Rabu, 06 April 2016

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING



LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

 Oleh: Abdulchalid Badarudin
 

UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM


A.     Program Layanan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah
Program layanan bimbingan dan konseling di sekolah terdiri dari :
1)        Program Tahunan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-
2)        masing kelas di sekolah/madrasah.
3)        Program Semester, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.
4)        Program Bulanan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.
5)        Program Mingguan, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.
6)        Program Harian, yaitu program pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) Bimbingan dan Konseling.

B.     Jenis-jenis Layanan Bimbingan dan Konseling
1)     Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru,terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untukmenyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik dilingkungan yang baru.
2)     Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahamiberbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.
3)     Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.
4)     Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.
5)     Bimbingan dan Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.
6)     Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan,dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.
7)     Bimbingan dan Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.
8)     Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.
9)     Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antar mereka.

C.     Peran Guru Dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Implementasi kegiatan Bimbingan Konseling dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas (bagi sekolah tanpa guru bimbingan) dalam pelaksanaan kegiatan Bimbingan Konseling sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Menurut Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan Konseling, yaitu:
1.    Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2.    Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3.    Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4.    Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5.      Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6.    Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7.    Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8.    Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9.      Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
D.     Fungsi Bimbingan Dan Konseling
Menurut Sugiyo dkk (1987:14) menyatakan bahwa ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
1)    Fungsi penyaluran (distributif)
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah lanjutan/sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
2)    Fungsi penyesuaian (adjustif)
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
3)    Fungsi adaptasi (adaptif)
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat (Sugiyo, 1987:14).
E.     Prinsip-prinsip Bimbingan Dan Konseling
Prinsip merupakan paduan hasil kegiatan teoretik dan telaah lapangan yang digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan (Prayitno,1997:219). Berikut ini prinsip-prinsip bimbingan konseling yang diramu dari sejumlah sumber, sebagai berikut:
1)        Sikap dan tingkah laku seseorang sebagai pencerminan dari segala kejiwaannya adalah unik dan khas. Keunikan ini memberikan ciri atau merupakan aspek kepribadian seseorang. Prinsip bimbingan adalah memperhatikan keunikan, sikap dan tingkah laku seseorang, dalam memberikan layanan perlu menggunakan cara-cara yang sesuai atau tepat.
2)        Tiap individu mempunyai perbedaan serta mempunyai berbagai kebutuhan. Oleh karenanya dalam memberikan bimbingan agar dapat efektif perlu memilih teknik-teknik yang sesuai dengan perbedaan dan berbagai kebutuhan individu.
3)        Bimbingan pada prinsipnya diarahkan pada suatu bantuan yang pada akhirnya orang yang dibantu mampu menghadapi dan mengatasi kesulitannya sendiri.
4)        Dalam suatu proses bimbingan orang yang dibimbing harus aktif , mempunyai banyak inisiatif. Sehingga proses bimbingan pada prinsipnya berpusat pada orang yang dibimbing.
5)        Prinsip referal atau pelimpahan dalam bimbingan perlu dilakukan. Ini terjadi apabila ternyata masalah yang timbul tidak dapat diselesaikan oleh sekolah (guru bimbingan). Untuk menangani masalah tersebut perlu diserahkan kepada petugas atau lembaga lain yang lebih ahli.
6)        Pada tahap awal dalam bimbingan pada prinsipnya dimulai dengan kegiatan identifikasi kebutuhan dan kesulitan-kesulitan yang dialami individu yang dibimbing.
7)        Proses bimbingan pada prinsipnya dilaksanakan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan yang dibimbing serta kondisi lingkungan masyarakatnya.
8)        Program bimbingan dan konseling di sekolah harus sejalan dengan program pendidikan pada sekolah yang bersangkutan. Hal ini merupakan keharusan karena usaha bimbingan mempunyai peran untuk memperlancar jalannya proses pendidikan dalam mencapai tujuan pendidikan.
9)        Dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah hendaklah dipimpin oleh seorang petugas/guru yang benar-benar memiliki keahlian dalam bidang bimbingan. Di samping itu ia mempunyai kesanggupan bekerja sama dengan petugas-petugas/guru lain yang terlibat.
Program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya senantiasa diadakan penilaian secara teratur. Maksud penilaian ini untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan program bimbingan. Prinsip ini, sebagai tahap evaluasi dalam layanan bimbingan konseling nampaknya masih sering dilupakan. Padahal sebenarnya tahap evaluasi sangat penting artinya, di samping untuk menilai tingkat keberhasilan juga untuk menyempurnakan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling (Prayitno, 1997:219).

F.     Masalah Layanan Bimbingan dan Konseling Di Sekolah
Bimbingan dan konseling diposisikan sebagai “musuh” bagi siswa bermasalah atau nakal. merujuk pada rumusan Winkel untuk menunjukkan hakikat bimbingan konseling di sekolah yang dapat mendampingi siswa dalam beberapa hal :
(1)       Dalam perkembangan belajar di sekolah (perkembangan akademis).
(2)       Mengenal diri sendiri dan mengerti kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi mereka, sekarang maupun kelak.
(3)       Menentukan cita-cita dan tujuan dalam hidupnya, serta menyusun rencana yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan itu.
(4)       Mengatasi masalah pribadi yang mengganggu belajar di sekolah dan terlalu mempersukar hubungan dengan orang lain, atau yang mengaburkan cita-cita hidup.
Empat peran di atas dapat efektif, jika bimbingan dan konseling didukung oleh mekanisme struktural di suatu sekolah. Proses cara personalis di sekolah dapat dimulai dengan menegaskan pemilahan peran yang saling berkomplemen. Bimbingan dan konseling dengan para konselornya disandingkan dengan bagian kesiswaan. Wakil kepala sekolah bagian kesiswaan dihadirkan untuk mengambil peran disipliner dan hal-hal yang berkait dengan ketertiban serta penegakan tata tertib. Siswa berkelahi, pakaian tidak tertib, bukan lagi konselor yang menegur dan memberi sanksi. Reward dan punishment, pujian dan hukuman adalah dua hal yang mesti ada bersama-sama.
Pemilahan peran demikian memungkinkan bimbingan dan konseling optimal dalam banyak hal yang bersifat reward atau peneguhan. Jika tidak demikian, BK lebih mudah terjebak dalam tindakan hukum-menghukum. Mendesak untuk diwujudkan, prinsip keseimbangan dalam pendampingan orang-orang muda yang masih dalam tahap pencarian diri. Orang-orang muda di sekolah lazimnya dihadapkan pada celaan, cacian, cercaan, dan segala sumpah-serapah kemarahan jika membuat kekeliruan.
Betapa ketimpangan ini membentuk pribadi-pribadi yang memiliki gambaran diri negatif belaka. Jika seluruh komponen kependidikan di sekolah bertindak sebagai yang menghakimi dan memberikan vonis serta hukuman, maka semakin lengkaplah pembentukan pribadi-pribadi yang tidak seimbang.
Bimbingan konseling dapat diposisikan secara tegas untuk mewujudkan prinsip keseimbangan. Lembaga ini menjadi tempat yang aman bagi setiap siswa untuk datang membuka diri tanpa maswas akan privasinya. Di sana menjadi tempat setiap persoalan diadukan, setiap problem dibantu untuk diuraikan, sekaligus setiap kebanggaan diri diteguhkan. Bahkan orang tua siswa dapat mengambil manfaat dari pelayanan bimbingan di sekolah, sejauh mereka dapat ditolong untuk lebih mengerti akan anak mereka.
Tantangan pertama untuk memulai suatu proses pendampingan pribadi yang ideal justru datang dari faktor-faktor instrinsik sekolah sendiri. Kepala sekolah kurang tahu apa yang harus mereka perbuat dengan konselor atau guru-guru BK. Adanya kekhawatiran bahwa konselor akan memakan “gaji buta”. Akibatnya, konselor mesti disisipi tugas-tugas mengajar keterampilan, sejarah, menjaga kantin, mengurus perpustakaan, atau jika tidak demikian hitungan honor atau penggajiannya terus dipersoalkan jumlahnya. Sesama staf pengajar pun mengirikannya dengan tugas-tugas konselor yang dianggapnya penganggur terselubung. Padahal, betapa pendampingan pribadi menuntut proses administratif dalam penanganannya.
Bimbingan konseling yang baru dilirik sebelah mata dalam proses pendidikan tampak dari ruangan yang disediakan. Bisa dihitung dengan jari, berapa jumlah sekolah yang mampu (baca: mau) menyediakan ruang konseling memadai. Tidak jarang dijumpai, ruang bimbingan konseling sekadar bagian dari perpustakaan (yang disekat tirai), atau layaknya ruang sempit di pojok dekat gudang dan toilet.
Betapa mendesak untuk dikedepankan peran bimbingan konseling dengan mencoba menempatkan kembali pada posisi dan perannya yang hakiki. Menaruh harapan yang lebih besar pada bimbingan konseling dalam pendampingan pribadi, sekarang ini begitu mendesak, jika mengingat kurikulum dan segala orientasinya tetap saja menjunjung supremasi otak. Untuk memulai mewujudkan semua itu, butuh perubahan paradigma para kepala sekolah dan semua pihak yang terlibat didalam proses kependidikan.

DAFTAR RUJUKAN
http://nugardhy.files.wordpress.com, diakses pada tanggal 02 Desember 2015.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Menengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar