat sangat baik dan baik 57,14% | Kemampuan menjawab soal dengan predikat sangat baik dan baik 100% | |
Nilai rata rata 56,67% | Nilai rata rata 72,62% | Nilai rata rata 83,57% |
Peningkatan nilai trtinggi, terendah dan rata-rata kelas pra siklus, siklus I, siklus II dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.14
Perbandingan Nilai Rata-rata, Tertinggi dan Terendah
Siklus I dengan Siklus II
No | Keterangan | Pra Siklus | Siklus I | Siklus II |
Nilai Tertinggi | 90 | 90 | 100 | |
Nilai Terendah | 10 | 30 | 75 | |
Nilai rata-rata | 56,67 | 72,62 | 83,57 |
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa nilai tertinggi yang diperoleh pada saat pra siklus yaitu 90, kemudian pada siklus I nilai tertinggi masih sama dalam angka 90 dan pada siklus II nilai tertinggi yang diperoleh yaitu 100. Menunjukkan adanya peningkatan perolehan nilai dari nilai 90 mengalami peningkatan menjai 100. Dari nilai terendah yang diperoleh pada pra siklus yaitu 10 kemudian meningkat pada siklus I menjadi 30 serta mengalami peningkatan yang signifikan pada siklus II yaitu 75. Pada nilai rata-rata dapat dilihat bahwa nilai ketuntasan minimal yang diperoleh oleh peserta didik kelas III pada saat pra siklus hanya mencapai 56,67% kemudian meningkat menjadi 72,62% padasiklus I dan meningkat secara signifikan pada siklus II menjadi 83,57%.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Pada peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kupang tahun pelajaran 2019/2020 yang dilakukan dalam dua siklus dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran dengan metode Problem Solving dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam peserta didik pada materi beriman kepada Allah SWT, yang di buktikan dengan adanya kenaikan prestasi belajar peserta didik yang mendapat nilai sama atau lebih tinggi dari KBM.
Pada kondisi awal peserta didik yang mendapat nilai sama atau di atas KBM 75 yang tuntas ada 7 orang (33,33%) dan yang belum tuntas 14 orang (66,67%), siklus I yang mencapai ketuntasan belajar 12 orang (57,14%) dan peserta didik yang belum tuntas 9 orang (42,86%), sedangkan pada siklus II yang mencapai ketuntasan belajar adalah sebanyak 21 orang (100%), pada siklus II ini semua peserta didik mampu mencapai nilai sama dengan KBM atau di atas KBM. Nilai rata-rata pra siklus = 56,67, nilai rata-rata siklus I = 72,62, nilai rata-rata siklus II = 83,57 lebih tinggi 3,57% dari ketentuan target tuntasnya yaitu 80,00%
B. Saran
Mengingat pembelajaran dengan metode problem solving dapat meningkatkan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam dan dibuktikan maka metode problem solving ini dapat dijadikan salah satu alternative metode belajar mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, 2002. Psikologi Sosial, Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmad Munjin nasih & Lilik Nur Kholidah, 2013. Metode dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Bandung : PT Refika Aditama.
Ahmad Tafsir, 2005. Penilaian Hasil Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam.Surabaya : Usaha Nasional.
Bawani, 1993. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.
Departemen Agama, 2011. Al Qur’anu Karim. Bandung : Hilal.
Drajat, 1992. Pendidikan Kesehatan di Sekolah Semarang : IKIP Semarang.
Ihsan, 1996. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Kunandar, 2007. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Khoiriyah, 2014. Menggagas Sosiologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Teras
Muhibbin Syah, 1999. Psikologi Pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya
Ngalim Purwanto, 2000. Psikologi Pendidikan, Bandung : Rosdakarya. Pujowiyatno, 2001. Kamus Indonesia-Inggris, Jakarta : Gramedia.
Prof. Dr. H Jalaludin, 2016. Pemdidikan Islam, Depok : PT Grafindo Persada.
Prof . Dr. Wina Sanjaya, 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Bandung : Prenada Media Grup.
Ramaliyus, 2005, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
S.Margono,2000. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta.
Sadirman A.M, 2005, Interaksi Dan Motivasi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Sahertian, 2000, Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Samsul Nizar, 2002, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Pers..
Sudarto, 1996. Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo.
Suharsimi Arikunto, dkk., 2007. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi
95
Aksara.
Suharsimi Arikunto, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta.
Suharsimi, Arikunto, 1989. Prosedur Peneliti Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Bina Aksara.
Sumadi Suryabrata, 2002. Psikologi Pendidikan, Jakarta : P.T.Rajawali Press.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2006. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah, 2002. Psikologi Belajar, Jakarta : P.T.Rineka Cipta.
Syeikh Mustafa Al Ghulayaini, 1949. Idhatun Nasyi`in, Beirut : Mansyuriah.
Wasty Soemanto, 2002. Psikologi Pendidikan, Landasan kerja Pemimpin Pendidikan Jakarta: Rineka Cipta.
Zainal Aqib, 2007. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rama Widya.
Zakiah Daradjat, 2001. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta : Bulan Bintang.
Zakiah Daradjat, 1996. Ilmu Pendidikan Islam, Jakata : Bumi Aksara.
Zakiah Darajat, 2002. Kesehatan Mental, Jakarta : Gunung Agung.