Rabu, 06 April 2016

KOMPETENSI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWAS PANDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN



 KOMPETENSI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGAWAS DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN PANDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 DAN SMP NEGERI 14 KOTA KUPANG


Oleh: Abdulchalid Badarudin


BAB I
PENDAHULUAN


A.   Konteks Penelitian 
Masih minimnya jumlah pengawas PAI di Nusa Tenggara Timur menyebabkan tugas pengawas masih belum maksimal. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, Kepala Bidang PAI Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur Drs. H. Husen Anwar meminta kepada Seksi pendidikan Islam Kantor Kementerian Agama se-Nusa Tenggara Timur untuk mendata guru PAI yang berminat untuk menjadi calon pengawas PAI Tahun 2015. Berdasarkan surat tersebut, ada beberapa syarat pengajuan yang harus dilengkapi untuk diajukan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di antaranya adalah berstatus guru aktif dengan melampirkan surat keterangan dari kepala sekolah, melampirkan foto copy ijazah pendidikan minimal S1 yang dilegalisir. Selain itu, melampirkan surat keterangan keterampilan keahlian bidang kepengawasan, pangkat golongan minimal III/c, usia paling tinggi 55 tahun, surat keterangan lulus calon seleksi pengawas dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur, surat keterangan STTPP dari Pusdiklat Jakarta, melampirkan surat keterangan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) 2 tahun terakhir. Usulan juga dilengkapi dengan melampirkan foto copy SK terakhir, kartu pegawai dan sertifikat pendidik yang dilegalisir, serta surat permohonan untuk diangkat sebagai pengawas PAI dari guru yang bersangkutan ditujukan kepada kepala sekolah. Kemudian rekomendasi dari kepala sekolah dengan persetujuan Pokjawas PAI.
Bagi guru yang diangkat oleh Dinas Pendidikan, maka harus melampirkan rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, kemudian diajukan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memperoleh rekomendasi dan selanjutnya di SK-kan oleh Walikota/Bupati. Sementara bagi guru PAI yang diangkat oleh Kementerian Agama, maka harus melampirkan rekomendasi dari Kementerian Agama Kabupaten/Kota kemudian diajukan ke Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk memperoleh Surat Keputusan.
Disebabkan guru PAI  di wilayah kerja Kementerian Agama Kota Kupang dan beberapa Kabupaten lainnya belum memenuhi syarat untuk diusulkan menjadi pengawas PAI terutama belum memperoleh sertifikat pendidikan dan pelatihan pengawas, maka Bidang PAI Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur menyelenggarakan pendidikan dan latihan pengawas pada tahun 2015 di Asrama Haji Transit Kupang. Seksi Pendidikan Islam Kementerian Agama Kota Kupang juga mengirim guru PAI yang berada di wilayah kerjanya, baik guru PAI di sekolah umum maupun dari madrasah.  
Pada Kementerian Agama Kota Kupang sendiri mengalami kekurangan pengawas PAI. Akibatnya, monitoring dan kepengawasan di sekolah jarang dilakukan. Ini disebabkan oleh jumlah pengawas PAI hanya dua orang, sedangkan jumlah sekolah binaan tingkat SMP/MTS ditambah SMA/MA/SMK sebanyak 102 sekolah. Diperparah lagi dua orang pengawas tersebut Drs. Nurdin Halamai dan Mahben Ghafar, S.Ag telah pensiun sejak tahun 2015 lalu.  Dan sampai sekarang pengawas PAI mengalami kefakuman. Kekosongan ini diharapkan tidak sampai  berlarut-larut, sebab akan berkembang kebijakan di tingkat bawah menafsirkan aturan yang ada. Sedangkan Kementerian Agama Kota Kupang menetapkan jumlah guru PAI untuk mengikuti pendidikan dan latihan kepengawasan yang diselenggarakan oleh Bidang Pendidikan Islam Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak representativ dengan jumlah sekolah binaan yang berada di Kota Kupang. Guru yang diutus untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kepengawasan antara lain:
1.        Dra. Hj. Nurni, M.Pd.I dari tingkat SMP (guru PAI di SMP Negeri 5 Kota Kupang).
2.        Samiun Hamid, M.Pd.I dari tingkat SMA/SMK/MA (guru PAI di SMA Negeri 2 Kupang).
3.        Drs. Din Hamja, M.Ag dari tingkat SMA/SMK/MA (guru Sejarah Kebudayaan Islam di Madrasah Aliyah Negeri Kupang).
Dari jumlah guru yang ditetapkan oleh Kementerian Agama Kota Kupang tersebut tidak memenuhi target jumlah sekolah dan madrasah di Kota Kupang. Jelas penetapan ini tidak mempertimbangkan rasio jumlah sekolah dan madrasah. Sekolah/madrasah tingkat SMP di Kota Kupang berjumlah 58 (lima puluh delapan) baik berstatus negeri maupun swasta. Belum lagi kedua pengawas PAI tersebut harus merangkap pada tugas kepengawasan pada tingkat SMA/SMK/MA sebanyak 44 sekolah, sedangkan jumlah pengawas PAI hanya 2 orang. Jumlah sekolah/madrasah keseluruhan yang menjadi tanggung jawab Pengawas PAI Kota Kupang adalah sebanyak 102 sekolah. Jadi secara kuantitatif rasio adalah 1:51. Ini menunjukkan angka kuantitatif yang sangat jauh bila merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi nomor 21 tahun 2010 pasal 6 ayat 2 point (b) bahwa “Untuk SMP/MTs dan SMA/MA/SMK/MAK paling sedikit 7 satuan pendidikan dan atau 40 (empat puluh) guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran”.
Inilah salah satu penyebab pelaksanaan tugas dan beban kerja pengawas PAI di Kota Kupang sering menjadi sorotan, bukan lantaran kinerja tetapi karena personil yang bertugas tidak sesuai dengan jumlah sekolah binaan. Selain persoalan di atas, Kementerian Agama Kota Kupang selama ini hanya mengangkat pengawas mata pelajaran PAI untuk sekolah dan madrasah. Belum ada pengangkatan pengawas satuan pendidikan dan pengawas bimbingan dan konseling. Hal ini jelas bertentangan dengan pedoman tugas guru dan pengawas yang diterbitkan oleh Dirjen PMPTK tahun 2009 bahwa pengawas terdiri dari pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran atau pengawas kelompok mata pelajaran, pengawas bimbingan dan konseling dan pengawas sekolah luar biasa.
Pengangkatan pengawas madrasah sebagai pengawas satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama Kota Kupang, adalah kebijakan yang tidak menutup pengangkatan pengawas PAI . Hal ini mengemuka ketika ada pendapat dari kalangan internal Kementerian Agama Kota Kupang yang menjelaskan bahwa hanya ada satu istilah pengawas di lingkungan Kementerian Agama yaitu pengawas madrasah. Pengawas madrasah memang dianggap sebagai solusi bagi pengawas PAI yang tidak berlatar belakang pendidikan atau memiliki sertifikat pendidik agama Islam tetapi menjadi masalah ketika pengawas madrasah tersebut melakukan supervisi akademik pada guru PAI di sekolah umum. Tugas yang dilakukannya menjadi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Jadi kalau mengikuti pola yang diatur oleh PP.74 tahun 2008, Kementerian Agama Kota Kupang sebaiknya mengangkat pengawas madrasah tetapi tetap mempertahankan pengawas PAI yang selama ini bekerja sesuai aturan sebagai pengawas mata pelajaran, sehingga di lingkungan Kementerian Agama Kota Kupang ada pengawas satuan pendidikan dalam bentuk pengawas madrasah dan ada pula pengawas mata pelajaran PAI yang bertugas di sekolah umum. Bahkan akan lebih baik lagi jika mengangkat pengawas bimbingan dan penyuluhan yang bertugas di lingkungan madrasah.
Dalam kaitannya dengan kepengawasan PAI di sekolah binaan tingkat SMP di Kota Kupang, maka masalah mutu pembelajaran PAI menjadi masalah yang relevan sekali untuk dibahas. Mutu pembelajaran PAI sering diartikan sebagai jasa pendidikan yang sesuai dengan kriteria tertentu dalam rangka memenuhi kepuasan anaka didik, orang tua/wali, serta pihak-pihak berkepentingan lainnya. Masalah mutu pembelajaran PAI menjadi hal yang serius karena ternyata anak didik dan orang tua/wali seringkali belum puas dengan layanan yang diberikan oleh sebuah lembaga pendidikan, hal ini dikarenakan dari segi pelayanan masih di bawah pelayanan minimal, terjadinya inefisiensi pemanfaatan sumber daya, adanya kegiatan yang kontraproduktif yang pada ujungnya mengakibatkan tidak tercapainya tujuan PAI di sekolah. Untuk itulah diperlukan suatu pengawasan supaya sebuah lembaga pendidikan yang dalam hal ini sekolah, dapat melayani anak didik dan orang tua/wali sesuai kriteria yang telah ditentukan sehingga pada akhirnya dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan mereka sekaligus menjamin tercapainya tujuan PAI di sekolah.
Ketajaman analisis dan sintesis, ketepatan memberikan treatment yang diperlukan serta komunikasi yang baik antara pengawas PAI dengan setiap individu di sekolah sangat penting. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut diharapkan pengawas PAI dapat menjadi partner kerja yang serasi dengan pihak sekolah dalam memajukan sekolahnya, bukan menjadi seorang pengawas yang menakut-nakuti pihak sekolah. Mengingat beratnya tugas kepengawasan tersebut maka sudah menjadi suatu keharusan bahwa pengawas PAI harus menjadi seorang yang profesional dalam bidangnya, dan untuk tercapainya PAI diperlukan upaya untuk meningkatkan profesionalisme pengawas. Selain berbagai alasan pentingnya peningkatan profesionalisme pengawas PAI seperti di atas maka peningkatan profesionalisme pengawas PAI juga harus dilakukan untuk menjawab tantangan dunia pendidikan yang semakin komplek, serta untuk lebih mengarahkan sekolah ke arah pencapaian tujuan PAI secara efisien. Dalam rangka peningkatan profesionalisme ini maka diperlukan standarisasi kompetensi pengawas PAI sebagai jaminan kesamaan penguasaan kompetensi yang diperlukan dalam hal pengawasan sekolah sehingga sekolah dapat lebih dilayani dan dibina secara efektif, efisien dan produktif.
Salah satu kompetensi yang dimiliki oleh pengawas PAI adalah kompetensi penelitian dan pengembangan. Walaupun Kementerian Agama Kota Kupang sedang menghadapi kefakuman pengawas PAI disebabkan telah pensiun, kemudian jumlah pengawas PAI di Kota Kupang tidak representativ dengan jumlah sekolah binaan, tetapi pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan pengawas PAI di Kabupaten lainnya di Nusa Tenggara Timur. Di antaranya adalah kemampuan melaksanakan penelitian dan pengembangan di sekolah binaan dalam rangka memperbaiki mutu pembelajaran PAI. Pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang boleh dikatakan sebagai agent of change bagi kemajuan sekolah binaannya. Kemampuan metodologi dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan yang dimiliki pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang sanggup memberikan tindakan untuk memperbaiki permasalahan yang ada di sekolah binaannya.
Di samping sebagai agent of change, tuntutan karier kenaikan pangkat dan golongan bagi pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Ditambah lagi dengan kondisi kepala sekolah dan guru PAI yang belum memahami tentang Penelitian Tindakan Sekolah dan Penelitian Tindakan Kelas sehingga memotivasi pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang untuk memahami dan menguasai tentang penelitian. Hasil wawancara dengan salah seorang pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang yang telah pensiun Mahben Ghafar, S.Ag menyatakan bahwa hampir  95 % kepala sekolah tidak bisa membuat Penelitian Tindakan Sekolah sebagai karya ilmiah. Begitupun guru PAI. Hasil wawancara ini juga diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Nitiasih (2009) bahwa 85% guru dan 90% kepala sekolah tidak mampu menemukan masalah yang dapat dijadikan Penelitian Tindakan Sekolah dan Penelitian Tindakan Kelas bagi guru. Kenyataan tersebut disupport oleh hasil dari FGD (Focused group discussion) yang dilakukan oleh Rinjin dkk (2008) dengan para guru, yang mana diperoleh informasi bahwa guru sesungguhnya sering dikirim oleh pihak sekolah untuk mengikuti pelatihan-pelatihan atau seminar tentang Penelitian Tindakan Kelas atau topik-topik yang lain demikian juga dengan kepala sekolah sering mengikuti pelatihan Penelitian Tindakan Sekolah, tetapi para guru mengakui bahwa model pelatihan lebih banyak memfokuskan pada kajian teoritis dan kurang penyajian contoh-contoh kongkret sehingga ketika selesai mengikuti pelatihan mereka tidak memahami dengan baik konsep yang telah diajarkan dan ketika kembali ke sekolah mereka tidak mampu melakukan penelitian. Ini disebabkan para guru memerlukan pelatihan-pelatihan yang menyangkut hal-hal yang lebih inovatif yang bisa dipakai guru di kelas. Dalam diskusi dengan responden saat itu, juga didapat informasi bahwa model pelatihan yang sering diberikan kepada mereka lebih banyak teoritis dan kurang penyajian contoh kongkret yang aplikatif.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, kepala sekolah dan guru PAI sebagai orang yang harus tau tentang penelitian terutama Penelitian Tindakan Sekolah dan Penelitian Tindakan Kelas perlu diberikan pelatihan dengan cara yang lebih praktis sehingga mereka mampu menganalisis dan menemukan masalah-masalah yang cocok dipergunakan sebagai masalah penelitian di Sekolah. Dengan melihat hasil penelitian Nitiasih (2010) bahwa model pelatihan ‘Reflective’ mampu meningkatkan kemampuan peserta pelatihan dalam membuat proposal Penelitian Tindakan Sekolah dan Penelitian Tindakan Kelas maka merupakan suatu keharusan bila para kepala sekolah dan guru PAI tingkat SMP di Kota Kupang diberikan pelatihan dengan cara yang lebih kongkrit yaitu dengan ‘reflective model’ sehingga profesionalisme kepala sekolah dan guru PAI tidak tetap rendah.
Setelah penulis melakukan observasi pra penelitian di lingkungan Kantor Kementerian Agama Kota Kupang, diperoleh sejumlah informasi bahwa keunggulan Pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang dalam melakukan penelitian dan pengembangan kadangkala tidak mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait. Ini menyebabkan ruang gerak para pengawas PAI terbatas, antara lain waktu, tenaga, dan biaya. Pengawas PAI Kota Kupang sebagai pihak eksternal pengendalian mutu pendidikan pada level satuan pendidikan sering dikesampingkan peranannya dalam proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Bahkan, tidak jarang pengawas PAI menjadi pihak pertama yang patut disalahkan ketika terjadi kegagalan dalam hasil pendidikan. Tentunya, hal ini menjadi pertanyaan besar mengapa anggapan dan wacana itu dapat terjadi di kalangan sekolah. Menurut Drs. Nurdin Halamai salah seorang pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang bahwa penjaminan mutu pembelajaran PAI di SMP se-Kota Kupang bukanlah sebatas mencapai  suatu tujuan, akan tetapi suatu proses yang dinamis yang berlangsung terus menerus. Sebuah proses yang menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya. Dalam konsep penjaminan mutu pembelajaran PAI di SMP se-Kota Kupang, proses produksi yang baik diletakkan dan dilekatkan pada tanggung jawab guru PAI sebagai pelaku.
Keadaan di Kantor Kementerian Agama Kota Kupang juga memperlihatkan terjadinya penurunan kinerja pengawas PAI. Selama ini kinerja pengawas PAI menjadi bahan pembicaraan warga sekolah. Hal ini diperparah lagi dengan penugasan pengawas PAI ke sekolah di Kota Kupang yang tidak pernah didukung dengan biaya yang cukup sehingga sebagian beban itu menjadi tanggungan sekolah. Akibatnya wibawa pengawas PAI di sekolah terganggu dengan dampak psikologis. Ditambah lagi dengan kekeliruan kebijakan dari pemerintah dengan memberikan bantuan pendidikan dan pelatihan tentang kegiatan supervisi yang hanya terfokus kepada kepala sekolah saja dengan tanpa mengikutsertakan pengawas PAI. Akibatnya, fungsi monitoring yang dilakukan oleh pengawas PAI semakin tidak bertaring saja di mata sekolah. Terjadinya keterlambatan pengawas PAI merespon dan mengantisipasi kebijakan dan inovasi pendidikan yang  baru, disebabkan fasilitas dan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sangat kurang dalam memberikan program-program yang mendukung dan terlalu menitikberatkan kepada kepala sekolah dan guru. Seharusnya, sebelum kepala sekolah dan guru mengetahui akan kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru, pengawas PAI harus lebih dulu mengetahui dan memahaminya. 
Di sekolah-sekolah umum di Kota Kupang khususnya tingkat SMP, supervisi pendidikan baik akademik maupun manajerial yang dilakukan oleh pengawas PAI dalam rangka menjamin mutu pembelajaran sangat jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh berbagai alasan yang telah diuraikan di atas. Sedangkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan terus berjalan hingga para pengawas PAI tersebut berakhir masa pengabdian alias pensiun. Keunggulan tersebut harus tetap dipertahankan oleh para pengawas PAI yang akan datang kemudian menggantikan pengawas yang telah pensiun. Setidaknya keberhasilan para pengawas PAI yang terdahulu dijadikan teladan dan inspirasi bagi mereka yang datang kemudian.
Penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang dirasakan sangat penting karena merupakan salah satu tujuan untuk menghimpun informasi atau kondisi nyata pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga kependidikan sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan pembinaan, akreditasi, dan tindak lanjut perbaikan mutu belajar siswa di sekolah binaannya. Tujuan lanjut adalah bermanfaatnya hasil akreditasi untuk melakukan perbaikan mutu pembelajaran. Target puncak adalah berkembangnya proses perbaikan mutu secara berkelanjutan; meningkatnya kebiasaan melaksanakan tugas sejak awal dengan mutu yang terukur, dan membiasakan tiap tahap pekerjaan jelas pula mutunya. Dengan demikian meningkat pula kejelasan pengaruh pelaksanaan tugas profesi pengawas PAI terhadap hasil belajar siswa. Pada akhirnya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pengawas PAI dapat menumbuhkan budaya mutu karena mutu itu adalah budaya yang selalu menjunjung target yang tinggi pada setiap langkah kegiatan.
Selain itu kendala yang dihadapi oleh pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang adalah manajemen sekolah, baik yang bersifat keorganisasian atau individu-individu dalam hal ini guru PAI di sekolah, masalah dalam pembelajaran, maupun masalah dalam pemberdayaan masayarakat. Masalah dalam pembelajaran merupakan pengelolaan sekolah yang muncul akibat kurangnya guru PAI yang profesioanal terutama dalam merencanakan dan mempersiapkan proses belajar mengajar dengan baik, cara mengajar yang monoton atau kurang variatif, minimnya sumber belajar yang dibutuhkan, kurangnya kemampuan guru PAI dalam menilai hasil belajar, rendahnya kemampuan atau kompetensi guru PAI dalam pembelajaran, rendahnya minat  siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar, kurangnya motivasi guru PAI dalam bekarja, tidak tersedianya ruang belajar yang dibutuhkan, serta fasilitas pembelajaran yang tidak memadai.
Dengan berbekal kompetensi penelitian dan pengembangan inilah diharapkan seorang pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang bisa tampil sebagai pengawas yang berkompeten dan profesional. Dengan tampil sebagai pengawas PAI yang berkompeten dan profesional maka tujuan selanjutnya adalah dapat memberikan kontribusi pada peningkatan mutu pembelajaran PAI di sekolah binaan. 
Dengan demikian pengawas PAI dalam mengimplementasikan penelitian dan pengembangan di samping melakukan penelitian untuk dirinya sendiri juga membina guru dalam melakukan penelitian dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran PAI di sekolah.

B.   Fokus Penelitian 
Fokus penelitian ini akan mencoba mengungkapkan bagaimana aktifitas dan peran pengawas PAI di lingkungan Kementerian Agama Kota Kupang dalam melakukan penelitian dan pengembangan pada sekolah binaannya. Kemudian dari hasil penelitian dan pengembangan dapat memberikan sejumlah solusi yang tepat bagi sekolah untuk menjamin pembelajaran yang berkualitas di sekolah binaannya. 
Fokus penelitian di atas apabila diturunkan dan diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut: 
1.        Bagaimana penguasaan pengawas PAI terhadap berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam pendidikan di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang?
2.        Bagaimana kemampuan pengawas PAI dalam menyusun proposal penelitian pendidikan di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang?
3.        Bagaimana pelaksanaan penelitian pendidikan yang dilakukan oleh pengawas PAI di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang?
4.         Bagaimana pengawas PAI memberikan bimbingan kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun pelaksanaannya di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang?

C.   Tujuan Penelitian 
Berdasarkan fokus penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan memberikan interpretasi tentang:
1.        Penguasaan pengawas PAI terhadap berbagai pendekatan, jenis, dan metode penelitian dalam pendidikan di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang.
2.        Kemampuan pengawas PAI dalam menyusun proposal penelitian pendidikan di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang.
3.        Pelaksanaan penelitian pendidikan yang dilakukan oleh pengawas PAI di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang.
4.         Bimbingan pengawas PAI kepada guru tentang penelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun pelaksanaannya di SMP Negeri 4 dan 14 Kota Kupang.

D.  Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah kontribusi baik secara teoritis maupun praktis. 
1.        Manfaat Teoritis
1.1    Sebagai bahan utama dalam pengembangan konsep tentang penelitian dan pengembangan pengawas PAI di lingkungan Kementerian Agama Kota Kupang sekaligus mengembangkan sistem pembelajaran PAI di sekolah tingkat SMP di Kota Kupang secara utuh.
1.2    Sebagai penguat teori tentang penelitian dan pengembangan seorang pengawas PAI di sekolah binaannya agar pembelajaran PAI bisa tercapai.
1.3    Sebagai penguat konsep tentang pentingnya forum Kelompok Kerja pengawas PAI secara formal.
1.4    Sebagai penyanggah asumsi awal bahwa pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang kurang professional dalam melaksanakan kompetensinya, namun pada sisi lain pengawas PAI mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan sebagai wujud dedikasi dan tanggung jawabnya.

2.        Manfaat Praktis
2.1    Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam memberikan gambaran menyeluruh kepada pihak berwenang di bidang pendidikan yang terkait terutama Kementerian Agama Kota Kupang tentang bagaimana peran dan kinerja pengawas PAI dalam melakukan penelitian dan pengembangan dalam rangka menjamin mutu pembelajaran di sekolah binaannya.
2.2    Memberikan gambaran bagaimana peran Kelompok Kerja Pengawas terhadap peningkatan kompetensi dan kinerja pengawas PAI, peningkatan kemampuan dan unjuk kerja pengawas PAI yang berujung pada peningkatan mutu sekolah. 
2.3  Sebagai literatur pembanding atau literatur tambahan bagi pengawas PAI dalam upaya mengembangkan penelitiannya.
2.4  Sebagai motivasi bagi pengawas PAI tingkat SMP di Kota Kupang untuk secara terus-menerus melaksanakan penelitian dan pengembangan rangka meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah binaannya.
2.5  Sebagai tambahan literatur perpustakaan di sekolah tingkat SMP di Kota  Kupang dan Kementerian Agama Kota Kupang.
2.6  Sebagai acuan bagi guru PAI tingkat SMP di Kota Kupang dalam mengeksplorasikan pembelajaran PAI.
2.7  Sebagai salah satu masukan dan informasi pendukung atau pelengkap bagi guru PAI dalam proses evaluasi pembelajaran PAI.
2.8  Sebagai rujukan bagi praktisi pendidikan dalam mengambil sikap untuk memutuskan kebijakan dalam mengembangkan pembelajaran PAI di sekolah.

E. Defenisi Istilah 
Agar dapat memberikan pemahaman kepada para pembaca dan tidak membias dalam memahami penulisan ini, penting kiranya penulis memberikan penegasan istilah sebagai berikut:
1.        Kompetensi
Menurut UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan: pasal 1 ayat 10 “Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan”. Secara sederhana kompetensi diartikan seperangkat kemampuan yang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keterampilan yang harus dimiliki dan dimiliki seseorang dalam rangka melaksanakan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab pekerjaan dan/jabatan yang disandangnya. Nasution (2007:87) menyatakan bahwa kompetensi harus mencakup lima dimensi, yakni :
o    Task skills; mampu melakukan tugas per tugas.
o    Task management skills; mampu mengelola beberapa tugas yang berbeda dalam pekerjaan
o    Contingency management skills; tanggap terhadap adanya kelainan dan kerusakan pada rutinitas kerja.
o    Environment skills/job role; mampu menghadapi tanggung jawab dan harapan dari lingkungan kerja/beradaptasi dengan lingkungan.
o    Transfer skills; Mampu mentransfer kompetensi yang dimiliki dalam setiap situasi yang berbeda (situasi yang baru/ tempat).
Inti dari definisi kompetensi yang dipahami selama ini adalah mencakup penguasaan terhadap 3 jenis kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, teknologi) dan sikap perilaku (attitude). Sekarang ini banyak buku yang mengulas kompetensi dilihat dari tiga aspek kecerdasan manusia yang harus dikembangkan secara utuh dan seimbang, yaitu: kecerdasan intelek/kecerdasan rasional (Intellectual Quotient/IQ), kecerdasan emosional (Emotional Quotient/EQ) dan kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient/SQ) dengan SQ yang menjadi pondasinya.
Jadi, kompetensi adalah sebuah pernyataan terhadap apa yang seseorang harus lakukan di tempat kerja untuk menunjukan pengetahuannya, keterampilannya dan sikap sesuai dengan standar yang ditetapkan.

2.        Penelitian dan Pengembangan
Menurut Gay (1990:98) penelitian dan pengembangan adalah suatu usaha untuk mengembangkan suatu produk yang efektif untuk digunakan sekolah, dan bukan untuk menguji teori. Sedangkan Borg and Gall (1983:772) mendefinisikan penelitian dan pengembangan adalah “proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pemikiran. Langkah-langkah dari proses ini biasanya disebut sebagai siklus R & D, yang terdiri dari mempelajari temuan penelitian yang berkaitan dengan produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan ini, bidang pengujian dalam pengaturan di mana ia akan digunakan akhirnya dan merevisinya untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan dalam tahap mengajukan pengujian. Dalam program yang lebih ketat dari R & D, siklus ini diulang sampai  bidang-data uji menunjukkan bahwa produk tersebut memenuhi tujuan perilaku didefinisikan”.
Seals dan Richey (1994) mendefinisikan “penelitian dan pengembangan sebagai suatu pengkajian sistematik terhadap pendesainan, pengembangan dan evaluasi program, proses dan produk pembelajaran yang harus memenuhi kriteria validitas, kepraktisan, dan efektifitas”. Sedangkan Van den Akker dan Plomp (1993:67) “mendeskripsikan penelitian dan pengembangan berdasarkan dua tujuan yakni pengembangan prototipe produk, perumusan saran-saran metodologis untuk pendesainan dan evaluasi prototipe produk tersebut”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian dan pengembangan adalah suatu proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan. Produk yang dihasilkan antara lain bahan pelatihan untuk guru, materi belajar, media, soal, dan sistem pengelolaan dalam pembelajaran.




3.        Pengawas PAI
Menurut Mc. Ahsan (2009:98) pengawas PAI adalah “jabatan professional yang dimiliki oleh seorang pengawas dalam bidang PAI , yang harus melalui program pendidikan profesi pengawas sekolah”. Pasal 39 dan 41 UU nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional “pengawas sekolah merupakan jabatan strategis dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Pengawas yang merupakan tenaga kependidikan mempunyai tugas pokok menilai dan membina penyelenggaraan pendidikan pada sejumlah sekolah yang menjadi tanggungjawabnya”.
Dengan demikian, pengawas PAI di sekolah sebenarnya berfungsi sebagai penjamin terwujudnya proses pembelajaran di sekolah. Lebih tegasnya pengawas PAI di sekolah memiliki tugas dan fungsi yang sangat menentukan dalam pengendalian mutu, kontrol proses dan evaluasi kinerja guru.

4.        Mutu Pembelajaran PAI
Abdul Majid dan Dian Andayani, (2005:192) menyatakan bahwa “dalam menghadapi tantangan global, maka pembelajaran PAI harus ditingkatkan mutunya, materi PAI tidak hanya persoalan keagamaan secara sempit namun juga menyentuh wilayah sosial. Maka perlu ada reiorentasi wawasan PAI yang kontekstual.
Menurut Abdurahman Assegaf (2003:98) bahwa “setidaknya ada empat orientasi wawasan PAI yang relevan. Pertama, PAI berwawasan kebangsaan. Kedua, PAI berwawasan demkratis. ketiga, PAI berwawasan HAM. Keempat, PAI berwawasan pluralism. Dalam jangka panjang, keempat wawasan PAI di atas diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata dalam mengurangi problematika ekonomi, moral, sosial, dan politik bangsa Indonesia”.
Dalam pelaksanaannya, diakui PAI mengalami banyak tantangan di antaranya; minimnya jam pelajaran yang diberikan. Dalam waktu yang singkat itu, guru harus menyampaikan materi yang cukup padat terhadap peserta didik. Maka diperlukan suatu pendekatan yang efektif agar materi PAI dapat disampaikan secara bermakna, sehingga dapat mengoptimalkan sedikitnya jam mata pelajaran di sekolah. Dalam hal ini, ada beberapa pendekatan yang digunakan baik itu pada tingkat sekolah dasar maupun menengah, yakni:
o    Pendekatan keimanan, yaitu memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan pemahaman adanya tuhan sebagai sumber kehidupan makhluk dialam ini.
o    Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman ibadah dan akhak dalam menghadapi tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan.
o    Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepaa peserta didik untuk membiasakan sikap dan perilaku yang sesuai dengan ajaran Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan.
o    Pendekatan rasional yaitu memberikan peran pada akal peserta didik dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dan buruk dalam kehidupan.
o    Pendekatan emosional yaitu upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa.
o    Pendekatan fungsional yaitu menyajikan bentuk semua standar materi (Al-Qur’an, keimanan, akhlak, fiqih, dan tarikh) dari segi manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti yang luas.
o    Pendekatan keteladaan yaitu menjadikan figure guru agama dan non agama serta semua pihak sekolah sebagai cermin manusia yang berkepribadian.
Dalam pelaksanaan di lapangan, materi PAI tidak hanya disampaikan terkait dengan aspek-aspek kognitif dan psikomotorik saja, tetapi juga dari aspek efektif. Padahal hal yang cukup penting terkait dengan pembinaan sikap dan cita rasa beragama terkait dengan aspek efektif. Seharusnya aspek ini mampu terpatri dalam diri peserta didik. Sehingga sebagai solusi yakni melalui keteladanan atau peragaan hidup secara riil serta penciptaan suasana yang religius di sekolah umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar