DALIL NAQLI, AQLI DAN SIRAH
NABAWIYAH
BERKAITAN DENGAN
KEPEMIMPINAN
Oleh: Abdulchalid Badarudin
Oleh: Abdulchalid Badarudin
Dalam sejarah kehidupan manusia, telah muncul konsepsi
tentang kepemimpinan. Bagaimana Nabi Adam memimpin Hawa dan keturunannya di
dunia setelah diusir dari surga. Begitu juga sejak awal kemunculan Islam, Nabi
Muhammad selain sebagai seorang utusan Rasul yang menyampaikan ajaran-ajaran
agama tetapi juga seorang kepala Negara dan kepala rumah tangga. Paling tidak
dalam catatan-catatan sejarah kenabian yang terdokumentasikan dalam
Hadits-Hadits yang tetap terjaga dan masih bisa dikonsumsi sampai saat ini,
Nabi memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin menyelesaikan
persoalan-persoalan pribadi maupun sosial kemasyarakatan berdasarkan musyawarah
untuk tercapainya kemaslahatan.
Di bawah ini akan diuraikan secara rinci dalil-dalil yang
berkaitan dengan kepemimpinan baik aqli maupun naqli, sirahnabawiyah, dan
sumber-sumber otentik:
1.
DALIL
NAQLI :
a. QS.AL-BAQARAH:30
Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." [QS.al-Baqarah:30].
Hai
orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa;59).
c. QS. AL-IMRAN:159
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imran;159).
d. HADITS
RIWAYAH IBNU UMAR
Hadis Ibnu
Umar r.a: Diriwayatkan daripada Nabi s.a.w katanya: Baginda telah bersabda:
Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggungjawab terhadap apa
yang kamu pimpin. Seorang pemerintah adalah pemimpin manusia dan dia akan
bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi ahli
keluarganya dan dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Manakala seorang
isteri adalah pemimpin rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dia akan
bertanggungjawab terhadap mereka. Seorang hamba adalah penjaga harta tuannya
dan dia juga akan bertanggungjawab terhadap jagaannya. Ingatlah, kamu semua
adalah pemimpin dan akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin *
e. HADITS RIWAYAH ABU DZAR
Diriwayatkan
daripada Saidatina Aisyah r.a katanya: Sesungguhnya kaum Quraisy merasa bingung
dengan masalah seorang wanita dari kabilah Makhzumiah yang telah mencuri.
Mereka berkata: Siapakah yang akan memberitahu masalah ini kepada Rasulullh
s.a.w؟ Dengan serentak mereka menjawab: Kami
rasa hanya Usamah saja yang berani memberitahunya, kerana dia adalah kekasih
Rasulullah s.a.w. Maka Usamah pun pergilah untuk memberitahu kepada Rasulullah
s.a.w, lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Jadi maksud kamu semua ialah untuk
memohon syafaat terhadap salah satu dari hukum Allah؟ Kemudian Baginda berdiri dan berkhutbah: Wahai
manusia! Sesungguhnya yang menyebabkan binasanya umat-umat sebelum daripada
kamu ialah, apabila mereka mendapati ada orang mulia yang mencuri, mereka
membiarkannya saja. Tetapi apabila mereka dapati orang lemah di antara mereka
yang mencuri, mereka akan menjatuhkan hukuman ke atasnya. Demi Allah, sekiranya
Saidatina Fatimah binti Muhammad yang mencuri, nescaya aku akan memotong
tangannya *
2.
DALIL
AQLI
Melalui dalil-dalil yang diturunkan di dalam Al-Quran,
manusia telah diciptakan sebagai makhluk yang sempurna yang memiliki dua fungsi
iaitu sebagai pemimpin, baik pada diri sendiri mahupun kepada orang lain untuk
mencari keredhaan Allah, serta memelihara, memakmurkan, mengurus, dan mentadbir
alam agar mendapat kesejahteraan bagi segenap pelusuk kehidupan di muka bumi.
Namun begitu, tugas pemimpin tidak bertumpu pada yang bersifat intelektual
sahaja, tetapi ia juga merangkumi moral dan sivik.
Kekuasaan manusia sebagai pemimpin di muka bumi tidak
mutlak, kerana penciptaan manusia dibatasi dengan landasan-landasan yang telah
digariskan sebagai panduan, agar manusia tidak melakukan kesalahan serta
terselamat dari kekurangan yang dipersoalkan oleh Malaikat di awal kejadian
manusia sebagai khalifah.
Maka dengan itu, syarat-syarat utama untuk menjadi
seorang pemimpin ialah:
v Berpengalaman
v Tidak memiliki cacat jasmani
v Bartanggungjawab, teguh, dan kuat menjalankan tugas
Kewajiban seseorang pemimpin pula adalah merangkumi:
v Membela negara dan agama serta menjalankan syariat agama yang hakiki
v Menjaga keamanan dan ketenteraman umum
v Bermusyawarah dengan wakil-wakil rakyat dalam sebarang urusan negara
v Mengatur perekonomian negara mengikut syariat yang benar
v Mengangkat para pemimpin bawahannya sesuai dengan keahliannya
Manusia adalah makhluk yang paling mulia di antara
semua makhluk yang diciptakan Allah. Kelebihan manusia dengan makhluk-makhluk
lain terletak pada jasmani dan rohaninya, dan perbezaan yang paling besar
adalah pada akal fikiran manusia. Melalui akal fikiran yang dikurniakan,
manusia dapat membezakan yang baik dan buruk, yang haq dan batil, serta yang
halal dan haram mengikt panduan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta.
Dengan akal fikiran, manusia akan sedar bahawa mereka semua adalah hamba yang
perlu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.
Dalam kejadian manusia, Allah SWT menciptakan manusia
dengan sempurna, yakni memiliki fiksi yang terdiri dari penglihatan,
pendengaran, dan hati. Telinga digunakan untuk mendengarkan perkara yang
baik-baik, mata digunakan untuk melihat dan menjaga pandangan yang diharamkan,
hati digunakan untuk merasa dan tidak mengeluarkan sifat-sifat tercela yang
menyakitkan orang lain, dan akal digunakan untuk berfikir pada hal yang lebih
bermanfaat baik pada diri sendiri mahupun orang lain. Itulah antara panduan
yang digariskan agar manusia mampu menjadi pemimpin yang beriman dalam memikul
amanah sebagai khalifah di muka bumi.
Kepimpinan merupakan perkara asas yang wujud dalam
kehidupan. Fungsi kepemimpinan wujud di semua peringkat masyarakat mengikut
tahap-tahap dan tugas-tugas tertentu. Seorang individu sekurang-kurangnya
menjadi pemimpin kepada dirinya. Seorang individu mungkin merupakan ketua
keluarga, ketua pertubuhan atau organisasi dan ketua negara. Ringkasnya, setiap
individu mempunyai tanggungjawab dan amanah yang perlu dilaksanakan dengan
sebaiknya.
Kepemimpinan dalam Islam bersifat sepadu kerana Islam
tidak hanya terbatas dalam urusan dunia atau urusan akhirat semata-mata. Tetapi
ajaran Islam meliputi segala urusan dunia dan akhirat, rohani dan jasmani,
spiritual dan material bagi tujuan mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
di dunia dan akhirat. Justeru, pemimpin dalam Islam mestilah dipilih dari
kalangan manusia yang bertakwa, berilmu, berwibawa dan berkelayakan bagi
memenuhi segala tututan di atas. Penyerahan kuasa kepada orang yang tidak
berkelayakan dan sesuai menurut Islam adalah mengkhianati perintah Allah dan
Rasul-Nya.
Pemimpin adalah pribadi yang memiliki ketrampilan
teknis, khususnya dalam satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain
untuk bersama-sama melakukan aktifitas. Kepemimpinan merupakan kegiatan dalam
mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan
kelompok (George Terry). Sedangkan menurut Terry & Rue (1985), kepemimpinan
ialah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain
untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.
Sanusi (1989), juga mengungkapkan kepemimpinan ialah
penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita, dan semangat kebangsaan dalam
mengatur, mengendalikan, dan mengelola rumah tangga maupun organisasi atau
rumah tangga negara. Sedangkan dalam SK BAKN No.27/KEP/1972, kepemimpinan
adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara
optimal.
Sementara itu, menurut Stogdill (1974) definisi pemimpin adalah fokus dari
proses kelompok, penerimaan kepribadian seseorang, seni mempengaruhi perilaku,
alat untuk mempengaruhi perilaku, suatu tindakan perilaku, bentuk dari ajakan
(persuasi), bentuk dari relasi yang kuat, alat untuk mencapai tujuan, akibat
dari interaksi, peranan yang diferensial, dan pembuat struktur.
Model-Model
Kepemimpinan :
1. Model
Kontigensi Fiedler
Model
kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan
kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama
yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya
mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara
pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task
structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan
bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh
bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.
Struktur tugas menjelaskan sampai
sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai
sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci
dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana
kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan
dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai
dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai
sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan
hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).
2. Model Kepemimpinan Vroom – Jago
Model kepemimpinan ini menetapkan
prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam situasi tertentu. Dua
gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan
satu gaya berorientasi keputusan bersama. Dalam pengembangan model
ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu :
1) Model ini harus dapat memberikan kepada para
pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi
2) Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam
segala situasi
3) Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang
akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi
4) Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu
situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain
5) Beberapa proses social berpengaruh pada
tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah.
4. Model Kepemimpinan Jalur Tujuan
Model kepemimpinan jalur tujuan (path
goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan
mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan.
Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan
ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan
kepemimpinan dalam berbagai situasi.
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel
situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik
pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti
misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model-model sebelumnya
dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini
belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling
efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
5. Model Kepemimpinan Situasional
Hersey-Blanchard
Pendekatan situasional menekankan pada
ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur
atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis
pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari
kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.
Pendekatan situasional atau pendekatan
kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara
pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang
bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah
unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya
kepemimpinan tertentu.
Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa
pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual
seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan
eksternal, dan karakteristik para pengikut.
Robbins dan Judge (2007) menyatakan
bahwa pada dasarnya pendekatan kepemimpinan situasional dari Hersey dan
Blanchard mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat
direktif, partisipatif, supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang
paling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan
kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada sampai di mana pengikut memiliki
kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
Namun, pendekatan situasional dari
Hersey dan Blanchard ini menurut Kreitner dan Kinicki (2005) tidak didukung
secara kuat oleh penelitian ilmiah, dan inkonsistensi hasil penelitian mengenai
kepemimpinan situasional ini dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki (2005) dalam
berbagai penelitian sehingga pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya hanya
digunakan dengan catatan-catatan khusus.
Tipe-Tipe Kepemimpinan :
Secara rinci Siagian (1994: 27)
membagi lima gaya kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, yaitu :
1. Tipe Otokratik
Pemimpin yang otokratik memiliki
serangkaian karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang
negatif. Di lihat dari persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah
seorang yang sangat egois. Sikap egoisme tersebut akan memberi tekanan kepada
bawahannya. Sehingga kedisiplinan yang tertanam berdasarkan rasa ketakutan,
bukan disiplin yang sudah semestinya dijalankan. Kepemimpinan otokratik
mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi.
Pemimpinnya sangat berambisi untuk merajai situasi, setiap perintah dan bijakan
ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahan. Meski pemimpin otokratik selalu
berdiri jauh dari kelompoknya, jadi ada sikap menyisihkan diri dan
eksklusivisme. Pemimpin otokratik senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal,
dan merajai keadaan.
Dalam Veithzal Rivai, sikap-sikap
pemimpin otokrat dapat dijabarkan sebagai berikut :
a)
Kurang mempercayai anggota kelompoknya
b)
Otoriter
c)
Hanya dengan imbalan materi sajalah yang
mampu mendorong orang untuk bertindak.
d)
Kurang toleransi terhadap kesalahan yang
dilakukan anggota kelompok
e)
Peka terhadap perbedaan kekuasaan
f)
Kurang perhatian kepada anggota
kelompoknya
g)
Memberikan kesan seolah-olah demokratis
h)
Mendengarkan pendapat anggota kelompoknya semata-mata hanya untuk menyenangkan
i)
Senantiasa membuat keputusan sendiri.
Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap
dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan
menggunakan gaya kepemimpinan yang :
a)
Menuntut ketaatan penuh dari bawahannya
b)
Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan
c)
Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
d)
Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan
Harus diakui, bahwa hanya efektifitas
semata-mata yang diharapkan dari seorang pemimpin dalam mengemudikan jalannya
organisasi, tipe otokratik mungkin mampu menyelenggarakan berbagai fungsi
kepemimpinannya dengan baik. Akan tetapi yang dipermasalahkan di sini adalah
tekanan yang dirasakan oleh para bawahan, sehingga disiplin ketat berjalan
karena rasa takut dari paksaan atasan bukan karena berdasarkan keyakinan bahwa
tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai. Maka dari itu,
kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan mengambil
tindakan yang punitif. Biasanya, apabila kekuasaan mengambil tindakan punitif
itu tidak lagi dimilikinya, ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin
kerjapun segera mengendor.
2. Tipe
Paternalistik
Gaya paternalistik adalah gaya
kepemimpinan dari pemimpin yang bersifat tradisional, umumnya di masyarakat
yang agraris. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:
a) Kuatnya ikatan primordial,
b) Sistem kekeluargaan,
c) Kehidupan masyarakat yang
komunalistik,
d) Peranan adat istiadat yang sangat kuat
dalam kehidupan bermasyarakat,
e) Masih dimungkinkannya hubungan pribadi
yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
Salah satu ciri utama dari masyarakat
tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota
kepada seseorang yang dituakan. Orang yang dituakan, dihormati terutama karena
orang yang demikian biasanya memproyeksikan sifat-sifat dan gaya hidup yang
pantas dijadikan teladan atau panutan oleh para anggota masyarakat lainnya.
Biasanya orang yang dituakan terdiri dari tokoh-tokoh adat, para ulama dan
guru. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternialistik,
mempunyai sifat tidak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian
terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi, legitimasi
kepemimpinannya berarti penerimaan atas perannya yang dominan dalam kehidupan
organisasional. Selain dari itu, Kartini Kartono juga mengungkapkan bahwa tipe
kepemimpinan ini merupakan tipe yang kebapakan, dengan sifat-sifat :
a) Dia
menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak
sendiri yang perlu dikembangkan
b) Dia
bersikap terlalu melindungi (overly protective)
c) Jarang
bisa memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri
d) Dia
hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
berinisiatif
e) Dia
tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada
pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan karya kreatifitas mereka
sendiri
f) Selalu
bersikap maha-tahu dan maha-benar.
Harus diakui bahwa dalam keadaan
tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi
sifat-sifat negatifnya pemimpin paternalistis kurang menunjukkan elemen
kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.
3. Tipe
Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik
adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut, meskipun para
pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang
tertentu itu dikagumi. Pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi, daya
tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia
mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa
dipercaya.
Sampai saat ini para ahli manajemen
belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma.
Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat
besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para
pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini,
pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang pemimpin yang
karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi
dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan,
umur, kesehatan, profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan
sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.
4. Tipe
Laissez Faire
Kepemimpinan Laissez Faire ditampilkan
oleh seorang tokoh “Ketua Dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia
menyerahkan semua tanggungjawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada
semua anggotanya. Seorang pemimpin yang Laissez Faire melihat perannya sebagai
“polisi lalu lintas” dengan anggapan para anggota organisasi mengetahui dan
cukup dewasa untuk taat kepada peraturan permainan yang berlaku. Seorang
pemimpin yang Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan
organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana
organisasi harus dijalankan dan digerakkan.
Ada
beberapa ciri yang terdapat dalam diri pemimpin tersebut:
a)
Tidak
yakin pada kemampuan sendiri
b)
Tidak
berani menetapkan tujuan untuk kelompok
c)
Tidak
berani menanggung resiko
d)
Membatasi
komunikasi dan hubungan kelompok
Dapat juga diartikan bahwa pemimpin
laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua
anggota yang dipimpinnya bersikap santai-santai, dan bermoto “lebih baik tidak
usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok
tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol.
5. Tipe
Demokratik
Tipe kepemimpinan demokratis dapat
juga disebut sebagai pemimpin yang partisipatif, selalu berkomunikasi dengan
kelompok mengenai masalah-masalah yang menarik perhatian mereka dan mereka
dapat menyumbangkan sesuatu untuk menyelesaikannya serta ikut serta dalam
penetapan sasaran. Pemimpin tipe ini, menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai
diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan
dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan dan buruh, tetapi sebagai saudara
tua di antara teman-temannya atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya, ia
selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan
mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Dalam melaksanakan tugasnya, ia mau
menerima dan mengharapkan saran-saran dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang
membangun dari para anggota diterimanya sebagai umpan balik dan bahan
pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya.
Adapun ciri pemimpin yang demokrat
meliputi :
a) Membuat
keputusan bersama dengan anggota kelompok
b) Selalu
menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok
c) Feed
back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga
d)Mengkritik
dan memuji secara obyektif.
Jika model kepemimpinan dapat
disinonimkan dengan tipe, dari sini dapat dijelaskan sendiri mengenai gaya
kepemimpinan, yakni :
a. Pencari kegembiraan
Adalah orang-orang yang mengambil
resiko, ketika marah menjadi agresif atau pasif, adalah pendiri dan pencipta,
memiliki artikulasi verbal dan banyak bicara, antusias, termotivasi dan suka
akan kesenangan, suka menghibur, bersemangat menolong orang lain, terkadang
sulit diorganisir dan suka melompat-lompat dari satu aktivitas ke aktivitas
lain.
b.
Pencari rinci/detail
Adalah orang-orang yang menanyakan
bagaimana, akan menanyakan detail secara spesifik, mengukur banyak waktu yang
anda gunakan dalam proyek, sensitif dan akurat, perfeksionis, berkonsentrasi
pada detail, mengecek keakuratan, mengikuti petunjuk dan standar, menyukai
struktur dan pemikir praktis, mematuhi otoritas, bekerja pelan tapi pasti.
c.
Pencari hasil
Adalah orang-orang yang bertanya
tentang apa dan kapan, membuat pernyataan, memberitahukan orang lain tentang
apa yang harus dilakukan, tidak mentolerir kesalahan, tidak memiliki perasaan
pada orang lain, menyepelekan saran dari orang lain, berani menghadapi resiko,
sanggup berkompetensi, bermain untuk menang, menerima tantangan, percaya diri,
terkontrol, tidak suka kelambanan, dan mandiri.
d.
Pencari keharmonisan
Adalah orang bertanya mengapa,
mempertahankan hubungan, tipe pembimbing/tipe keibuan, memiliki masalah-masalah
dunia, kalem (calm), tidak suka mengambil inisiatif, loyal, penuh perhatian,
posesif, suka orang lain, tetap tinggal pada satu tempat, penyabar, dan
memiliki kehangatan, konsentrasi pada tujuan, pendengar yang baik, pengambil
keputusan yang lamban, tidak suka konflik interpersonal, takut akan
ketidakharmonisan dan takut salah.
Penerapan Tipe Kepemimpinan
Dalam
penerapannya, kepemimpinan yang baik justru tidak dihasilkan oleh satu macam
tipe kepemimpinan tertentu melainkan oleh kemampuan untuk tahu
"kapan" menggunakan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan
kondisi yang diperlukan. Semakin terbiasa seorang mengambil posisi play maker,
semakin matang gaya kepemimpinannya. Dulu kepemimpinan seseorang terbentuk
secara pasif dan alamiah melalui proses panjang. Namun saat ini hal tersebut
dapat di konstruksi secara sengaja, apabila diinginkan.
Daniel
Goleman, ahli di bidang EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan
dan menemukan ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu membuktikan
pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja perusahaan, kelompok,
divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian itu juga
menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik tidak dihasilkan dari satu macam
tipe. Yang paling baik justru jika seorang pemimpin dapat mengkombinasikan
beberapa tipe tersebut secara fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang
sesuai dengan bisnis yang sedang dijalankan.
Memang,
hanya sedikit jumlah pemimpin yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri
mereka. Pada umumnya hanya memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang
dilakukan terhadap para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa
pemimpin yang paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki
kecerdasan emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya
mereka menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan
emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru menilai
diri mereka secara “lebih” berlebihan dengan menganggap bahwa mereka punya 4
(empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.
Dilihat
dari kacamata psikologis, bahwa orang yang gemar bermain kuasa pada umumnya
dahulu di masa kecilnya terlalu dimanja atau terlalu tertekan. Maka setelah
dewasa, ketika orang tersebut menjadi pemimpin tidak mampu membuang traumanya.
Suasana manja dan tertekan dan sistem resistansinya kemudian menyusup ke bawah
sadarnya menjadi program pengontrol bagi sikapnya sehari-hari di kala mereka
dewasa. Bentuknya antara lain kompensasi semu, merasa paling bagus, paling hebat,
tidak mau disaingi, temperamennya cepat marah, dan sifat-sifat negatif lainnya.
Untuk menjaga kehebatannya, jika ada serangan terhadap dirinya, maka serangan
itu harus dihancurkan. Dan jika tidak mampu, jangan ditanggapi bahkan pura-pura
tidak tahu, supaya kehebatannya tidak tertandingi.
Makna dan Tujuan
Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh
oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara
alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja"
dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau
praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya
memberikan pengajaran/instruksi. Kepemimpinan selalu bersandar kepada lima
elemen pokok, yaitu:
(1)
Adanya pemimpin,
(2)
Adanya pengikut,
(3)
Terjadinya proses memengaruhi,
(4)
Kontekstual atau situasional,
(5)
Mencapai tujuan.
Ordway Tead dalam bukunya “The Art of Leadership” merumuskan
pengertian dari ‘kepemimpinan’ sebagai berikut : “Leadership is the activity of influencing people to cooperate toward
same goals wich they come to find the sir able.”
Bagi
Tead, Leadership hanya merupakan kegiatan mempengaruhi orang. Dari pengertian
ini seolah-olah Tead berhasil meneliti Leadership itu dan menemukan satu
pengertian yang secara ilmiah tampak universal dan rasional. Padahal kalau
diteliti penulis lain yaitu Jennings dalam bukunya “ An Anatomy of Leadership” mempunyai kesimpulan yang berbeda
sama sekali. Jennings berkata : “ we see
then that leadership is represented mainly by an emotional and even an
unconscious attitude rather than an intelectual or rational attitude”. Akhirnya
Jennings berkesimpulan mengapa banyak orang yang telah melakukan pengkajian
mengenai leadership ini secara ilmiah tetapi sampai sekarang belum berhasil
menghimpunnya menjadi satu pengetahuan mengenai apa sesungguhnya yang merupakan
peranan daripada leadership itu. Pola- pola kepemimpinan dari organisasi yang
satu dengan organisasi lainnya, tergantung atas beberapa faktor seperti tujuan,
tugas pokok, fungsi, jenis kegiatan, besar kecilnya organisasi dan lain
sebagainya.
Ditinjau dari segi manajemen, kepemimpinan harus diartikan
sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela,
mampu dan dapat mengikuti keonginan manajemen demi tercapainya tujuan yang
telah di tentukan sebelumnya dengan efesien, efektif dan ekonomis. Kepemimpinan
merupakan bakat dan seni tersendiri tidak seorangpun menyangkalnya. Memiliki
bakat kepemimpinan berarti menguasai seni atau teknik melakukan
tindakan-tindakan seperti teknik memberikan perintah, memberikan teguran,
memberikan anjuran, memberikan pengertian, memproleh saran, memperkuat identitas
kelompok yang dipimpin, memudahkan pendatang baru untuk menyesuaikan diri,
menanamkan rasa disiplin dikalangan bawahan serta membasmi desas-desus dan lain
sebagainya. Dengan demikian, maka sudah jelas bahwa keberhasilan manajemen akan
ditentukan oleh keberhasilannya dalam mempengaruhi orang-orang tersebut. Ini
berarti bahwa keberhasilan manajemen akan di tentukan oleh efektifitas
kepemimpinannya. Oleh karena itu kepemimpinan atau leadership dapat dikatakan
inti dari manajemen. Dan karena itu pula, maka seharusnya setiap orang yang
melaksanakan fungsi manajemen, memiliki dan me;laksanakan kepemimipinan dengan
baik.
Menurut Dr. Buchari Zainun Leadership atau Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai satu kekuatan atau ketangguhan yang bersumber dari kemampuan
untuk mencapai cita-cita dengan keberanian mengambil resiko yang bakal terjadi.
Dengan kekuatan atau ketangguhan itu seseorang atau sekelompok orang
mampu menguasai dan mengendalikan orang banyak untuk mencapai cita-cita
dimaksud.
Menurut Bpk. Akmaluddin Hasibuan (CEO perusahaan PTPN XIII
dari 1998-2003 dan PTPN III dari 2003-2006) ada beberapa makna kepemimpinan di antaranya
yaitu:
Makna pertama : adanya pemimpin diartikan
Akmaluddin Hasibuan, sebagai bentuk tanggung jawab seorang pemimpin. Ketika
seseorang didaulat menjadi pemimpin maka dia akan bertanggung jawab untuk
menetapkan arah, tata nilai, dan sasaran yang hendak dicapai organisasi.Dalam
menetapkan arah, tata nilai dan sasaran ini harus berimbang memperhatikan
kepentingan para stakeholders. Wujud dari tanggung jawab yang lain adalah
memastikan proses formulasi yang efektif dalam merumuskan strategi, sistem dan
metode untuk mencapai sasaran organisasi. Tidak ketinggalan membangun
intelektual kapital, memobilisasi serta memotivasi para konstituennya dan
merangsang inovasi demi kelangsungan organisasi.
Makna kedua, adanya pengikut, tak salah merupakan
wujud untuk menjalankan sikap marhamah. Pengikut sebagai pelaksana ide-ide
besar pemimpin jelas akan menjadi ujung tombak keberhasilan organisasi. Hanya
saja membentuk pengikut yang cakap dan ‘loyal’ diperlukan kecerdasan spiritual
pemimpinnya. Akmaluddin Hasibuan memakai prinsip marhamah, yaitu memimpin anak
buah melalui kasih.
Makna ketiga, terjadinya proses memengaruhi yang
tak lain makna paling primitif dari kepemimpinan. Disebut pemimpin apabila ia
mampu memengaruhi para konstituennya. Ide-ide besar, langkah-langkah stategis,
dan kemampuan untuk mencapai apa yang telah menjadi sasaran organisasi hanya
akan terjadi apabila pemimpin memiliki pengaruh.
Makna keempat, kontekstual atau situasional,
berhubungan dengan kecakapan membaca perubahan lingkungan usaha. Agar sukses
berselancar dengan gelombang perubahan ini, Akmaluddin Hasibuan melakukan dua
hal pokok:
(1) Proses
rekayasa bisnis yaitu dengan menjalankan reposisi bisnis, desain ulang sistem
bisnis dan strategi bisnis.
(2) Membangun
budaya perusahaan melalui perubahan paradigma, implementasi tata nilai dan
mengasah kompetensi seluruh karyawan. Berbasis pada dua hal ini, maka pemimpin
menjalankan prinsip kepemimpinan kontekstual atau situasional dapat dipilih
dengan elegan.
Makna kelima, mencapai tujuan. Inilah pertandingan
akhir seseorang disebut pemimpin besar atau justru pecundang. Keempat makna
kepemimpinan akhirnya bergaung menggema melewati batas-batas wilayah
kekuasaannya apabila sang pemimpin berhasil dengan gemilang mencapai tujuan
yang telah dicanangkan pada masa awal kepemimpinannya
Kepemimpinan merupakan cabang dari kelompok ilmu
administrasai, khususnya ilmu administrasi Negara. Sedang ilmu administrasi
Negara adalah salah satu cabang dari ilimu-ilmu sosial, dan merupakan salah
satu perkembangan dari filsafar. Dalam kepemimpinan ini terdapat hubungan antar
manusia yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan
kepatuhan-ketaatan para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan
pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya, dan
bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin.
Kepemimpinan dimasukkan dalam kategori “ilmu terapan” dari
ilmu-ilmu sosial sebab prinsip-prinsip, definisi, dan teori-teorinya diharapkan
dapat bermanfaat bagi usaha peningkatan taraf hidup manusia. Seperti ilmu-ilmu
lain, kepemimpinan sebagai cabang ilmu bertujuan untuk :
1) Memberikan
pengertian mengenai kepemimpinan secara luas
2) Menafsirkan
dari tingkah laku pemimpin
3) Pendekatan
terhadap permasalahan sosial yang dikaitkan dengan fungsi pemimpin.
Disisi lain menyebutkan bahwa tujuan Kepemimpinan adalah
membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan
motivasi mereka. Jadi pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk
memperoleh hasil-hasil yang diingankan.
Pemimpin dan kepemimpinannya ada dalam proses perkembangan.
Tak ada seorang pemimpin pun yang tak perlu menyempurnakan diri sebagai pemimpin
dan dalam praktek kepemimpinannya. Tidak ada pemimpin yang sudah selesai. Maka
entah terdorong dari dalam atau dipaksa oleh desakan dari luar setiap pemimpin
berusaha memperkembangkan diri agar mendukung peranannya sebagai pemimpin,
menambah pengetahuan yang memperluas wawasannya tentang kepemimpinan dan
melatih teknik-teknik serta kecakapan yang membuat kegiatan kepemimpinannya
lebih efektif.
Kepemimpinan terdapat di segenap organisasi, dari tingkat
yang paling kecil dan intim yaitu keluarga sampaike tingkat desa, kota, Negara,
dari tingkat lokal, regional sampai nasional dan internasional, dimanapun dan
kapanpun juga. Misalnya sejak zaman batu dikala sekelompok manusia berkumpul
mengitari api unggun yang tengah menyala dan mendengarkan perintah-perintah
pemimpinnya sampai pada zaman mutakhir dengan segenap kompleks industri dan
kompleks birokrasi pemerintahan yang serba rumit.
Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara
pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpin tersebut muncul dan berkembang sebagai
hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang
dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini berfungsi atas dasar
kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang
lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Dengan
begitu pemimpin terrsebut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka
keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya.
Ketua umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan
keprihatinannya atas kenyataan bahwa banyak kepemimpinan yang berakhir kurang
manis, termasuk pemimpin Indonesia. Keprihatinan itu disampaikan saat
menghadiri wisuda XXI Program Pascasarjana (UWP) di Hotel Shangri-La. Dia
mencontohkan beberapa presiden Indonesia yang menjabat sebelum Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY).”Banyak pemimpin yang berakhir kurang manis pada akhir
kepemimpinan” ujar Anas. Beliau menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus belajar
dari sejarah dan tidak pasrah pada keadaan. Jika mau sedikit demi sedikit
mempelajari potongan dan alur sejarah negara ini, bangsa Indonesia pasti bisa
berbenah. Selain itu beliau juga menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi
sebagai indikatir negera maju atau tidak. Menurut beliau bila ekonomi bisa
tumbuh 1 persen saja maka akan tercipta lapangan kerja bagi 400 ribu orang. Itu
jumlah yang cukup besar dengan kondisi perekonomian banyak Negara di dunia yang
saat ini terpuruk.
Setiap Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen,
watak, dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya
lah yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidup pasti akan
mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinan. Sehingga muncullah beberapa tipe kepemimpinan.
W.J
Reddin dalam artikelnya What Kind Of Manager dan disunting oleh
Wahjosumidjo (Dept. P & K Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai 1982)
menentukan watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar yaitu: berorientasikan
tugas (task orientation), hubungan kerja (relationship orientation) serta hasil
yang efektif (effectives orientation).
Kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW
Nabi
Muhammad saw. adalah pemimpin dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Karena
hanya dalam waktu 23 tahun (kurang dari seperempat abad), dengan biaya kurang
dari satu persen biaya yang dipergunakan untuk revolusi Perancis dan dengan
korban kurang dari seribu orang. Beliau telah menghasilkan tiga karya besar
yang belum pernah dicapai oleh pemimpin yang manapun di seluruh dunia sejak Nabi
Adam as. sampai sekarang. Tiga karya besar tersebut adalah:
تَوْحِيْدُ الإِلهِ (mengesakan Tuhan)
Nabi Besar
Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula mempercayai
Tuhan sebanyak 360 (berfaham polytheisme) menjadi bangsa yang memiliki
keyakinan tauhid mutlak atau monotheisme absolut.
تَوْحِيْدُ الأُمَّةِ (kesatuan ummat)
Nabi Besar
Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semua selalu melakukan
permusuhan dan peperangan antar suku dan antar kabilah, menjadi bangsa yang
bersatu padu dalam ikatan keimanan dalam naungan agama Islam.
تَوْحِيْدُ الْحُكُوْمَةِ (kesatuan
pemerintahan)
Nabi Besar Muhammad
saw. telah berhasil membimbing bangsa Arab yang selamanya belum pernah memiliki
pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah
bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu
mendirikan negara kesatuan yang terbentang luas mulai dari benua Afrika sampai
Asia.
Kunci dari
keberhasilan perjuangan beliau dalam waktu relatif singkat itu adalah terletak
pada tiga hal:
- Keunggulan agama Islam
- 2) Ketepatan sistem dan metode yang beliau pergunakan untuk berda'wah.
- 3) Kepribadian beliau.
- Keunggulan agama Islam terletak pada delapan sifat yang tidak dimiliki oleh agama-agama lainnya di seluruh dunia ini, yaitu:
- Agama Islam itu adalah agama fitrah.
- Agama Islam itu adalah mudah, rational dan praktis.
- Agama Islam itu adalah agama yang mempersatukan antara kehidupan jasmani dan rohani dan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.
- Agama Islam itu adalah agama yang menjaga keseimbangan antara kehiduan individual dan kehidupan bermasyarakat.
- Agama Islam itu adalah merupakan jalan hidup yang sempurna.
- Agama Islam itu adalah agama yang universal dan manusiawi.
- Agama Islam itu adalah agama yang stabil dan sekaligus berkembang.
- Agama Islam itu adalah agama yang tidak mengenal perubahan.
Sistem dakwah
yang dipergunakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. adalah:
- Menanamkan benih iman di hati umat manusia dan menggemblengnya sampai benar-benar mantap.
- Mengajak mereka yang telah memiliki iman yang kuat dan mantap untuk beribadah menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam dengan tekun dan berkesinambungan secara bertahap.
- Mengajak mereka yang telah kuat dan mantap iman mereka serta telah tekun menjalankan ibadah secara berkelanjutan untuk mengamalkan budi pekerti yang luhur.
Metode dakwah yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah:
- Hikmah, yaitu kata-kata yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil.
- Nasihat yang baik.
- Menolak bantahan dari orang-orang yang menentangnya dengan memberikan argumentasi yang jauh lebih baik, sehingga mereka yang menentang dakwah beliau tidak dapat berkutik.
- Memperlakukan musuh-musuh beliau seperti memperlakukan sahabat karib. Keempat metode dakwah beliau di atas, disebutkan oleh Allah swt. dalam Al Qur'an al Karim dalam surat:
An Nahl ayat 125:
"Serulah manusia kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.
Surat Fushshilat ayat 34:
"Dan tiadalah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba
orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi
teman yang sangat setia".
Kepribadian Nabi
Besar Muhammad saw. yang sangat menunjang dakwah beliau disebutkan dalam Al
Qur'an sebagai berikut:
- Bersikap lemah-lembut.
- Selalu mema'afkan kesalahan orang lain betapapun besar kesalahan tersebu selama kesalahan tersebut terhadap pribadi beliau.
- Memintakan ampun dosa dan kesalahan orang lain kepada Allah swt., jika kesalahan tersebut terhadap Allah swt.
- Selalu mengajak bermusyawarah dengan para sahabat beliau dalam urusan dunia dan beliau selalu konsekwen memegang hasil kepautusan musyawarah.
- Jika beliau ingin melakukan sesuatu, maka beliau selalu bertawakkal kepada Allah swt. dalam arti: direncanakan dengan matang, diprogramkan, diperhitungkan anggarannya dan ditentukan sistem kerjanya.
- Kelima kepribadian Nabi Besar Muhammad saw. tersebut di atas, dituturkan oleh Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 159:
"Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".
Model Kepemimpinan Rasulullah Saw
NABI dalam kesadaran umat Islam merupakan teladan dalam
segenap hal (uswah hasanah). Dalam kata-kata Iqbal, “Cinta kepada Nabi mengalir
bak darah di dalam urat-urat umatnya” atau dalam lukisan Rumi, “Inilah
sahabatku, inilah dokterku, inilah guruku, inilah obatku” (hadza habibi, hadza thabibi,
hadza adibi, hadza dawa’i).
Sejarah mengajarkan bahwa model kepemimpinan Nabi betul-betul
telah mampu mengubah raut sejarah dari yang semula primitif (jahiliah) menjadi
beradab dalam waktu yang relatif singkat selama 23 tahun. Yahdi minaz zulumati ilan
nur. Keberhasilan mengagumkan yang tempo hari membuat seorang orientalis Hart
dalam bukunya yang mengangkat seratus tokoh yang telah mengubah dunia dia tidak
ragu lagi menempatkan Muhammad dalam urutan pertama.
Model kepemimpinan yang dikembangkan Nabi intinya tidak lain
dilandaskan pada moralitas yang kokoh. Nabi sebagai seorang pemimpin umat dan
masyarakat benar-benar mencitrakan dirinya sebagai sosok yang memiliki akhlak
mulia yang layak diteladani dalam segenap hal. Malah moralitas ini pula yang menjadi
tema dan daya tarik “kampanye” dari risalah yang disosialisasikan sepanjang
karir kenabiannya sehingga mampu menyedot masyarakat untuk menjadi pengikut
setianya tanpa diiming-iming materi, menjadi jemaahnya dengan kerelaan
berkorban yang luar biasa. “Aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak,”
jelas Nabi.
Moralitas atau akhlak kepemimpinan seperti apa yang
dikembangkan Nabi ini? Minimal kita dapat mencatat ENAM HAL penting akhlak yang
melekat dalam kepemimpinan Nabi :
Pertama, beliau adalah sosok yang mampu
meresapkan rasa keadilan yang merata kepada semua pihak tanpa kecuali. Keadilan
di tangan Nabi tidak pernah dikorbankan atas nama apa pun seperti terpantul
dari ajaran-Nya, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu tidak
berlaku adil” (Q.S. 5:8). Nabi sadar betul bahwa keadilan merupakan jendela
guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam bahasa Alquran, keadilan merupakan
alat untuk merengkuh takwa (Q.S. 5:8) dan takwa merupakan prasyarat terbukanya
rezeki dari langit (Q.S. 7:96). Tercantum dalam sebuah riwayat, suatu hari di
Madinah terjadi skandal ekonomi yang melibatkan seorang wanita dari elite
lingkaran kekuasaan (al-mar’ah al-syarifah), kemudian para sahabat berkumpul
dan hasilnya diutuslah salah seorang dari mereka untuk menemui Nabi dan meminta
keringanan hukuman bagi perempuan ini. Apa jawaban Nabi? Dengan tegas Nabi
mengatakan, “Camkan, sesungguhnya yang telah menghancurkan bangsa Yahudi dulu
adalah karena hukum telah bersikap pandang bulu. Ingat! Seandainya Fatimah anak
saya sendiri yang korupsi, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya!”
Pemimpin yang adil kelak, kata Nabi, adalah “salah seorang dari tujuh kelompok
yang akan dilindungi di alam mahsyar.”
Kedua, Nabi benar-benar memimpin dengan
sentuhan rasa cinta, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan
kepada seluruh umatnya. Begitu cintanya Nabi kepada rakyatnya sampai-sampai
kata-kata yang keluar dari mulutnya ketika hendak mengembuskan nafasnya pun
adalah simpul dari kecintaannya, “ummati… ummati… ummati” (bagaimana nasib
umatku kelak…). Bahkan lebih dari itu kecintaan juga beliau alokasikan untuk
binatang dan alam sebagaimana tergambar dari kebijakannya yang membuat kawasan
hima (cagar alam) di Madinah dan tanah haram di seputar Mekah di mana di tanah
ini siapa pun tidak diperkenankan membunuh binatang bahkan mencabut sehelai
rumput. Sebuah gambaran akan kesadaran ekologis yang sangat mengagumkan.
Ketiga, Nabi adalah pemimpin yang selalu
berkata benar (shidiq). Beliau sangat paham bahwa kata-kata itu bukan hanya
akan membawa pengaruh bagi lingkungan tapi juga dapat membawa akibat kelak di
akhirat. Beliau senantiasa berpedoman kepada prinsip, “Apabila tidak bisa
berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”.
Keempat, beliau adalah pemimpin yang selalu
menjunjung tinggi amanah. Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu
ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya jauh-jauh hari merupakan atribut
yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh
sahabat-sahabatnya sendiri bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekali
pun. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua
pihak.
Kelima, Nabi adalah pemimpin yang memiliki
kecerdasan di atas rata-rata (fathanah). Kata-kata yang keluar dari mulutnya
dan kebajikan yang diambilnya menjadi bukti ihwal kecerdasan Nabi. Ketika Nabi
berbicara walaupun sebentar, misalnya, maka kata-katanya itu benar-benar
menyimpan makna yang mendalam. Berbeda dengan kebiasaan kita, kata-katanya
panjang tapi miskin makna.
Keenam, Nabi selalu bersikap transparan
(tabligh). Dia sampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang
dianggap keliru. Di tangannya tidak ada kebenaran yang disembunyikan. Lebih
dari itu, dalam menyampaikan kebenarannya pun, Nabi melakukannya dengan
cara-cara yang bijaksana (al-hikmah) tutur kata yang santun (al-mauidzhah
al-hasanah) diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).
Itulah beberapa model nilai-nilai kepemimpinan yang
dikembangkan Nabi saw. sebagai modal dasar dalam melakukan perubahan sosial ke
arah yang lebih baik. Nilai-nilai seperti itulah sebenarnya yang seharusnya
menjadi pertimbangan utama ketika kita memilih pemimpin. Sebab bagaimana pun
juga setiap kepemimpinan dan termasuk orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin
semua akan dimintai pertanggungjawabannya (kullukum ra’in wa kukullukum
mas’ulun ‘an raiyyatih). Sekali kita mengkhianati amanah kepemimpinan, maka sebenarnya
kita telah melakukan pengkhianatan kepada Rasul bahkan kepada Allah (Q.S. 8:
27-28).
DAFTAR SUMBER/RUJUKAN
Abror, Abd. Rahman, Kepemimpinan Pendidikan
Bagi Perbaikan dan Peningkatan Pengajaran, terjemahan dari “Leadership for Improving
Instruction”, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1984.
Artikel “ Banyak
Pemimpin Berakhir Kurang ” Jawa Pos Senin 8 November 2010 halaman 35
Buchari Zainun,
“Kepemimpinan Nasional yang mantap ditinjau dari sudut ilmu administrasi
Negara”, Jakarta, 1984 halaman 3
Charles J keating
“kepemimpinan teori dan pengembangannya” 1986 Kanisius yogyakarta.
Kartono, kartini. 1994.
Pemimpin dan Kepemimpinan, apakah pemimpin abnormal
Keating, charles J. 1986.
Kepemimpinan, Teori dan pengembangannya Yogyakarta: Penerbit Kanisius
John Adair, "Cara
Menumbuhkan Pemimpin", Gramedia Pustaka Utama,
Nurkolis, "Manajeman
Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo, 2003,
R. Wayne Pace & Don F.
Faules “Komunikasi Organisasi” 2006 PT. Remaja Rosdakarya Bandung halaman 276
Siagian, Sindang P., Teori dan Praktek
Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Rivai, Veithzal, Kiat Memimpin dalam Abad
ke-21, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Sunindhia, YW & Dra.
Ninik Widiyanti.1993. Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT
Rineka Cipta
Wayne Pace, R & Don F.
Faules. 2006. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah
Pengantar, cetakan khusus. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Y.W. Sunindhia, S.H. dan
Dra. Ninik Widiyanti “kepemimpinan dalam masyarakat modern” 1993 PT
Rineka Cipta, Jakarta halaman 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar