Rabu, 06 April 2016

Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Membangun Keharmonisan Guru dan Pegawai di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara




Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Membangun Keharmonisan Guru dan Pegawai di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Konteks Penelitian
Kedudukan dan posisi kepala sekolah dalam lembaga pendidikan sangatlah
sentral. Dikatakan sangat sentral karena kepala sekolah menjadi tonggak utama yang menahkodai perjalan sebuah lembaga pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuannya. Jadi, maju tidaknya sebuah lembaga pendidikan tentu ada di tangan kepala sekolah. Sekolah dapat berakibat fatal, dalam artian tidak dapat menghasilkan output berkualitas jika pemimpin dalam sekolah tersebut tidak mempunyai skill kepemimpinan yang baik. Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan seorang kepala sekolah harus mempunyai keahlian dalam membangun keharmonisan di dalam sekolah.Sehingga kepala sekolah dapat mempengaruhi bawahannya untuk berbuat dan bertindak dalam rangka mewujudkan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan bersama.
Mohyi (1999:175) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan mempengaruhi, mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan bawahan untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan”.Jika dikolaborasikan maka kepemimpinan dapat dimaknai sebagai sebuah kemampuan kepala sekolah dalam mempengaruhi, mengorgasnisir, menggerakkan dan mengarahkan para guru, staf, karyawan dan lainnya untuk bertindak dan melakukan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Wahab,2008: 132). Suetopo dan Suemanto (1999:9) kepemimpinan mengandung arti kemampuan atau daya untuk menggerakkan pelaksana pendidikan agar tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Dikatakan juga bahwa sebagai pemimpin pendidikan kepala sekolah menghadapi tanggung jawab yang berat, untuk itu ia harus memiliki persiapan memadai. Fungsi utama kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan situasi belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan murid dapat belajar dengan baik.
Kholis (2003:167) model kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Model kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang konsisten yang ditunjukkan oleh pemimpin dan diketahui oleh pihak lain ketika pemimpin berusaha mempengaruhi kegiatan-kegiatan orang lain. Model kepemimpinan juga merupakan pola tingkah laku seorang pemimpin dalam proses mengerahkan dan mempengaruhi para pekerja.Kepalasekolah dalam pengelolaan organisasi sekolah secara tidak langsung telah memperaktekkan salah satu model kepemimpinan dalam teori yang ada. Model kepemimpinan manakah yang paling tepat diterapkan masih menjadi pertanyaan. Karakteristik sekolah sebagai organisasi pendidikan akan berpengaruh terhadap keefektifan model kepemimpinan yang diterapkan. Sebuah organisasi hanya akan bergerak jika kepemimpinan yang ada di dalamnya berhasil dan efektif. Model kepemimpinan banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku bawahannya. Istilah model secara sederhana adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin di dalam mempengaruhi parapengikutnya. Kepemimpinan suatu organisasi perlu mengembangkan staf dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktivitas yang tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan model kepemimpinannya.
Model kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Pada dasarnya, ada tiga model kepemimpinan seperti yang dikembangkan oleh Lippit, dan White yaitu: otokratik/otokrasi, demokratik, dan laissez-faire.Motivasi merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Perannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar dan mengajar. Siswa dan guru yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar mengajar (Sardiman, 1986:73-75).
Motivasi adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas tertentu dan untuk tujuan terhadap situasi disekitarnya (Mustaqim dan Wahib, 2001:72). Sebagai salah satu komponen dalam belajar mengajar (PBM), guru memiliki posisi yang sangat menentukan keberhasilan pembelajaran dalam merancang, mengelola, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran (Usman, 2007:7). Kepala sekolah juga memiliki kedudukan sebagai figur sentral dalam meningkatkan proses belajar mengajar. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Oleh karena itu, kepala sekolah senantiasa memberikan motivasi,dorongan,menumbuhkan semangat kepada guru dengan demikian ada rasa termotivasi sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Hamzah (2008:63) mengatakan bahwa motivasi dapat dipandang sebagai energi dalam diri seseorang yang ditandai oleh munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Pernyataan ini mengandung pengertian tiga pengertian yaitu bahwa motivasi mengawali perubahan energi dalam diri setiap individu, motivasi relevan dengan persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia, dan motivasi dirangsang karena adanya tujuan.  Kepemimpinan kepala sekolah harus menggerakkan bawahannya (guru) dalam mengerjakan tugas, mampu memotivasi guru sehingga guru akan memusatkan seluruh tenaga dan perhatiannya untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Kepala Sekolah harusmenjalin komunikasi aktif dan setiap saat mengadakan evaluasi terhadap tugas pengajaran yang telah dilakukan oleh guru. Hal ini dapat tercermin dari pola kepemimpinan yang ditunjukkan oleh kepala sekolah kepada bawahannya. Perilaku pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok atau bawahannya dalam mengarahkan dan memotivasiindividu untuk bekerja sama dalam kelompok dalam rangka mewujudkan tujuan Sekolah. Psikologi kepemimpinan menyatakan bahwa fungsi utama seorang pemimpin adalah mengembangkan sistem motivasi yang efektif, agar para pengikut (bawahan) mau bekerja sesuai dengan yang diperintahkan oleh pimpinan yang bersangkutan. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah mampu melakukan stimulasi atau rangsangan terhadap pengikut atau bawahannya sedemikian rupa agar dapat memberikan sumbangan positif bagi tujuan organisasi, disamping memuaskan kebutuhan-kebutuhan pribadinya.Selain motivasi guru yang ditingkatkan keharmonisan guru juga harus mendapat perhatian yang lebih. Di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara merupakan wajah pluralisme, artinya dari unsur siswa, pegawai sampai pada unsur guru beraneka ragam, baik pada aspek kesukuan, tradisi, bahkan agama.
Berdasarkan studi pendahuluan kepala SMAN 1 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara memiliki strategi dalam membangun keharmonisan dan kekompokan tim guru dan pegawai SMAN 1 Tanjung Selor, tercatat Jumlah guru dan pegawai sebanyak 65 orang dengan 9 orang beragama Kristen dan 56 beragama Islam. Program keharmonisan ala kepala SMAN 1 Tanjung Selor adalah berupa program anjangsana. Program ini merupakan  instruksi langsung dari kepala sekolah yang dilaksanakan 1 bulan sekali, setelah gajian dengan cara bergiliran dari rumah satu kerumah lainnya setiap bulan. Kepala sekolah juga ikut berpartisipasi pada acara kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh para guru dan pegawainya, baik pada acara-acara formal sekolah maupun acara hari-hari besar agama yang dilaksanakan oleh masing-masing guru atau pegawai yang ada. Dari partsisipasi kepala sekolah terhadap kegiatan guru dan pegawai menunjukkan bahwa kepala sekolah tidak pernah membeda-bedakan agama, karena itu kerja sama tim SMAN 1 Tanjung Selor, sangat kompak dalam berbagai kegiatan lebih-lebih dalam membangun kebersamaan yang ada untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada,  (wawancara dengan Nurjannah guru yang beragama Islam SMAN 1 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara pada tanggal 17 oktober 2015).
Berbeda dengan kepala SMA 2 Tanjung Selor Berdasarkan studi pendahuluan kepala SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara memiliki strategi tersendiri dalam membangun keharmonisan dan kekompokan tim guru dan pegawai sekolahnya, tercatat Jumlah guru dan pegawai sebanyak 20 orang,  13 Beragama Islam dan 7 orang beragama Kristen. salah satunya strategi dalam membangun keharmonisan dengan system dilegatif kepanitian guru dan pegawai. Guru dan pegawai sama-sama diberi kewenangan dalam sebuah kepanitian di sekolah, misalnya jika ketua panitianya beragama Islam maka anggotanya yang beragama lain, sebaliknya jika ketuanya beragama lain maka anggotanya dari Islam, hal ini biasanya dilaksanakan pada acara kegiatan formal sekolah dan kegiatan hari-hari besar kegamaan. Selain itu kepala SMAN 2 menjadi tempat konsultasinya para guru yang berlainan agama, hal ini ditunjukkan oleh kepala sekolah yang selalu menjadi curahan hati para guru dan pegawai karena kepala sekolah selalu menjemput persoalan-persolan yang dihadapi oleh anak buannya (wawancara dengan Santo Dungau, S.Pd Guru yang beragama Kristen SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara pada tanggal 19 Oktober 2015).
Selain studi pendahuluan diatas ada penelitian yang relevan dengan peran dan kepimimpinan kepala sekolah dan telah banyak dikaji baik oleh peneliti maupun praktisi pendidikan, adapun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yang ditulis oleh :
1.       Penelitian Tesis Moh. Arifin (1993: 21), judul penelitian performensi kerja guru dan karyawan SMA Negeri di Kota Administrasi Jember ditinjau dari model kepemimpinan kepala sekolah,penelitian ini terfokus pada hubungn antara model kepemimpinan kepala sekolah dengan performensi kerja guru dan karyawan serta membahas beberapa model kepemimpinan. Walaupun penelitian ini mengungkap Model kepemimpinan,namuntidakada kaitannya dengan pengembangan profesionalisme guru.
2.       Penelitian Tesis yang dilakukan oleh Sri Puji Astuti (2002: 19), judul penelitian tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan pembinaan profesionalisme guru (studi kasus) SDN Bumiayu Batu Malang. Penelitian yang dilakukan lebih difokuskan pada persepsi guru terhadap pembinaan profesionalisme guru, serta membahas tentang faktor pendukung dan faktor penghambat yang harus dihadapi oleh kepala sekolah dalam meningkatkan profesioanlisme guru. Penelitian ini dilakukan di SD negeri yang berbeda dengan lokasi penelitian yang akan peneliti lakukan. Sedangkan dalam penelitian ini di fokuskan pada model kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi kerja guru.
3.       Penelitian Sri Rahmi (2003: 23), tentang kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru (studi kasus di MAN 1 Malang). Penelitian ni terfokus pada Model kepemimpinan yang demokratis dengan menggunakan strategi Colaborative dalam meningkatkan profesionalisme guru. Sedangkan dalam penelitian ini di fokuskan pada model kepemimpinan, kepala memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman kebutuhan bersosialisasi memenuhi kebutuhan penghargaan, memenuhi kebutuhan aktualisasi dalam meningkatkan motivasi kerja guru dalam meningkatkan motivasi kerja guru.
4.       Penelitian Ratiah (2010: 25), tentang peran kepala sekolah dalam peningkatan motivasi kerja guru di SMP Darul Muhajirin Praya Lombok Tengah. Penelitian ini lebih difokuskan pada peran kepala sekolah baik pada peran sebagai administrator dan supervisor dalam meningkatkan motivasi kerja guru, belum sampai pada aspek model yang pemimpin yang ia perankan. Persamaan pada penelitian ini terletak pada peningkatan motivasi kerja guru baik motivasi secara intrinsik maupun ekstrinsik, sedangkan perbedannya terletak pada model kepemimpinan dan peran kepemimipinanya.
Tabel 1. Peneletian Terdahulu
No
Nama Peneliti
Judul & tahun penelitian
Persamaan
Perbedaan
Orisinalitas Penelitian
1
2
3
4
5
1
Moh. Arifin
(1993), Ferformensi kerja guru dan karyawan SMA Negeri di Kota Administrasi Jember ditinjau dari model kepemimpinan kepala Sekolah
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Performansi kinerja guru dan karyawan
Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Mempengaruhi Performansi Kinerja Guru dan Karyawan
2
Sri Puji Astuti
(2002),
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam meningkatkan Pembinaan Profesionalisme Guru (Studi Kasus ) SDN Bumiayu Batu Malang.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pembinaan profesionalis me guru

Kepemimpinan Kepala Sekolah Mempenagruhi  Peningkatan  Profesinalisme Guru

3
Sri Rahmi (2003),
Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam meningkatkan Profesinalisme Guru ( Studi Kasus di MAN 1 Malang)
Kepemimpinan Kepala Sekolah
meningkatkan Profesinalisme Guru
Modelkepemimpinan yang demokratis dengan menggunakan strategi kolaboratif dapat meningkatkan profesionalisme guru
4
Ratiah (2010),
Peran Kpala Sekolah dalam Peningkatan Motivasi Kerja Guru Di SMP Darul Muhajirin Praya Lombok Tengah
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Peningkatan Motivasi Kerja Guru
Peran Kepala Sekolah Mempengaruhi Motivasi Kerja Guru

Berbeda dengan penelitian di atas, posisi penelitian ini terletak pada model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai.Melihatkonteks persoalan tersebut di atas maka penulis tertarik dan tergugah untuk melakukan pengkajian lebih mendalam tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai. Untuk itu, dalam penelitian ini penulis menuangkan ke dalam tesis dengan judul, “Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Membangun Keharmonisan Guru Dan Pegawai (studi multisitus di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara)”.
Dari beberapa penelitian di atas, terdapat persamaan dan perbedaan antara peneliti yang satu dengan yang lainnya, maka posisi penelitian ini terletak pada model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai dengan demikian maka judul dalam penelitian ini adalah “Model Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Membangun Keharmonisan Guru dan Pegawai di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara”.

B.     Fokus Penelitian
Berdasarkan studi awal penelitian tersebut diatas, maka fokus penelitian ini adalah:
1.        Bagaimana model kepemimpinan instuktif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara?
2.        Bagaimana model kepemimpinan konsultatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara?
3.        Bagaimana model kepemimpinan partisipatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara?
4.          Bagaimana model kepemimpinan delegatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara?

C.      TujuanPenelitian
Bertitik tolak dari fokus penelitian di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sebagai berikut:
1.       Model kepemimpinan instuktif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
2.       Model kepemimpinan konsultatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
3.       Model kepemimpinan partisipatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
4.       Model kepemimpinan delegatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.

D.      Kegunaan Penelitian
Rumusan tentang penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan manfaatnya kepada negara, atau khususnya kepada bidang yang sedang menjadi fokus penelitian.
Kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.         Manfaat teoritis :
a.            Adanya kajian ilmiah terkait persepsi masyarakat terhadap model kepemimpinan kepala sekolah dalam sebuah lembaga pendidikan.
b.            Menghasilkan temuan substantif maupun formal, sehingga menambah wacana baru dalam tataran model kepemimpinan kepala sekolah di sebuah lembaga pendidikan.
2.         Manfaat praktis :
a.             Bagi kepala sekolah, guru, staf dan kepala sekolah, diharapkan menjadi bahan pertimbangan untuk meningkatkan keharmonisan para guru dalam mewujudkan tujuan bersama.
b.            Bagi pengelola program studi Supervisi Pendidikan Islam di UNISMA Malang, untuk pengembangan integrasi keilmuan supervisi pendidikan terkait dengan model kepemimpinan kepala sekolah terhadap keharmonisan guru.
c.             Bagi peneliti lebih lanjut, agar dapat mengembangkan penelitiannya tentang model kepemimpinan terhadap unsur-unsur lainnya di lembagapendidikan. Sehingga, terdapat berbagai pengkayaan wacana dan khazanah keilmuan.

E.       Definisi Operasional
1.        Model
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia model adalah rencana, representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep, yang seringkali berupa penyederhanaan atau idealisasi. Bentuknya dapat berupa model fisik (maket, bentuk prototipe), model citra (gambar rancangan, citra komputer), atau rumusan matematis. Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitasdengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).

2.        Kepemimpinan
            Mohyi (1999:175) mengatakan bahwa “kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan mempengaruhi, mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan bawahan untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan”. Sedangkan Wahab (2008:132) “kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan dan kalau perlu memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan”.
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepimpinan adalah suatu proses kegiatan mempengaruhi, mengorganisir, menggerakkan, mengarahkan bawahan untuk melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan bersama dalam sebuah wadah organisasi.

3.        Keharmonisan
Keharmonisan berasal dari kata harmonis yang mempunyai arti selaras atau serasi. Sedangkan dalam konteks lembaga pendidikan, keserasian dan keselarasan perlu dijaga untuk mendapatkan suatu hubungan yang harmonis. (KBBI, 2005:229). Sedangkan  Fajri, dkk (1983:347) mengatakan “hubungan dalam hal ini dapat berupa hubungan antara  sesama guru ataupun antara guru dengan kepala sekolah. Pada sisi lain, keharmonisan juga dapat berarti ada hubungan yang terarah, teratur dan berlangsung begitu indah”.
   Dari dua pengertian diatas dapat dipahami bahwa keharmonisan adalah hubungan yang selaras dan serasi yang terjalin antara sesama guru, guru dan kepala sekolah dan semua warga sekolah.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A.      Model Kepemimpinan
1.        Pengertian Kepemimpinan
Robbin (2001: 3) berpendapat bahwa “kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan”. Selanjutnya Gibson (1996:4), mendefinisikan kepemimpinan sebagai usaha menggunakan suatu model mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Manullang (2001:141) mengungkapkan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk berbuat guna mewujudkan tujuan-tujuan yang sudah ditentukan.
Jadi, kepemimpinan adalah suatu proses kegiatan dalam menentukan dan mencapai suatu tujuan yang diinginkan secara bersama atau organisasi dengan menggerakkan dan mempengaruhi orang agar bersedia melakukan sesuatu pekerjaan secara profesional. Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Adanya sumber pengaruh bisa didapatkan secara formal maupun non formal. Pengaruh secara formal bisa dilakukan dengan cara berorganisasi seperti kepala sekolah dalam lembaga pendidikan, sedangkan secara non formal bisa melalui struktur organisasi yang tidak formal di lingkungan masyarakat yang ada, jenis pengaruh seperti ini biasanya banyak dilakukan oleh pranata sosial, difrensisosial, keturunan, kiai, ustadz dan lain sebagainya. Konsep kepemimpinan erat sekali hubungannya dengan kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan, pemimpin dapat mempengaruhi orang lain sehingga ia dapat melakukan kerjasama yang baik. Oleh karena itu, praktik kepemimpinan dalam manajemen erat sekali hubungannya untuk mempengaruhi orang lain dalam bertingkah laku baik secara individu maupun secara kelompok tertentu.
Menurut Terry (1986: 343), di dalam bukunya “Principles Of Management” mengartikan kepemimpinan sebagai hubungan di mana satu orang yakni pemimpin mempengaruhi pihak lain untuk bekerjasama sukarela dalam usaha mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemimpin tersebut. Suprayogo (1999: 160) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas individu atau group untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Menurut Rivai (2003:2) mendefinisikan kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dan menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan dan mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya.
Dari penjelasan di atas kepemimpinan merupakan tingkah laku dari pemimpin menggambarkan sebenarnya suatu dinamika kegiatan dari seseorang pemimpin berdasarkan kepemimpinannya. Dengan sendirinya ada beberapa hal yang bersifat universal, namun terdapat pula beberapa yang bersifat spesifik dan sangat tergantung pada situasi budaya, kelompok yang dipimpin dan tujuannya untuk keberhasilan organisasi.
Sedangkan dalam perspektif Islam, kepemimpinan (secara tekstual) digambarkan sebagai hubungan orang laki-laki yang mempunyai kelebihan (fadilah) atas orang perempuan, hal ini dapat dilihat dalam QS. An- Nisa’ Ayat 34 yang berbunyi :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ  فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ  وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا  إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ﴿النساء: ٣٤
Artinya:Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, olehkarena Allah SWT telah melebihkan sebagian mereka (kaum laki-laki) atas sebagian yang lain (kaum wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (Kemenag RI, 2014: 84).  

Sejalan dengan itu, dalam Hadits Nabi Muhammad Saw.Yang termuat dalam kitab-riyadhus-shalihin tentang kepemimpinan :
حديث عبدالله بن عمر رضى الله عنه، أنّ رسول الله صلّى الله عليه وسلّم،
 قال: كلّكم راع فمسؤل عن رعيّته،    
عن رعيّته،فالأمير الّذى على النّاس راع وهو مسؤول عنهم، والرّجل راع على أهل بيته وهومسؤل عنهم، والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهى مسؤلة عنهم، والعبد راع على مال سيّده وهو مسؤل عنه، ألا فكلّكم راع وكلّكم مسؤل عن رعيّته،   (أخرجه البخارى).
Artinya:Setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus mempertanggung jawabkan tentang hal yang dipimpinnya, seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan bertanggung jawab atasnya, seorang perempuan adalah pemimpin atas rumah suami dan anaknya dan bertanggung jawab terhadapnya dan seorang budak adalah pemimpin atas rumah tuannya dan bertanggung jawab atasnya, perhatikanlah bahwa kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang dipimpinnya(HR. Bukhari).https://nazhroul.wordpress.com/2010/05/21/beberapa-hadits-tentang-kepemimpinan-dalam-kitab-riyadhus-shalihin) diakses,7 November 2015.

Manajemen kepemimpinan Islam membutuhkan kecerdasan emosional, kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual centre secara transendental atau God Spot (Ginanjar, 2001:102). Seorang pemimpin harus mampu berhubungan baik dengan orang lain, menunjukkan prestasi kerjanya, menghargai dan mengerti setiap individu serta mempunyai sikap rahman (pengasih) dan rahim (penyayang) terhadap yang dipimpinnya. Sikap jujur atau dipercaya menjadi dasar efektif untuk membangun suatu pengaruh dan menjadi pemimpin yang diikuti oleh pengikutnya. Karakteristik kepemimpinan spiritual yang berbasis etika religius diantaranya adalah kejujuran sejati, fairness pengenalan diri sendiri, fokus pada amal shaleh, spiritualisme yang tidak dogmatis, bekerja lebih efisien, mengembangkan potensi diri, keterbukaan menerima perubahan (visioner), doing the right thing, disiplin tetapi tetap fleksibel, cerdas dalam bertindak dan rendah hati. (Tobroni, 2005: 21).
Dengan demikian seorang pemimpin dalam perspektif Islam dituntut untuk bekerja keras secara optimal, komunikatif, cerdas, amanah, jujur dan dapat mempengaruhi bawahannya sehingga akan menciptakan pemimpin yang berwibawa, tegas, adil dan bijaksana serta dicintai oleh pengikutnya. Dari berbagai pendapat mengenai pengertian kepemimpinan di atas memberikan gambaran bahwa kepemimpinan mempunyai sifat universal dan merupakan suatu gejala sosial. Beragamnya pendapat para ahli seperti diuraikan di atas tentang pengertian kepemimpinan, disebabkan karena keingintahuan para ahli dengan cara meneliti mengapa atau mencari sebab-sebab mengapa seorang pemimpin berhasil mempengaruhi atau menggerakkan orang lain untuk melaksanakan keinginannya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pemimpin di sebuah lembaga pendidikan dikenal dengan sebutan kepala sekolah.Sedangkan bawahannya para guru, karyawan, staf dan pegawai lainnya. (Malayu,,2001:53).,,Pemimpin,,adalah,,seseorang,,dengan,,wewenang,,kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan. Menurut Robert Tanembaun (2001:76), “pemimpin adalah mereka yang menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasi, mengarahkan dan mengontrol bawahan yang bertanggung jawab, supaya semua bagian pekerjaan dikoordinasikan demi mencapai tujuan”.
Robbins (1996:334) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Setidaknya mengandung empat implikasi penting tentang kepemimpinan, yaitu: pertama, kepemimpinan melibatkan orang lain. Kepemimpinan tidak bisa berdiri sendiri tapi harus ada orang lain yang terlibat di dalamnya, baik sebagai karyawan atau pengikut yang akan menerima pengarahan dari pimpinan; kedua, kepemimpinan mengharuskan distribusi kekuasaan. Dalam kepemimpinan, seorang pemimpin tidak seharusnya memegang kekuasaan secara penuh, tetapi ia harus membagi bagi kekuasaannya dengan anggota kelompok di bawahnya. Sekalipun demikian, ia tetap mempunyai kekuasaan lebih besar dari pada yang lainnya; ketiga, kepemimpinan harus mempunyai pengaruh. Tanpa pengaruh, kepemimpinan tidak akan berarti apa-apa. Pemimpin yang memiliki kemampuan mempengaruhi anggota kelompoknya akan lebih mudah mengarahkan mereka ke arah tujuan yang ingin dicapai; keempat, kepemimpinan berkaitan dengan nilai. Dengan kata lain bahwa seorang pemimpin haruslah bermoral, pemimpin yang mengenyampingkan aspek moral dalam kepemimpinannya cenderung akan bersikap melanggar aturan dan etika-etika yang ada.

2.        Model Kepemimpinan
Model kepemimpinan dapat ditelaah dari berbagai sudut pandang dan tergantung pada konsep model kepemimpinan yang menjadi dasar berpijaknya. Model yang beraneka ragam akan menghasilkan serta menunjukkan berbagai teori maupun pendekatan-pendekatan yang bermacam-macam. Dengan kondisi yang demikian ini, maka efektifitas sebuah kepemimpinan dapat teridentifikasi dengan berbagai kriterianya dengan model kepemimpinan yang diterapkan. Sebuah kepemimpinan kepala sekolah akan efektif sangat dipengaruhi oleh model kepemimpinan terhadap para bawahan (guru dan karyawan).
Harsey dan Blanchad (dalam Sugeng  2005:39) menjelaskan :”The Style of leader is the consistent behavior pattens that they use when they are working with and trhough other people as perceived by those people. Artinya bahwa model kepemimpinan adalah pola prilaku para pemimpin yang konsisten mereka gunakan ketika mereka bekerja dengan dan melalui orang lain seperti yang dipersepsikan orang-orang itu.
Siagian, (1996: 104) mengatakan bahwa suatu model kepemimpinan yang efektif jika mengandung unsur-unsur mempengaruhi, mendorong (memotivasi) mengarahkan serta menggerakkan para bawahannya sesuai dengan kondisi agar mereka mau bekerja dengan penuh semangat dan dedikasi yang tinggi dalam mencapai tujuan.Dalam hal ini ada 2 pendekatan yang perlu ada yaitu pendekatan rasional dan inisiatif. Adapun model kepemimpinan yang efektif dengan pendekatan rasional dapat diidentifikasi dengan indikator sebagai berikut: (1) Melihat pengambilan keputusan sebagai suatu proses dan bukan tindakan sekali jadi, (2) Menyadari pentingnya model, teknik dan metode pengambilan keputusan (3) Membenarkan jalan keluar yang ditempuh berdasarkan metode yang dipilih (4) Mendefinisikan kendala-kendala pada permulaan proses pengambilan keputusan berlangsung (5) Menjatuhkan pilihan atas satu alternatif tertentu dengan cepat (6) Terus berusaha memperjelas situasi problematik yang dihadapi(7) Terus berusaha mencari informasi baru (8) Terus berusaha untuk mengembangkan diri dan menambah wawasan pengetahuan. Menuntaskan tindakan yang telah mulai diambil.Sementara model kepemimpinan efektif dengan pendekatan inisiatif merupakan kebalikan dari pendekatan rasional, yang diantaranya seperti di bawah ini: (a) Selalu memperhatikan keseluruhan situasi problematik yang dihadapinya. (b)Terus menerus mempertajam rumusan permasalahan yang dihadapi dalam pikirannya (c) Membenarkan keputusan yang diambilnya berdasarkan hasil akhir yang dicap (d) Mempertimbangkan berbagai alternatif dan pilihannya secara serentak (d) Bergerak dari satu langkah dalam proses analisis ke langkah yang lain dan kembali lagi ke langkah semula (e) Menjajaki dan mengembalikan berbagai alternatif dengan cepat,

Hersey dan Blanchard (2004:1-10) mengatakan bahwa “seseorang pemimpin harus menyesuaikan gaya kepemimpinannya (leadership style) dengan tahap pengembangan para bawahannya (follower development level) yakni berdasarkan sejauh mana kesiapan dari para bawahan tersebut untuk melaksanakan suatu tugas yang akan mencakup di dalamnya kebutuhan akan kompetensi dan motivasi”. Lebih lanjut Harsey dan Blanchard, mengemukakan “terdapat empat model kepemimpinanyang akan diterapkan oleh seorang pemimpin dalam  menentukan keberhasilan tugas. Empat model kepemimpinan tersebut yaitu (a) model instruktif, (b) model konsultatif, (c) model partisipatif,(d) model delegatif”.
Dari pendapat di atas dapat diuraikan sebagai berikut:
a.      Model Instruktif
Model ini terjadi pada saat bawahan tidak mampu menjalankan tugas dan tidak mau atau takut mencoba sesuatu yang baru sehingga harus menjalankan peran mengarahkan yang sangat besar dan memerintahkan apa yang harus dilakukan para bawahan. Ini biasanya terjadi pada karyawan baru yang belum mengetahui seperti apa sebuah pekerjaan dilakukan. Pada tahap ini perhatian masih ditujukan untuk mengembangkan kompetensi bawahan yang praktis belum terbangun dengan baik. Atasan juga akan mengembangkan struktur pekerjaan tentang bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dan bagaimana pengendalian dilakukan dengan baik. Pada intinya pada situasi seperti ini bawahan hanya mengerjakan apa yang diperintahkan oleh atasan.
Di dalam model instruktif ini terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
1.       Memberi pengarahan secara spesifik tentang apa, bagaimana, dan kapan kegiatan dilakukan.
2.       Kegiatan lebih banyak diawasi secara ketat.
3.       Kadar direktif tinggi.
4.       Kadar suportif rendah.
5.       Kurang dapat meningkatkan kemampuan pegawai.
6.       Kemampuan motivasi pegawai rendah, dan
7.       Tingkat kematangan bawah rendah. (Ginanjar, 2001:109).

b.       Model Konsultatif
Model ini terjadi pada saat bawahan memiliki kompetensi yang kurang namun mereka memiliki keinginan untuk bekerja yang kuat dan mau mencoba hal-hal yang baru. Pada situasi ini pemimpin lebih berperan memberikan saran mengenai pelaksanaan berbagai pekerjaan daripada memerintah bawahan untuk mengerjakan pekerjaan secara detail. Dengan demikian pemimpin harus mencoba “menjual” berbagai ide mengenai cara melaksanakan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien agar motivasi yang sudah dimiliki oleh bawahan yang dipimpinnya dapat lebih ditingkatkan lagi agar pekerjaan yang diberikan kepadanya dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
Untuk mengetahui lebih spesifik tentang gambaran model kepemimpinan yang dimaksud, maka dapat dilihat pada ciri-ciri di bawah ini:
1.   Kadar direktif rendah.
2.    Kadar suportif tertinggi.
3.    Komunikasi dilakukan secara timbal balik.
4.    Masih memberikan pengarahan yang spesifik.
5.     Pimpinan secara bertahap memberikan tangung jawab kepada bawahan/pegawai walaupun bawahan masih dianggap belum mampu dan tingkat kematangan bawahan rendah ke sedang.(Ginanjar, 2001:203).



c.       Model Partisipatif
Pada model ini, bawahan memiliki kompetensi yang tinggi tetapi mereka enggan atau memiliki perasaan tidak aman untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dalam situasi seperti ini pemimpin harus menunjukkan apa yang harus dikerjakan oleh para bawahan dan meminta para bawahan untuk bekerja sama melaksanakan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban para bawahan karena para bawahan memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Dalam situasi ini, pemimpin juga harus memberikan motivasi/mendorong karyawan dengan tujuan meningkatkan percaya diri yang mereka miliki bahwa mereka mampu melaksanakan tugasnya. Model kepemimpinan yang cenderung sebagaimana yang dimaksud di atas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.    Pimpinan melakukan komunikasi dua arah.
2.    Secara aktif mendengar dan respon semua kesukaran bawahan.
3.    Mendorong bawahan untuk menggunakan kemampuan secara operasional.
4.    Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Mendorong bawahan untuk berpartisipasi dan tingkat kematangan bawahan dari sedang ke tinggi; kepemimpinan ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas atau non directive. (Ginanjar, 2001: 205).

Pemimpin dengan pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Sebab hanya menyajikan informasi mengenai suatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim untuk mengembangkan strategi dan jalan keluarnya. Tugas pemimpin adalah mengarahkan team untuk tercapainya konsensus.
Asumsi model atau model kepemimpinan sejati ini adalah bahwa para karyawan akan lebih siap menerima tanggung jawab terhadap solusi tujuan dan strategi di mana mereka diberdayakan untuk mengembangkan. Kelemahannya adalah pembentukan konsensus banyak membuang waktu dan hanya berjalan bila semua orang yang terlibat memiliki komitmen terhadap kepentingan utama organisasi.
e.   Model Delegatif
Pada model ini karyawan memiliki kompetensi dan juga komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan tugas sehingga pemimpin dapat melakukan pendelegasian pekerjaan kepada para bawahan. Akibatnya para pemimpin dalam situasi ini memiliki fokus terhadap pekerjaan dan hubungan kerja yang rendah dengan bawahannya.Para bawahan dalam situasi ini memerlukan dukungan yang kecil dari para pemimpin karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan secara mandiri.
Model kepemimpinan sebagaimana yang dimaksud di atas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.        Memberikan pengarahan bila diperlukan saja.
2.        Memberikan suport dianggap tidak perlu lagi.
3.        Penyerahan tanggung jawab kepada bawahan untuk mengatasi dan menyelesaikan tugas.
4.         Tidak perlu memberikan motivasi tingkat kematangan bawahan sangat tinggi. Secara umum baik diketahui maupun pengamatan para ahli seorang pemimpin dalam melakukan proses.(Ginanjar, 2001: 208).


B.       Konsep Keharmonisan
1.        Pengertian Keharmonisan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 229), keharmonisan berasal dari kata harmonis yang mempunyai arti selaras atau serasi. Keharmonisan lebih menitikberatkan pada suatu keadaan. Keharmonisan adalah sebuah situasi yang tercipta saling memahami saling pengertaian dalam mencapai suatu tujuan. Dalam konteks lembaga pendidikan keselarasan dan keserasian sangat diperlukan untuk mencapai suasana kerja yang yang baik demi ketercapaian tujuan lembaga pendidikan tersebut. Yang dimaksud dengan hubungan harmonis dalam hal ini dapat berupa hubungan antara sesama guru ataupun antara guru dengan kepala sekolah. Pada sisi lain, keharmonisan juga dapat berarti ada hubungan yang terarah, teratur dan berlangsung begitu indah .
Jadi, dalam penelitian ini yaitu keharmonisan yang dimaksud adalah keharmonisan guru. Dari beberapa gambaran di atas tentang makna keharmonian sendiri secara umum, dapat ditarik pengertian bahwa yang dimaksud dengan keharmonisan guru ialah suatu hubungan yang terjalin secara selaras, baik, teratur dan terarah sehingga dirasakan begitu indah antara sesama guru ataupun antara kepala sekolah dengan para guru dalam rangka untuk mencapai tujuan bersama.

2.        Faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan
Dalam upaya mewujudkan hubungan yang baik antara sesama guru ataupun dengan pimpinan lembaga, maka kepala sekolah sebagai tonggak kemajuan lembaga seyogyanya senantiasa memperhatikan hal-hal yang berpengaruh terhadap kelestarian ataupun yang dapat merusak keharmonisan di dalam sekolah. Menurut Florence Issac (dalam Bastaman, 1995:202-203) faktor-faktor yang mempengaruhi keharmonisan adalah komitmen, harapan-harapan realistis, keluwesan, komunikasi, silang sengketa dan kompromi, menyisihkan waktu untuk bersama,Kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan.
Dari beberapa faktor yang mempengaruhi keharmonisan guru di atas, penjelasan akan hal itu secara rinci sebagai berikut:
a.    Komitmen
Niat dan i’tikad dari unsur-unsur sekolah yang dalam hal ini adalah para guru dan kepala sekolah untuk senantiasa menepati dan memelihara kesepakatan yang telah dirumuskan bersama untuk mencapai tujuan visi-misi sekolah yang selalu didamba-dambakan ketercapaiannya.
b.   Harapan-harapan realistis
Setiap pendidik dengan berbagai karakter dan sikap yang beragam, tentu mempunyai keinginan dan harapan yang beragam pula dalam perjalanan atau menjalankan tugasnya sehari-hari sebagai pengajar dan pendidik. Oleh karena itu, seorang kepala sekolah harus dapat mengakomodir segala kepentingan, harapan dan kemauan yang keluar dari para guru. Sejauh keinginan dan kemauan tersebut tidak di luar kemampuan lembaga. Dalam artian, hal itu masih dalam batas yang wajar dan realistis.
c.    Keluwesan
Faktor keluwesan ini sebenarnya hampir sama dengan faktor sebelumnya. Untuk mewujudkan sebuah hubungan harmonis, seorang kepala sekolah harusdapat menyesuaikan diri dan meningkatkan toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dari para guru, baik dalam sikap, minat, sifat dan kebiasaan.
d.   Komunikasi
Kesediaan dan keberhasilan kepala sekolah untuk memberikan dan menerima pendapat, tanggapan, ungkapan, keinginan, saran, umpan balik dari guru yang satu kepada guru yang lain secara baik, yang dilakukan tanpa menyakitkan hati salah satu pihak. Komunikasi ini hendaknya bersifat terbuka, demokratis dan dua arah. (Hawari, 2004: 332).
e.    Silang sengketa dan kompromi
Sengketa adalah hal yang tak dapat dihindari dalam hubungan antara kepala sekolah dengan guru, betapapun bagusnya hubungan yang terjalin secara lama. Untuk itu masing-masing pihak perlu mempelajari seni bersengketa supaya perbedaan-perbedaan berpendapat tidak sampai menimbulkan perpecahan dan merusak hubungan baik antara kepala sekolah dan guru yang telah terjalin lama. Termasuk dalam seni bersengketa adalah menemukan cara-cara efektif mencapai kesepakatan dan meredahkan kemarahan.
f.     Menyisihkan waktu untuk bersama
Dalam sela-sela kesibukannya, kepala sekolah sebagai pemimpin dalam sebuah lembaga pendidikan hendaknya dapat menyisipkan waktu seefektif mungkin untuk mengajak bawahannya yakni para guru untuk berlibur, atau minimal pergi bersama-sama untuk menghilangkan kepenatan selama bekerja. Kegiatan tersebut sangat penting untuk selalu dilakukan agar hubungan atau ikatan emosional yang terbentuk antara kepala sekolah dengan para guru, senantiasa terpelihara bahkan mungkin tambah kuat. Kebersamaan yang dikemas dengan hiburan tersebut juga akan membantu merefresh semangat dan motivasi bawahan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai tenaga pendidik. Dengan demikian, kepenatan, kebosanan, dan keletihan selama mengajar dan beraktivitas di sekolah akan terobati dengan melakukan liburan bersama. (Hawari, 2004: 332).
g.    Kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan
Keterampilan dan kreativitas mengatasi problematika yang muncul juga harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah. Dalam melaksanakan perjuangan, tidak terkecuali dalam melaksanakan amanah untuk melahirkan output pendidikan yang berkualitas tentu tidak akan luput dari masalah. Masalah-malasah akan muncul mengiringi aktivitas di sekolah. Kepala sekolah ynag juga mempunyai fungsi sebagai supervisor harus peka terhadap permasalah yang datang dan pergi. Lebih khusus lagi permasalah yang langsung menghinggapi para guru. Dalam konteks ini, pimpinan sekolah hendaknya dapat membangun kesadaran bawahannya bahwa masalah yang dihadapi merupakan batu loncatan yang diharus dihadapi bersama-sama untuk meraih tingkat atau kebaikan yang lebih tinggi.

3.    Indikator keharmonisan antara kepala sekolah dengan para guru
Untuk dapat mengetahui ciri-ciri atau atau tanda-tanda suatu hubungan harmonis itu lahir dan senatiasa terpelihara di dalam sekolah, maka menurut Mushoffa dapat dilihat pada indikasi-indikasi sebagai berikut:


a.    Kehidupan keberagamaan dalam lingkungan sekolah
Jiwa keberagaamaan atau ketaatan dan moralitas para guru dalam sebeuah lembaga pendidikan dapat menjadi indikasi adanya hubungan harmonis antara kepala sekolah dengan bawahannya. Kepala sekolah yang baik, secara idealitas tentu harus menjadi uswah atau teladan bagi bawahannya, baik dalam sikap, tindakan dan ketaatan dalam melaksanakan ibadah kepada Tuhannya. Sangat tidak mungkin, ketika ada permusuhan diantara kedua belah pihak, ataupun adanya kesenjangan antara kepala sekolah dengan guru akan lahir ketaatan dalam meneladani pimpinannya. Meneladani kaitaannya dengan ibadah ataupun sikap dan tindakan dalam keseharian.
Hubungan harmonis para guru akan mengantarkan kepada suasana ketentraman dan kedamaian di lingkungan sekolah. Ibarat sebuah keluarga, sekolah akan menjadi surga bagi para penghuninya jika keharmonisan dapat diraih. Dengan demikian, para guru tidak akan pernah bertindak di luar tata terti dan aturan sekolah yang telah disepakati bersama (Hawari,2004: 332). Perasaan salingmenyayangi dan memilikipun akan lahir sebagai konsekuensi bahwa mereka sebenarnya adalah keluarga yang mempunyai tujuan bersama dalam mewujudkan pendidikan bermutu.
b.   Pendidikan guru
Selain keharusan bagi seorang leader untuk menjadi patronase atau teladan dalam bersikap dan bertindak, kepala sekolah juga harus memperhatikan dan memberikan semangat kepada para guru untuk selalu belajar. Belajar yang dimaksud tentu dapat dilakukan dengan banyak cara. Salah satu diantaranya, yang utama adalah kepala sekolah mampu memberikan motivasi dan semangat kepada para guru untuk melanjutkan studinya ke jenjang lebih tinggi. Hal itu dilakukan sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan taraf keilmuan para guru sebagai tenaga pendidik yang harus berpengetahuan tinggi.
Kepala sekolah dapat memfasilitasi para guru untuk mengikuti seminar, lokakarya, simposium dan lain sebagainya dalam rangka untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan guru dalam mengajar. kemudian yang terakhir dan paling sederhana ialah mendorong para guru untuk senantiasa meningkatkan kedisiplinannya dalam membaca dan mengikuti diskusi-diskusi ilmiah untuk penmodelan intelektualnya.
c.    Kesehatan guru
Kemudian, keharmonisan itu akan tetap terjaga apabila kepala sekolah juga memberikan perhatian kepada kondisi fisik atau kesehatan bawahannya. Paling tidak kepala sekolah memberikan masukan dan saran kepada para guru agar menyempatkan diri untuk berolahraga sebagai upaya untuk menjaga kebugaran jasmani. Disebabkan proses pembelajaran akan terganggu dan tidak maksimal apabila gurunya sakit ataupun dalam keadaan badan tidak fit.
d.    Ekonomi guru
Perhatian lain juga harus diberikan kepada para guru dalam kaitannya tentang kesejahteraan. Kesejahteraan guru harus menjadi salah satu prioritas utama untuk senantiasa diberikan perhatian. Karena hal tersebut berhubungan dengan keberlangsungan kehidupan para guru setiap harinya. Kesejahteraan guru tentu dapat diraih dengan memperhatikan segala upah yang merupakan hadiah dari kebaktian dan keikhlasannya dalam memberikan ilmu dan membimbing para anak didiknya. Jika hal ini telah dilakukan, maka dapat dikatakan di dalam sekolah tersebut telah terjalin hubungan harmonis.
e.    Hubungan sosial guru yang harmonis
Yang terakhir, dapat dikatakan terjalin keharmonisan apabila kepala sekolah sebagai leader dapat medorong bawahannya untuk selalu menjalin hubungan sosial yang baik dan luas, baik itu lingkupnya di internal sekolah maupun lintas sekolah. Oleh karena demikian, kepala sekolah harus mampu memfasilitasi para guru untuk menjaga tali silaturrahim dengan sesama guru, warga masyarakat di sekitar sekolah dan mempererat hubungannya dengan wali murid agar terjalin kerja sama yang efektif untuk membangun kejiwaan dan kecerdasan siswa. Selain itu, jalinan sosial yang harus dibangun adalah kepala sekolah memfasilitasi para guru untuk berkunjung ke sekolah-sekolah yang lebih maju dalam rangka studi banding untuk meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran. (Mushoffa, 2001: 12-13).

4.   Upaya-upaya untuk mewujudkan keharmonisan
Jalinan hubungan harmonis dalam sekolah tentu tidak lahir dengan sendirinya, melainkan harus ada upaya-upaya dari pihak terkait untuk mewujudkannya. Dalam hal ini, kepala sekolah sebagai tonggak pimpinan yang tentu mempunyai peran sentral untuk mewujudkan keharmonisan yang dimaksud. Menurut Gunarsa (1991: 202) suatu hubungan harmonis akan lahir antara sesama guru dan kepala sekolah apabila melakukan dan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a) menghadapi kenyataan, (b) penyesuaian timbal balik, (c) latar belakang suasana yang baik.
Berdasar pendapat tersebut maka dalam mewujudkan keharmonisan antara kepala sekolah guru dan pegawai dalam sebuah lembaga pendidikandalam aktivitas harus terbuka dan berani menerimakenyataan situasi dan kondisi dalam bentuk apapun. Sehingga hanyakepala sekolah yang tampil memberikan motivasi untuk selalu  tampil baik akan tetapi guru juga meberikan masukan apabila kepala sekolah khilaf dalam melaksana tugas dan fungsinya. Dengan demikian  akan tercipta suasana keharmonisan dalam dalam lembaga pendidikan tersebut.
Selain upaya di atas, pendapat lain juga mengatakan untuk menuju gerbang hubungan harmonis di internal guru ataupun kaitannya hubungan dengan kepala sekolah. (http://ilhamihwan.blogspot.co.id/2012/05/faktor-yang-mempengaruhi-keharmonisan.html). Menurut Qaimi (2006:32) keharmonisan dapat ditempuh langkah-lngkah: (a) saling mengenal, (b) kasih sayang, (c) saling menghargai, (d) nilai pekerjaan, (c) usaha menyenangkan pihak lain, (d) berusaha menyelesaikan masalah bersama, (e) saling memberikan kepuasan, (g) toleransi, (h) kejujuran, (i)  menyembunyikan aib, (j) kesetiatemanan dan keadilan.
Dari Penjelasan dari beberapa upaya tersebut dapat dijelaskan  sebagai berikut:
a.      Usaha saling mengenal
            Sebagai upaya untuk mewujudkan kesolidan tim di dalam sebuah sekolah tergantung kepada kepala sekolah sebagai pimpinan yang menahkodai, mau diarahkan ke mana sekolah yang dibina tersebut. Dalam upaya untuk mewujudkan hal tersebut, salah satu hal yang harus dilakukan yakni membangun keterbukaan untuk saling mengenal dan memahami. Dengan demikian, kedua hal tersebut akan mengurangi perbedaan di dalam tubuh sekolah karena satu sama lain sudah mengenal karakteristik masing-masing.
b.    Kasih sayang
Upaya yang kedua adalah membangun kasih sayang antara sesama guru maupun antara guru dengan kepala sekolah. Kasih sayang di sini tentu bukan dalam konteks hubungan pribadi melainkan sebatas hubungan pekerjaan. Menurut Maslow (dalam Koeswara, 1991:122), “kasih sayang ini merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupannya. Kasih sayang ini juga dapat mendorong individu untuk selalu menguatkan ikatan emosionalnya, apalagi dalam sebuah lembaga pendidikan yang mempunyai tujuan yang sama. Keharmonisan guru adalah suasana hubungan yang di dalamnya tertanam rasa kasih sayang yang dapat menjadi kunci terbangunya kesolidan tim untuk mewujudkan tenaga pendidika yang nantinya kan melahirkan output berkualitas”.
c.    Saling menghargai
Hal lain yang juga harus dilakukan adalah terkait sikap saling menghargai antar sesama guru dan kepala sekolah. Saling menghargai dinilai dapat memelihara dan melestarikan kemualiaan dan kelanggengan hubungan harmonis antar guru. Maslow (dalam Koeswara, 1991:124) mengatakan bahwa “individu akan memenuhi kebutuhan rasa harga diri apabila kebutuhan akan rasa cinta dan kasih sayang telah terpenuhi atau terpuaskan. Terpuaskannya kebutuhan akan rasa harga diri pada individu akan menghasilkan sikap percaya diri, rasa berharga, rasa kuat, rasa mampu dan rasa berguna”.
d.    Nilai pekerjaan
Pelaksanaan tugas sebagai seorang guru merupakan amanah yang tidak ringan dikarenakan tugas tersebut pada hakikatnya adalah untuk mengangkat pada siswa dari jurang kebodohan. Oleh karena itu, tindakan untuk saling mengoreksi dan menilai hasil pekerjaan pekerjaan sangat dibutuhkan sebagai upaya untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri untuk mencapai target dan hasil yang lebih baik.
e.         Usaha menyenangkan pihak lain
Yang tidak kalah pentingnya lagi sebagai upaya untuk mewujudkan keharmonisan guru dalam aktivitas di sekolah adalah selalu berusaha untuk menyenangkan hati para guru lainnya. Hal itu dapat tercapai apabila para guru mempunyai kepekaan sosial yang terwujud dari kecerdasan emosional. Hal lain yang juga menentukan adalah kemampuan saling keterbukaan diantara para guru. Sehingga para guru mempunyai modal dasar untuk membahagiakan dan menyenagkan hati guru lainnya. Jika seorang guru telah berhasil menyenangkan hati guru lainnya, maka rasa kecintaan dan kasih sayang akan selalu terpelihara sehingga akan berdampak positif terhadap kinerja mengajar guru dalam kesehariannya.
f.     Berusaha menyelesaikan masalah bersama
Oleh karena para guru dan kepala sekolah adalah tim untuk tujuan bersama dalam mewujudkan lembaga pendidikan berkualitas, maka dalam hal menghadapi masalah tentu juga harus dihadapi dan dibicarakan secara bersama-sama dengan harapan akan lahir solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Sebaliknya, keegoisan dan perasaan bahwa hanya dirinyalah yang dapat menyelesaikannya, sifat seperti itu dapat mengancam keutuhan dan kesolidan para guru dan kepala sekolah. Terancamnya kesolidan itu akan berdampak fatal terhadap tercapainya tujuan bersama dalam sebuah lembaga pendidikan.
g.    Saling memberi kepuasan
Upaya lain agar tercipta keharmonisan dalam internal guru maupun antara guru dengan kepala sekolah ialah terciptanya kepuasaan pada masing-masing guru dalam menjalankan aktivitasnya. Agar hal tersebut terlaksana, maka seorang kepala sekolah dalam hal ini harus menyediakan fasilitas yang lengkap terhadap segala seuatu yang dibutuhkan oleh para guru dalam aktivitas mengajarnya. Kepuasan yang dimaksud juga dapat bermakna dalam hal hubungan yang saling membantu diantara para guru, sehingga para guru merasa puas dengan keberadaan mereka di sekolah. Dengan demikian, kebetahan dan kenyamanan akan diperoleh para guru di sekolah.
h.   Toleransi
Para guru yang terdapat dalam sebuah sekolah tentu mempunyai latar belakang budaya dan karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memahami dan melukan upaya-upaya untuk menanamkan sikap toleransi kepada seluruh guru sehingga di dalam jiwa mereka kan tumbuh sika toleransi untuk menghargai para guru lainnya. Begitu juga, kepala sekolah mengatakan kepada para guru bahwa hal itu perlu dilakukan untuk kepentingan bersama bukanlah untuk kepentingan personal.
i.      Kejujuran
Upaya yang lain yang ditumbuhkan di dalam sekolah untuk menciptakan dan memelihara keharmonisan adalah kejujuran. Kepala sekolah harus mampu menumbuhkan keyakinan di dalam jiwa para guru bahwa salah satu kunci kesuksesan seseorang itu adalah kejujuran. Kejujuran menjadi modal utama bagi siapapun tidak terkecuali par guru dalam menjalankan amanah yang diembannya. Tentu kepala sekolah dalam hal ini tidak hanya memberikan nasehat atau perintah secara langsung karena hal itu tidak efektif dan akan fatal jika kepala sekolahnya yang bersikap tidak jujur. Oleh karena itu, kepala sekolah harus memberikan teladan yang mencerminkan sikap kejujuran.
j.       Menyembunyikan aib
Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Terpadu Al-Fatah Cileungsi, Bogor menyatakan bahwa “setiap individu termasuk para guru yang menjadi bawahan kepala sekolah dalam sebuah lembaga pendidikan tentunya mempunyai aib yang berbeda-beda.Sebagaimana hadis Rasulullah :
مَنْ سَتَرَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ سَتَرَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ كَشَفَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ كَشَفَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ حَتَّى يَفْضَحَهُ بِهَا فِي بَيْتِهِ
Artinya : Barang siapa yang menutupi aib saudaranya muslim, Allah akan  menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudaranya muslim, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya walau ia di dalam rumahnya.” (H.R. Ibnu Majah).


Masing-masing individu juga tidak mau aibnya tersebar dan dibocorkan oleh orang lain karena hal itu akan melahirkan rasa malu yang begitu besar. Oleh karena demikian, seorang kepala sekolah harus berupaya untuk meyembunyikan serapi mungkin dari masing-masing aib para bawahannya. Selain itu, juga menghimbau kepada bawahannya untuk saling menjaga agar tidak saling membicarakan aib guru lainnya.
k.    Kesetiakawanan
Sebesar dan serumit apapun masalah yang dihadapi dalam sebuah lembaga pendidikan, tidak boleh sampai memecah belah persatuan dan kesatuan para guru karena itu dapat berakibat fatal terhadap eksistensi dan keberlanjutan sebuah lembaga. Oleh karena itu, dalam keadaan apapun, suka ataupun duka para guru dengan dinahkodai oleh seorang kepala sekolah harus tetap merapatkan barisan dalam rangka memelihara eksistensi tujuan bersama. Di sini peran kepala sekolah yang dapat merangkul semua golongan tentu sangat dibutuhkan untuk tetap menjaga kesolidan dan keharmonisan hubungan para guru.
l.      Keadilan
Berbicara keadilan tentu tidak terlepas dari peran seorang pemimpin yang dalam hal ini adalah seorang kepala sekolah di sebuah lembaga pendidikan. Sikap untuk memperlakukan sama pada setiap guru yang ada di sekolah merupakan kunci utama terciptanya sebuah keadilan.


C.    Kerangka Berpikir
     Kerangka berpikir dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:














Berdasarkan pada uraian landasan teori di atas, dan setelah peneliti menganalisa secara seksama, maka dapat dibuat kerangka berpikir tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai sebagai berikut:
Harsey dan Blanchard (2004:1-10), mengemukakan empat model kepemimpinan yang akan diterapkan oleh seorang pemimpin dalam menentukan keberhasilan tugas. Empat model kepemimpinan tersebut yaitu (a) model instruktif, (b) model konsultatif, (c) model partisipatif, (d) model delegatif, model instruktif bahwa pada tahap ini bawahan model instruktif. Model ini terjadi pada saat bawahan tidak mampu menjalankan tugas sehingga harus mengarahkan apa yang harus dilakukan bawahannya. Kemudian model konsultatif pada situasi ini pemimpin lebih berperan memberikan saran mengenai pelaksanaan berbagai pekerjaan daripada memerintah bawahan untuk mengerjakan pekerjaan secara detail. Kemudian model partisipatif dalam situasi seperti ini pemimpin harus menunjukkan apa yang harus dikerjakan oleh para bawahan dan meminta para bawahan untuk bekerja sama melaksanakan pekerjaan yang telah menjadi kewajiban para bawahan karena para bawahan memiliki kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Kemudian model delegatif, akibatnya para pemimpin dalam situasi ini memiliki fokus terhadap pekerjaan dan hubungan kerja yang rendah dengan bawahannya. Para bawahan dalam situasi ini memerlukan dukungan yang kecil dari para pemimpin karena mereka dapat mengerjakan pekerjaan secara mandiri.













BAB III
METODE PENELITIAN

A.  Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif.Menurut Moleong berdasarkan kombinasi antara pendapat Bogdan & Biklen dengan Lincoln & Guba, (dalam Moleong, 2010:8-13) karakteristik atau ciri penelitian kualitatif dapat dijabarkan sebagai berikut:
(1)latar alamiah (naturalistik);(2) manusia sebagai instrumen/alat; (3)metode kualitatif (wawancara,pengamatan dan dokumen); (4) analisis data secara induktif (umum kekhusus); (5) teori dari dasar (grounded theory) dari bawah ke atas; (6) deskriptif (yaitu data berupa kata-kata, gambar dan ilustrasi); (7) lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) adanya batasan yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data (mendefinisikan validitas, reliabilitas dan objektivitas) (10) desain yang bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Sedangkan penelitian dengan metode kualitatif ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis, karena hasil dari penelitian ini berupa data deskriptif dalam bentuk kata tertulis atau lisan dan perilaku dari orang-orang yang diamati (interview, observasi dan dokumentasi) serta hal-hal lain yang berkaitan dan diperlukan dalam penelitian.
Adapun jenis penelitian ini menggunakan jenis studi situs dengan rancangan multisitus. Penelitian studi multi situs, yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif mengenai unit-unit sosial tertentu, yang meliputi individu, kelompok, lembaga dan masyarakat (Riyanto, 2002: 24).
Penelitian studi multisitus ini peneliti gunakan dengan alasan sebagaimana yang dikemukakan oleh Sevilla ed.all (dalam Abdul Aziz 1988: 2), karena akan terlibat dalam penelitian yang lebih mendalam dan pemeriksaan yang lebih menyeluruh terhadap model kepemimpinan dan keharmonisan. Di samping itu studi multisitus juga dapat mengantarkan peneliti memasuki unit-unit sosial terkecil seperti perhimpunan, kelompok, keluarga, sekolah dan berbagai bentuk unit sosial lainnya. Studi multisitus juga berusaha mendeskripsikan suatu latar,objek atau suatu peristiwa tertentu secara mendalam.Studi multisitus merupakan strategi yang dipilih untuk menjawab pertanyaan how dan why, jika fokus penelitian berusaha menela’ah fenomena kontemporer (masa kini) dalam kehidupan nyata (Yin, 2002: 25).
Adapun alasan peneliti menggunakan studi multi situs dalam mengkaji model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara, dikarenakan beberapa alasan antara lain: (1) Studi multisitus dapat memberikan informasi penting mengenai hubungan antara dua  variabel serta proses-proses yang memerlukan penjelasan dan pemahaman yang lebih luas, (2) Studi multisitus memberikan kesempatan untuk memperoleh wawasan mengenai konsep-konsep dasar perilaku manusia. Dengan melalui penyelidikan peneliti dapat menemukan karakteristik dan hubungan yang mungkin tidak diharapkan dan diduga sebelumnya, (3) Studi multisitus dapat menyajikan data-data dan temuan-temuan yang berguna sebagai dasar untuk membangun latar permasalahan bagi perencanaan penelitian yang lebih besar dan dalam rangka pengembangan ilmu-ilmu sosial.

B.  Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti di lokasi penelitian sangat penting karena selain validnya suatu penelitian ilmiah juga karena alasan-alasan sebagai berikut:
1.        Fokus penelitian yang dikaji langsung diperoleh informasi dari sumber primer. Artinya memudahkan peneliti untuk mengkolaborasi keadaan, informasi atau data dengan kajian teori yang ada, karena peneliti sendiri yang mengalami, mengamati dan merumuskan pengambilan data tersebut.
2.        Peneliti melacak, mengambil informasi adalah dari informan asli Informasi yang diakses benar-benar diakses secara mendalam dan terhindar dari informasi asal-asalan Faktor berharga bagi peneliti di lapangan adalah menghadapi berbagai budaya, karakter, suku manusia, orang senang dan tidak senang peneliti, memanfaatkan peneliti sebagai sumber untuk meningkatkan keyakinan dan berusaha memanfaatkan momen tersebut sebagai ajang konflik. Kasiram (2008:246) mengungkapkan bahwa: dalam berperan serta, peneliti hendaknya tetap bertindak sebagai stranger, sehingga tidak tenggelam ke dalam konteks subjek peneliti, yang dapat mengurangi ketajaman observasi data yang dicari. Di samping itu, peneliti tetap berpegang pada fokus penelitian, sehingga data yang diambil cukup terkontrol dan berguna untuk dianalisis.
Adapun langkah-langkah yang ditempuh peneliti untuk mendapatkan data yang autentik, komprehensif dan akuntabel adalah:
a.         Sebelum memasuki lapangan, peneliti terlebih dahulu meminta izin kepada pihak kepala kementerian pendidikan dan kebudayaan setempat sekaligus menyiapkan segala yang terkait dengan pengambilan data seperti tape recorder, handycame, kamera dan semacamnya.
b.        Peneliti menghadap pihak lembaga dan menyerahkan surat izin, memperkenalkan diri, pada stakeholder, dan menyampaikan maksud serta tujuan penelitian.
c.         Mengadakan pengamatan (observasi) di lapangan untuk memahami latar penelitian yang sebenarnya.
d.        Melaksanakan kunjungan untuk mengumpulkan data sesuai jadwal yang telah disepakati.
Ada beberapa prinsip etika yang harus diperhatikan peneliti adalah memperhatikan, menghargai, menjunjung tinggi hak kepentingan informan, tidak melanggar kebebasan, menjaga privasi informan sekaligus tidak mengekploitasinya, mengkomunikasikan dan mengkonsultasikan hasil laporan penelitian kepada informan atau pihak-pihak yang terkait.
Moleong (2010: 172) mengungkapkan bahwa sikap toleran, sabar, empati, pandangan yang baik, manusiawi, terbuka, jujur, objektif, penampilan menarik, mencintai pekerjaannya dalam meneliti (wawancara), senang berbicara, punya rasa ingin tahu, mau mendengarkan dan menghargai orang lain dalam berbagai aspek. Sedangkan peranan peneliti sebagai pengamat yaitu: (a) Berperanserta secara lengkap (menjadi anggota penuh di lapangan); (b) Pemeranserta sebagai pengamat (pura-pura dan tak sepenuhnya berperanserta), (c) Pengamat sebagai pemeranserta (peran peneliti diketahui umum); (d) Pengamat penuh (mengamati secara penuh dan subjek tidak menyadarinya, biasanya hal ini dilakukan dengan one way screen yaitu pengamatan lewat belakang kaca.

C.  Lokasi dan waktu penelitan
Nama Sekolah SMA Negeri 1 Tanjung Selor Terakreditasi A, Alamat SekolahJl. Kolonel H. Soetadji No.06 Tanjung Selor Hilir Tanjung Selor Bulungan Kalimantan Utara Kode Pos,77212, Telepon. (0552)21129, Fax : (0552) 21129, Web Site:http: //smansatase.sch.id, E-mail:sman1.tgselor@gmail.com. Jumlah guru dan pegawai 60 orang dengan 9 orang beragama Kristen. Adapaun Identitas Kepala Sekolah yakni Sunjono, S.Pd. M.Si, Pendidikan Terakhir S-2 Kepala SMA Negeri 1 Tanjung Selor telah menetapkan visi sekolahyang merupakan arah tujuan jangka panjang yang hendak dicapai pada masa mendatang. Visi SMA Negeri 1 Tanjung Selor adalah: ”Beriman, Unggul dalam Prestasi, Berbudi Pekerti Luhur, Mandiri, dan Berwawasan Lingkungan”.
SMA Negeri 2 Tanjung Selor Alamat Jl, Poros Selimau I, Kel. Tanjung Selor Timur Kecamatan Tanjung Selor SK Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan Tentang Pendirian SMA Negeri 2 Tanjung Selor Terhitung Mulai Tanggal 02 Mei 2013 Nomor SK: 422/1369/DISDIK-III/2013 Tanggal SK :02 Mei 2013 Jumlah guru dan pegawai 20 0rang 13 Beragama Islam dan 7 orang beragama Kristen. adapun  visi sekolah Visi Sekolah adalah imajinasi moral yang dijadikan dasar atau rujukan dalam menentukan tujuan atau keadaan masa depan sekolah yang secara khusus diharapkan oleh Sekolah. Visi Sekolah merupakan turunan dari Visi Pendidikan Nasional, yang dijadikan dasar atau rujukan untuk merumuskan Misi, Tujuan sasaran untuk pengembangan sekolah dimasa depan yang diimpikan dan terus terjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Lokasi ini sengaja dipilih oleh peneliti karena memiliki unsur pluralitas, sehingga dapat dijadikan model pendidikan pluralisme dari model-model  Kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin. Adapun jadwalpengambilan data di lapangan akan dimulai tanggal 10 Januari s/d 29 Pebruari 2016.

D.  Sumber Data
Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan bahan kajian (analisis atau kesimpulan). Data yang dikumpulkan peneliti dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari informan (istilah penelitian kualitatif) informan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan kebutuhan penelitian.
Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling menurut HB Soetopo (dalam Masykuri Bakri 2013: 124) menyatakan bahwa:
Dalam penelitian kualitatif, proposif sampling yang diambil lebih bersifat selektif, memilih informan yang dianggap mengetahui informasi, masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap.Peneliti mendasarkan pada landasan kaitan teori yang digunakan keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang dihadapi.Sumber data yang digunakan tidak sebagai yang mewakili populasinya, tetapi lebih cenderung mewakili informasinya.Karena pengambilan sampel didasarkan atas berbagai pertimbangan tertentu.

Rulam Ahmadi (2014: 85) berpendapat bahwa:
Proposif sampling merupakan jenis sampling yang diterima untuk situasi-situasi khusus. Proposif sampling menggunakan keputusan (judgment) ahli dalam memilih kasus-kasus atau memilih kasus-kasus dengan tujuan khusus dalam pikiran. Proposif samplin gcocok dalam tiga situasi. Pertama, seorang peneliti menggunakannya untuk memilih kasus-kasus unik, khususnya yang bersifat informative. Kedua, seorang peneliti bisa menggunakan proposif sampling untuk memilih anggota-anggota yang sulit untuk dicapai, populasi khusus. Ketiga, proposif sampling digunakan ketika seorang peneliti ingin mengidentifikasi tahapan-tahapan khusus kasus-kasus untuk investigasi mendalam.

Dengan merujuk pada pendapat di atas, maka penentuan informan dalam penelitian ini untuk melaksanakan wawancara mendalam, penulis menentukan beberapa sumber atau informan yang dianggap paling representatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan fokus penelitian.Penentuan informan dilakukan berdasarkan jabatan, pengalaman dan pemahaman atas objek yang diteliti.Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling dengan memilih informan kunci yang paling tau dan faham tentang situasi, kondisi dan gejala-gejala yang terjadi.Ini dilaksanakan pada tahap awal memasuki lapangan memilih orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi sosial atau objek yang diteliti. Hal ini dimaksudkan untuk mampu membukakan pintu atau jalan masuk kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data.
Berkenaan dengan penelitian ini maka yang menjadi informan yang memiliki otoritas, antara lain:
1.      Kepala sekolah
2.      Guru
3.      Tata Usaha
Sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian, terdahulu penulis mengikuti prosedur di bawah ini:
a.          Diberitahukan terlebih dahulu kepada informan mengenai permasalahan yang akan ditanyakan secara garis besar yang terdapat pada fokus penelitian.
b.           Setelah ada persetujuan antara peneliti dan informan maka peneliti mendatangi informan sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan nara sumber.
c.            Setelah peneliti bertatap muka secara langsung dengan informan maka peneliti memulai wawancara dengan menanyakan segala persoalan yang berkaitan dengan fokus kajian penelitian. Setiap kata yang dijawab oleh informan maka peneliti mencatatnya atau merecordnya ke dalam nota kecil yang telah dipersiapkan oleh peneliti sebelumnya sebagai sumber data. Hal itu akan memudahkan peneliti untuk menyalin pulang sebagai data di dalam tesis.

E.  Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam suatu penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai cara. Untuk itu, penulis perlu menyampaikan teknik pengumpulan data yang digunakan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Teknik pengumpulan data primer
Menurut HB Soetopo (dalam Masykuri Bakri 2013:131) pengumpulan data primer tersebut dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:
Observasi; digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi dan benda serta rerkaman gambar. Dapat dikatakan bahwa observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang berhubungan dengan penelitian.

Berangkat dari pendapat di atas maka dalam pengumpulan data penelitian, penulis menyiapkan pedoman observasi yakni lembaran pengamatan untuk menjaring data tentang model kepemimpinan instuktif,konsultatif,partisipatif,dan delegatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
Selanjutnya, penulis menggunakan wawancara terstruktur dan tak terstruktur.Wawancara terstruktur mirip dengan percakapan informasi.Metode ini bertujuan memperoleh bentuk-bentuk tertentu informasi dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap informan.Sedangkan wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara. Melalui wawancara tersebut akan diperoleh informasi tentang model kepemimpinan instuktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif kepala SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
b. Teknik pengumpulan data sekunder:
b.1 Studi kepustakaan; yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.
b.2 Studi dokumentasi; yaitu dengan cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan penulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.

F.     Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tekhnik analisis data kualitatif deskriptif (berupa kata-kata bukan angka). Menurut Milles dan Hunberman (1992:15) “dalam analisis data kualitatif data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka-angka. Data tersebut mungkin telah dikumpulkan dalam berbagai cara seperti observasi, wawancara, atau intisari rekaman yang kemudian ‘di proses’ melalui perencanaan, pengetikan atau pengaturan kembali”.
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu.Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban hasil wawancara. Bila jawaban setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai diperoleh data yang kredibel. Adapun langkah-langkah analisis dari penelitian multi situs ini adalah sebagai berikut :
1.    Analisis Data Tunggal
Model analisi data menggunakan model interaktif dari Milles dan Hunberman (1992:18) dengan langkah-langkah:
a.    Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, serta membuang yang tidak perlu.Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas.
b.    Penyajian data
Penyajian data dalam penelitian kualitatif berbentuk teks/kalimat yang bersifat naratif.Selain itu bisa juga berupa grafik, matrik, network dan chart.
c.    Verifikasi / penarikan kesimpulan
Berikutnya adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat.Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Model interaktif Miles dan Huberman (1992:22) dalam analisis data ditunjukkan pada gambar di bawah ini:


 







Bagan 2 Analisis Data Intraktif Miles dan Huberman (1992:22)
2.    Analisis Data Lintas Situs
Dalam analisis data lintas situs, peneliti melakukan analisis dari kasus I yaitu SMAN 1 Tanjung Selor dan kasus II yaitu SMAN 2 Tanjung Selor sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan.Adapun teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data induktif. Analisa data induktif adalah teknik yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat khusus menuju yang bersifat umum. Dengan teknik ini di maksudkan untuk membahas suatu masalah dengan cara mengumpulkan data yang bersifat khusus kemudian diambil kesimpulan secara umum. Berfikir induktif adalah berfikiryang berangkat dari fakta-fakta yang bersifat khusus kemudian ditarik generalalisasi yang bersifat umum. (Hadi, 1981: 42).
Bagan 3
Analisis data Multisitus


 











G. Pengecekan Keabsahan Temuan Data
Moleong, (2010:330) menyatakan bahwa uji keabsahan data merupakan bagian yang sangat penting dan tidak terpisahkan dalam penelitian kualitatif. Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dan dicatat dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cara triangulasi yaitu cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan keabsahan dalam penelitian kualitatif. Denzim membedakan empat macam triangulasi yaitu sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam validitas data ini yang digunakan adalah triangulasi. Triangulasi itu sendiri adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah diperoleh. Tehnik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainya. Membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini bisa dicapai dengan jalan di antaranya:
a.     Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
b.    Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c.     Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
d.    Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain.
e.     Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Cara di atas dilakukan oleh penulis sebagai upaya untuk membandingkan dan mengecek derajat keterpercayaan temuan melalui trianggulasi sumber. Trianggulasi sumber peneliti lakukan dengan membandingkan temuan-temuan yang diperoleh dalam penelitian ini dari berbagai sumber untuk permasalahan sejenis melalui informan yang satu dengan informan lainnya tentang model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
Adapun teknisnya misalnya dari kepala sekolah ke wakil kepala sekolah, dari wakil kepala sekolah ke para guru, dan sebagainya. Atau juga melalui pengecekan balik dari metode yang berbeda seperti hasil observasi dibandingkan atau dicek dengan hasil wawancara kemudian dicek lagi melalui dokumen mengenai model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai di SMAN 1 Tanjung Selor dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.

H.  Tahap-Tahap Penelitian
Sebelum mencari data di lapangan, peneliti harus melakukan persiapan-persiapan yang nantinya dibutuhkan di lapangan. Ada tiga tahapan pokok dalam penelitian kualitatif, yaitu:
1.    Tahap pra lapangan
Tahap ini yaitu orientasi yang meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian paradigma dengan teori dan disiplin ilmu, penjajakan dengan konteks penelitian mencakup observasi awal kelapangan dalam hal ini adalah di Kantor SMAN 1 dan SMA Negeri 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara, penyusunan usulan penelitian dan seminar proposal penelitian, kemudian dilanjutkan dengan dengan mengurus perizinan penelitian kepada subyek penelitian.

2.    Tahap kegiatan lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan data-data yang terkait dengan focus penelitian yaitu model kepemimpinan kepala sekolah dalam membangun keharmonisan guru dan pegawai di SMAN 1 dan SMAN 2 Tanjung Selor Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara.
3.    Tahap analisis data
Tahap ini meliputi kegiatan mengolah dan mengorganisir data yang diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi, setelah itu dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti.Selanjutnya dilakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data dan metode yang digunakan untuk memperoleh data sebagai data yang benar-benar valid, akuntabel sebagai dasar dan bahan untuk pemberian makna atau penafsiran data yang merupakan proses penetuan dalam memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
4.    Tahap penulisan laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan kritikan, perbaikan dan saran atau koreksi pembimbing, yang kemudian ditindak lanjuti dengan perbaikan atas semua yang disarankan oleh dosen pembimbing dengan menyempurnakan hasil penelitian. Langkah terakhir adalah melakukan pengurusan kelengkapan persyaratan untuk mengadakan ujian tesis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar