LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh: Abdulchalid Badarudin
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
A. Program Layanan Bimbingan
dan Konseling Di Sekolah
Program layanan bimbingan dan konseling di
sekolah terdiri dari :
1)
Program Tahunan, yaitu
program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu
tahun untuk masing-
2)
masing kelas di
sekolah/madrasah.
3)
Program Semester, yaitu
program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu
semester yang merupakan jabaran program tahunan.
4)
Program Bulanan, yaitu
program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu
bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
5)
Program Mingguan, yaitu
program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu
minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
6)
Program Harian, yaitu
program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari
tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program
mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan
pendukung (SATKUNG) Bimbingan dan Konseling.
B. Jenis-jenis Layanan
Bimbingan dan Konseling
1)
Orientasi, yaitu layanan
yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru,terutama lingkungan
sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untukmenyesuaikan diri serta
mempermudah dan memperlancar peran peserta didik dilingkungan yang baru.
2)
Informasi, yaitu layanan
yang membantu peserta didik menerima dan memahamiberbagai informasi diri,
sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
3)
Penempatan dan Penyaluran,
yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran
yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan,
magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
4)
Penguasaan Konten, yaitu
layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata
kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah,
keluarga, dan masyarakat.
5)
Bimbingan dan Konseling
Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan
masalah pribadinya.
6)
Bimbingan Kelompok, yaitu
layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan
hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan,dan pengambilan keputusan,
serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
7)
Bimbingan dan Konseling
Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan
pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
8)
Konsultasi, yaitu layanan
yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan,
pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan
atau masalah peserta didik.
9)
Mediasi, yaitu layanan yang
membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan
antar mereka.
C. Peran Guru Dalam Layanan
Bimbingan dan Konseling
Implementasi
kegiatan Bimbingan Konseling dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena
itu peranan guru kelas (bagi sekolah tanpa guru bimbingan) dalam pelaksanaan
kegiatan Bimbingan Konseling sangat penting dalam rangka mengefektifkan
pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Menurut
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan
Bimbingan Konseling, yaitu:
1. Informator,
guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi
lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator,
guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan
lain-lain.
3. Motivator,
guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta
(kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4. Director,
guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator,
guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6. Transmitter,
guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7. Fasilitator,
guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8. Mediator,
guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator,
guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik
maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak
didiknya berhasil atau tidak.
D. Fungsi Bimbingan Dan
Konseling
Menurut
Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling,
yaitu:
1) Fungsi penyaluran
(distributif)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan
dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan
yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah
lanjutan/sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat,
cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi
pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu
menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
2)
Fungsi penyesuaian (adjustif)
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan
dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam
berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi
ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
3)
Fungsi adaptasi (adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam
rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program
pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi
ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan
kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha
untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa
memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan
dan minat (Sugiyo, 1987:14).
E. Prinsip-prinsip Bimbingan
Dan Konseling
Prinsip
merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan
sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno,1997:219).
Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah
sumber, sebagai berikut:
1)
Sikap dan tingkah laku seseorang
sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adalah unik dan khas. Keunikan ini
memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan
adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam
memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.
2)
Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai
berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat
efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai
kebutuhan individu.
3)
Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu
bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi
kesulitannya sendiri.
4)
Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing
harus aktif , mempunyai banyak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada
prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
5)
Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan
perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat
diselesaikan oleh sekolah (guru bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut
perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
6)
Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya
dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang
dialami individu yang dibimbing.
7)
Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara
fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan
masyarakatnya.
8)
Program bimbingan dan konseling di sekolah harus
sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini
merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar
jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
9)
Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di
sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas/guru yang benar-benar memiliki
keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan
bekerja sama dengan petugas-petugas/guru lain yang terlibat.
Program bimbingan
dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara
teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat
yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini, sebagai tahap
evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan.
Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk
menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan
bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).
F. Masalah Layanan Bimbingan
dan Konseling Di Sekolah
Bimbingan
dan konseling diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal.
merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di
sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal :
(1)
Dalam perkembangan belajar
di sekolah (perkembangan akademis).
(2)
Mengenal diri sendiri dan
mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun
kelak.
(3)
Menentukan cita-cita dan
tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai
tujuan-tujuan itu.
(4)
Mengatasi masalah pribadi
yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan
orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup.
Empat
peran di atas dapat efektif, jika bimbingan dan konseling didukung oleh
mekanisme struktural di suatu sekolah. Proses cara personalis di sekolah dapat
dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan
dan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan.
Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner
dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa
berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi
sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada
bersama-sama.
Pemilahan
peran demikian memungkinkan bimbingan dan konseling optimal dalam banyak hal
yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah
terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. Mendesak untuk diwujudkan, prinsip
keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap
pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah lazimnya dihadapkan pada celaan,
cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan.
Betapa
ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif
belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang
menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah
pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
Bimbingan
konseling dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan.
Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka
diri tanpa maswas akan privasinya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan
diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan
diri diteguhkan. Bahkan orang tua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan
bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan
anak mereka.
Tantangan
pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru
datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang
tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Adanya
kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti
disisipi tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, menjaga kantin, mengurus
perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus
dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan
tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa
pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
Bimbingan
konseling yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari
ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang
mampu (baca: mau) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai,
ruang bimbingan konseling sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat
tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet.
Betapa
mendesak untuk dikedepankan peran bimbingan konseling dengan mencoba
menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang
lebih besar pada bimbingan konseling dalam pendampingan pribadi, sekarang ini
begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja
menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan
paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat didalam proses
kependidikan.
DAFTAR RUJUKAN
http://nugardhy.files.wordpress.com,
diakses pada tanggal 02 Desember 2015.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014
Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar