Rabu, 06 April 2016

DALIL NAQLI, AQLI DAN SIRAH NABAWIYAH BERKAITAN DENGAN KEPEMIMPINAN


DALIL NAQLI, AQLI DAN SIRAH NABAWIYAH

BERKAITAN DENGAN KEPEMIMPINAN

Oleh: Abdulchalid Badarudin





Dalam sejarah kehidupan manusia, telah muncul konsepsi tentang kepemimpinan. Bagaimana Nabi Adam memimpin Hawa dan keturunannya di dunia setelah diusir dari surga. Begitu juga sejak awal kemunculan Islam, Nabi Muhammad selain sebagai seorang utusan Rasul yang menyampaikan ajaran-ajaran agama tetapi juga seorang kepala Negara dan kepala rumah tangga. Paling tidak dalam catatan-catatan sejarah kenabian yang terdokumentasikan dalam Hadits-Hadits yang tetap terjaga dan masih bisa dikonsumsi sampai saat ini, Nabi memberikan contoh bagaimana seorang pemimpin menyelesaikan persoalan-persoalan pribadi maupun sosial kemasyarakatan berdasarkan musyawarah untuk tercapainya kemaslahatan.

Di bawah ini akan diuraikan secara rinci dalil-dalil yang berkaitan dengan kepemimpinan baik aqli maupun naqli, sirahnabawiyah, dan sumber-sumber otentik:

1.    DALIL NAQLI :

a.    QS.AL-BAQARAH:30



 Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." [QS.al-Baqarah:30].

 
  b.    Q.S. AN NISA:59 
   

Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa;59).



c.    QS. AL-IMRAN:159



Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Q.S. Ali Imran;159).



d.    HADITS RIWAYAH IBNU UMAR



Hadis Ibnu Umar r.a: Diriwayatkan daripada Nabi s.a.w katanya: Baginda telah bersabda: Kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin. Seorang pemerintah adalah pemimpin manusia dan dia akan bertanggungjawab terhadap rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi ahli keluarganya dan dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Manakala seorang isteri adalah pemimpin rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dia akan bertanggungjawab terhadap mereka. Seorang hamba adalah penjaga harta tuannya dan dia juga akan bertanggungjawab terhadap jagaannya. Ingatlah, kamu semua adalah pemimpin dan akan bertanggungjawab terhadap apa yang kamu pimpin *



e. HADITS RIWAYAH ABU DZAR




Diriwayatkan daripada Saidatina Aisyah r.a katanya: Sesungguhnya kaum Quraisy merasa bingung dengan masalah seorang wanita dari kabilah Makhzumiah yang telah mencuri. Mereka berkata: Siapakah yang akan memberitahu masalah ini kepada Rasulullh s.a.w؟ Dengan serentak mereka menjawab: Kami rasa hanya Usamah saja yang berani memberitahunya, kerana dia adalah kekasih Rasulullah s.a.w. Maka Usamah pun pergilah untuk memberitahu kepada Rasulullah s.a.w, lalu Rasulullah s.a.w bersabda: Jadi maksud kamu semua ialah untuk memohon syafaat terhadap salah satu dari hukum Allah؟ Kemudian Baginda berdiri dan berkhutbah: Wahai manusia! Sesungguhnya yang menyebabkan binasanya umat-umat sebelum daripada kamu ialah, apabila mereka mendapati ada orang mulia yang mencuri, mereka membiarkannya saja. Tetapi apabila mereka dapati orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka akan menjatuhkan hukuman ke atasnya. Demi Allah, sekiranya Saidatina Fatimah binti Muhammad yang mencuri, nescaya aku akan memotong tangannya *



2.    DALIL AQLI

Melalui dalil-dalil yang diturunkan di dalam Al-Quran, manusia telah diciptakan sebagai makhluk yang sempurna yang memiliki dua fungsi iaitu sebagai pemimpin, baik pada diri sendiri mahupun kepada orang lain untuk mencari keredhaan Allah, serta memelihara, memakmurkan, mengurus, dan mentadbir alam agar mendapat kesejahteraan bagi segenap pelusuk kehidupan di muka bumi. Namun begitu, tugas pemimpin tidak bertumpu pada yang bersifat intelektual sahaja, tetapi ia juga merangkumi moral dan sivik.

Kekuasaan manusia sebagai pemimpin di muka bumi tidak mutlak, kerana penciptaan manusia dibatasi dengan landasan-landasan yang telah digariskan sebagai panduan, agar manusia tidak melakukan kesalahan serta terselamat dari kekurangan yang dipersoalkan oleh Malaikat di awal kejadian manusia sebagai khalifah.

Maka dengan itu, syarat-syarat utama untuk menjadi seorang pemimpin ialah:

v Berpengalaman

v Tidak memiliki cacat jasmani

v Bartanggungjawab, teguh, dan kuat menjalankan tugas

Kewajiban seseorang pemimpin pula adalah merangkumi:

v  Membela negara dan agama serta menjalankan syariat agama yang hakiki

v  Menjaga keamanan dan ketenteraman umum

v  Bermusyawarah dengan wakil-wakil rakyat dalam sebarang urusan negara

v  Mengatur perekonomian negara mengikut syariat yang benar

v  Mengangkat para pemimpin bawahannya sesuai dengan keahliannya

Manusia adalah makhluk yang paling mulia di antara semua makhluk yang diciptakan Allah. Kelebihan manusia dengan makhluk-makhluk lain terletak pada jasmani dan rohaninya, dan perbezaan yang paling besar adalah pada akal fikiran manusia. Melalui akal fikiran yang dikurniakan, manusia dapat membezakan yang baik dan buruk, yang haq dan batil, serta yang halal dan haram mengikt panduan yang telah digariskan oleh Sang Pencipta. Dengan akal fikiran, manusia akan sedar bahawa mereka semua adalah hamba yang perlu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan.

Dalam kejadian manusia, Allah SWT menciptakan manusia dengan sempurna, yakni memiliki fiksi yang terdiri dari penglihatan, pendengaran, dan hati. Telinga digunakan untuk mendengarkan perkara yang baik-baik, mata digunakan untuk melihat dan menjaga pandangan yang diharamkan, hati digunakan untuk merasa dan tidak mengeluarkan sifat-sifat tercela yang menyakitkan orang lain, dan akal digunakan untuk berfikir pada hal yang lebih bermanfaat baik pada diri sendiri mahupun orang lain. Itulah antara panduan yang digariskan agar manusia mampu menjadi pemimpin yang beriman dalam memikul amanah sebagai khalifah di muka bumi.

Kepimpinan merupakan perkara asas yang wujud dalam kehidupan. Fungsi kepemimpinan wujud di semua peringkat masyarakat mengikut tahap-tahap dan tugas-tugas tertentu. Seorang individu sekurang-kurangnya menjadi pemimpin kepada dirinya. Seorang individu mungkin merupakan ketua keluarga, ketua pertubuhan atau organisasi dan ketua negara. Ringkasnya, setiap individu mempunyai tanggungjawab dan amanah yang perlu dilaksanakan dengan sebaiknya.

Kepemimpinan dalam Islam bersifat sepadu kerana Islam tidak hanya terbatas dalam urusan dunia atau urusan akhirat semata-mata. Tetapi ajaran Islam meliputi segala urusan dunia dan akhirat, rohani dan jasmani, spiritual dan material bagi tujuan mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Justeru, pemimpin dalam Islam mestilah dipilih dari kalangan manusia yang bertakwa, berilmu, berwibawa dan berkelayakan bagi memenuhi segala tututan di atas. Penyerahan kuasa kepada orang yang tidak berkelayakan dan sesuai menurut Islam adalah mengkhianati perintah Allah dan Rasul-Nya.

Pemimpin adalah pribadi yang memiliki ketrampilan teknis, khususnya dalam satu bidang, hingga ia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktifitas. Kepemimpinan merupakan kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George Terry). Sedangkan menurut Terry & Rue (1985), kepemimpinan ialah hubungan yang ada dalam diri seorang pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja sama secara sadar dalam hubungan tugas yang diinginkan.

Sanusi (1989), juga mengungkapkan kepemimpinan ialah penyatupaduan dari kemampuan, cita-cita, dan semangat kebangsaan dalam mengatur, mengendalikan, dan mengelola rumah tangga maupun organisasi atau rumah tangga negara. Sedangkan dalam SK BAKN No.27/KEP/1972, kepemimpinan adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara optimal.

Sementara itu, menurut Stogdill (1974) definisi pemimpin adalah fokus dari proses kelompok, penerimaan kepribadian seseorang, seni mempengaruhi perilaku, alat untuk mempengaruhi perilaku, suatu tindakan perilaku, bentuk dari ajakan (persuasi), bentuk dari relasi yang kuat, alat untuk mencapai tujuan, akibat dari interaksi, peranan yang diferensial, dan pembuat struktur.



Model-Model Kepemimpinan :

1. Model Kontigensi Fiedler

Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.

Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure) dan kekuatan posisi (position power). Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin.

Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.

Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat (demotions).



2.  Model Kepemimpinan Vroom – Jago

Model kepemimpinan ini menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang paling efektif dalam situasi tertentu. Dua gaya kepemimpinan yang disarankan adalah autokratis dan gaya konsultatif, dan satu gaya berorientasi keputusan bersama.    Dalam pengembangan model ini, Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu :

1)      Model ini harus dapat memberikan kepada para pemimpin, gaya yang harus dipakai dalam berbagai situasi

2)      Tidak ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi

3)      Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah ini terjadi

4)      Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh membatasi gaya yang dipakai dalam situasi yang lain

5)      Beberapa proses social berpengaruh pada tingkat partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah.



4.  Model Kepemimpinan Jalur Tujuan

Model kepemimpinan jalur tujuan (path goal) menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi.

Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan  model-model sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.



5.  Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard

Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional.

Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asas-asas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu.

Lebih lanjut Yukl menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut.

Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan yang khusus dari sangat direktif, partisipatif, supportif sampai laissez-faire. Perilaku mana yang paling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan kesiapan dalam konteks ini adalah merujuk pada sampai di mana pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.

Namun, pendekatan situasional dari Hersey dan Blanchard ini menurut Kreitner dan Kinicki (2005) tidak didukung secara kuat oleh penelitian ilmiah, dan inkonsistensi hasil penelitian mengenai kepemimpinan situasional ini dinyatakan oleh Kreitner dan Kinicki (2005) dalam berbagai penelitian sehingga pendekatan ini tidaklah akurat dan sebaiknya hanya digunakan dengan catatan-catatan khusus.



 Tipe-Tipe Kepemimpinan :

Secara rinci Siagian (1994: 27) membagi lima gaya kepemimpinan yang secara luas dikenal dewasa ini, yaitu :

1. Tipe Otokratik

Pemimpin yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Di lihat dari persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois. Sikap egoisme tersebut akan memberi tekanan kepada bawahannya. Sehingga kedisiplinan yang tertanam berdasarkan rasa ketakutan, bukan disiplin yang sudah semestinya dijalankan. Kepemimpinan otokratik mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya sangat berambisi untuk merajai situasi, setiap perintah dan bijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahan. Meski pemimpin otokratik selalu berdiri jauh dari kelompoknya, jadi ada sikap menyisihkan diri dan eksklusivisme. Pemimpin otokratik senantiasa ingin berkuasa absolut, tunggal, dan merajai keadaan.

Dalam Veithzal Rivai, sikap-sikap pemimpin otokrat dapat dijabarkan sebagai berikut :

a) Kurang mempercayai anggota kelompoknya

b) Otoriter

c)  Hanya dengan imbalan materi sajalah yang mampu mendorong orang untuk bertindak.

d)  Kurang toleransi terhadap kesalahan yang dilakukan anggota kelompok

e)  Peka terhadap perbedaan kekuasaan

f)  Kurang perhatian kepada anggota kelompoknya

g)  Memberikan kesan seolah-olah demokratis

h) Mendengarkan pendapat anggota kelompoknya semata-mata hanya untuk menyenangkan

i)  Senantiasa membuat keputusan sendiri.

Dengan persepsi, nilai-nilai, sikap dan perilaku demikian, seorang pemimpin yang otokratik dalam praktek akan menggunakan gaya kepemimpinan yang :

a) Menuntut ketaatan penuh dari bawahannya

b) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan

c) Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi

d) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan



Harus diakui, bahwa hanya efektifitas semata-mata yang diharapkan dari seorang pemimpin dalam mengemudikan jalannya organisasi, tipe otokratik mungkin mampu menyelenggarakan berbagai fungsi kepemimpinannya dengan baik. Akan tetapi yang dipermasalahkan di sini adalah tekanan yang dirasakan oleh para bawahan, sehingga disiplin ketat berjalan karena rasa takut dari paksaan atasan bukan karena berdasarkan keyakinan bahwa tujuan yang telah ditentukan itu wajar dan layak untuk dicapai. Maka dari itu, kepemimpinan yang otokratik sangat dikaitkan dengan kekuasaan mengambil tindakan yang punitif. Biasanya, apabila kekuasaan mengambil tindakan punitif itu tidak lagi dimilikinya, ketaatan para bawahan segera mengendor dan disiplin kerjapun segera mengendor.

2. Tipe Paternalistik

Gaya paternalistik adalah gaya kepemimpinan dari pemimpin yang bersifat tradisional, umumnya di masyarakat yang agraris. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

a)      Kuatnya ikatan primordial,

b)      Sistem kekeluargaan,

c)      Kehidupan masyarakat yang komunalistik,

d)      Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,

e)      Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.

Salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggota kepada seseorang yang dituakan. Orang yang dituakan, dihormati terutama karena orang yang demikian biasanya memproyeksikan sifat-sifat dan gaya hidup yang pantas dijadikan teladan atau panutan oleh para anggota masyarakat lainnya. Biasanya orang yang dituakan terdiri dari tokoh-tokoh adat, para ulama dan guru. Para bawahan biasanya mengharapkan seorang pemimpin yang paternialistik, mempunyai sifat tidak mementingkan diri sendiri melainkan memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya. Akan tetapi, legitimasi kepemimpinannya berarti penerimaan atas perannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Selain dari itu, Kartini Kartono juga mengungkapkan bahwa tipe kepemimpinan ini merupakan tipe yang kebapakan, dengan sifat-sifat :

a) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan

b)   Dia bersikap terlalu melindungi (overly protective)

c) Jarang bisa memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri

d) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif

e)    Dia tidak memberikan atau hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut dan bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan karya kreatifitas mereka sendiri

f)     Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar.



Harus diakui bahwa dalam keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diperlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifat-sifat negatifnya pemimpin paternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi yang dipimpinnya.



3. Tipe Kharismatik

Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seorang pemimpin yang dikagumi oleh banyak pengikut, meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tertentu itu dikagumi. Pemimpin kharismatik ini memiliki kekuatan energi, daya tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya.

Sampai saat ini para ahli manajemen belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki karisma. Yang diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mempunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab karena kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan bahwa kekayaan, umur, kesehatan, profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.



4. Tipe Laissez Faire

Kepemimpinan Laissez Faire ditampilkan oleh seorang tokoh “Ketua Dewan” yang sebenarnya tidak becus mengurus dan dia menyerahkan semua tanggungjawab serta pekerjaan kepada bawahan atau kepada semua anggotanya. Seorang pemimpin yang Laissez Faire melihat perannya sebagai “polisi lalu lintas” dengan anggapan para anggota organisasi mengetahui dan cukup dewasa untuk taat kepada peraturan permainan yang berlaku. Seorang pemimpin yang Laissez Faire cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan menurut temponya sendiri tanpa banyak mencampuri bagaimana organisasi harus dijalankan dan digerakkan.

Ada beberapa ciri yang terdapat dalam diri pemimpin tersebut:

a)        Tidak yakin pada kemampuan sendiri

b)        Tidak berani menetapkan tujuan untuk kelompok

c)        Tidak berani menanggung resiko

d)        Membatasi komunikasi dan hubungan kelompok



Dapat juga diartikan bahwa pemimpin laissez faire bukanlah seorang pemimpin dalam pengertian yang sebenarnya. Semua anggota yang dipimpinnya bersikap santai-santai, dan bermoto “lebih baik tidak usah bekerja saja”. Mereka menunjukkan sikap acuh tak acuh. Sehingga kelompok tersebut praktis menjadi tidak terbimbing dan tidak terkontrol.



5. Tipe Demokratik

Tipe kepemimpinan demokratis dapat juga disebut sebagai pemimpin yang partisipatif, selalu berkomunikasi dengan kelompok mengenai masalah-masalah yang menarik perhatian mereka dan mereka dapat menyumbangkan sesuatu untuk menyelesaikannya serta ikut serta dalam penetapan sasaran. Pemimpin tipe ini, menafsirkan kepemimpinannya bukan sebagai diktator, melainkan sebagai pemimpin di tengah-tengah anggota kelompoknya. Hubungan dengan anggota kelompok bukan sebagai majikan dan buruh, tetapi sebagai saudara tua di antara teman-temannya atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.

Dalam melaksanakan tugasnya, ia mau menerima dan mengharapkan saran-saran dari kelompoknya. Juga kritik-kritik yang membangun dari para anggota diterimanya sebagai umpan balik dan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya.

Adapun ciri pemimpin yang demokrat meliputi :

a)  Membuat keputusan bersama dengan anggota kelompok

b) Selalu menjelaskan sebab-sebab keputusan yang dibuat sendiri kepada kelompok

c) Feed back dijadikan sebagai salah satu masukan yang berharga

d)Mengkritik dan memuji secara obyektif.


Jika model kepemimpinan dapat disinonimkan dengan tipe, dari sini dapat dijelaskan sendiri mengenai gaya kepemimpinan, yakni :

a.  Pencari kegembiraan

Adalah orang-orang yang mengambil resiko, ketika marah menjadi agresif atau pasif, adalah pendiri dan pencipta, memiliki artikulasi verbal dan banyak bicara, antusias, termotivasi dan suka akan kesenangan, suka menghibur, bersemangat menolong orang lain, terkadang sulit diorganisir dan suka melompat-lompat dari satu aktivitas ke aktivitas lain.

b. Pencari rinci/detail

Adalah orang-orang yang menanyakan bagaimana, akan menanyakan detail secara spesifik, mengukur banyak waktu yang anda gunakan dalam proyek, sensitif dan akurat, perfeksionis, berkonsentrasi pada detail, mengecek keakuratan, mengikuti petunjuk dan standar, menyukai struktur dan pemikir praktis, mematuhi otoritas, bekerja pelan tapi pasti.

c. Pencari hasil

Adalah orang-orang yang bertanya tentang apa dan kapan, membuat pernyataan, memberitahukan orang lain tentang apa yang harus dilakukan, tidak mentolerir kesalahan, tidak memiliki perasaan pada orang lain, menyepelekan saran dari orang lain, berani menghadapi resiko, sanggup berkompetensi, bermain untuk menang, menerima tantangan, percaya diri, terkontrol, tidak suka kelambanan, dan mandiri.

d. Pencari keharmonisan

Adalah orang bertanya mengapa, mempertahankan hubungan, tipe pembimbing/tipe keibuan, memiliki masalah-masalah dunia, kalem (calm), tidak suka mengambil inisiatif, loyal, penuh perhatian, posesif, suka orang lain, tetap tinggal pada satu tempat, penyabar, dan memiliki kehangatan, konsentrasi pada tujuan, pendengar yang baik, pengambil keputusan yang lamban, tidak suka konflik interpersonal, takut akan ketidakharmonisan dan takut salah.



Penerapan Tipe Kepemimpinan

Dalam penerapannya, kepemimpinan yang baik justru tidak dihasilkan oleh satu macam tipe kepemimpinan tertentu melainkan oleh kemampuan untuk tahu "kapan" menggunakan tipe kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan. Semakin terbiasa seorang mengambil posisi play maker, semakin matang gaya kepemimpinannya. Dulu kepemimpinan seseorang terbentuk secara pasif dan alamiah melalui proses panjang. Namun saat ini hal tersebut dapat di konstruksi secara sengaja, apabila diinginkan.

Daniel Goleman, ahli di bidang EQ, melakukan penelitian tentang tipe-tipe kepemimpinan dan menemukan ada 6 (enam) tipe kepemimpinan. Penelitian itu membuktikan pengaruh dari masing-masing tipe terhadap iklim kerja perusahaan, kelompok, divisi serta prestasi keuangan perusahaan. Namun hasil penelitian itu juga menunjukkan, hasil kepemimpinan yang terbaik tidak dihasilkan dari satu macam tipe. Yang paling baik justru jika seorang pemimpin dapat mengkombinasikan beberapa tipe tersebut secara fleksibel dalam suatu waktu tertentu dan yang sesuai dengan bisnis yang sedang dijalankan.

Memang, hanya sedikit jumlah pemimpin yang memiliki enam tipe tersebut dalam diri mereka. Pada umumnya hanya memiliki 2 (dua) atau beberapa saja. Penelitian yang dilakukan terhadap para pemimpin tersebut juga menghasilkan data, bahwa pemimpin yang paling berprestasi ternyata menilai diri mereka memiliki kecerdasan emosional yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Pada umumnya mereka menilai bahwa dirinya hanya memiliki satu atau dua kemampuan kecerdasan emosional. Namun yang paling ironi adalah pemimpin yang payah justru menilai diri mereka secara “lebih” berlebihan dengan menganggap bahwa mereka punya 4 (empat) atau lebih kemampuan kecerdasan emosional.

Dilihat dari kacamata psikologis, bahwa orang yang gemar bermain kuasa pada umumnya dahulu di masa kecilnya terlalu dimanja atau terlalu tertekan. Maka setelah dewasa, ketika orang tersebut menjadi pemimpin tidak mampu membuang traumanya. Suasana manja dan tertekan dan sistem resistansinya kemudian menyusup ke bawah sadarnya menjadi program pengontrol bagi sikapnya sehari-hari di kala mereka dewasa. Bentuknya antara lain kompensasi semu, merasa paling bagus, paling hebat, tidak mau disaingi, temperamennya cepat marah, dan sifat-sifat negatif lainnya. Untuk menjaga kehebatannya, jika ada serangan terhadap dirinya, maka serangan itu harus dihancurkan. Dan jika tidak mampu, jangan ditanggapi bahkan pura-pura tidak tahu, supaya kehebatannya tidak tertandingi.



Makna dan Tujuan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi. Kepemimpinan selalu bersandar kepada lima elemen pokok, yaitu:

(1) Adanya pemimpin,

(2) Adanya pengikut,                            

(3) Terjadinya proses memengaruhi,

(4) Kontekstual atau situasional,

(5) Mencapai tujuan.

Ordway Tead dalam bukunya “The Art of Leadership” merumuskan pengertian dari ‘kepemimpinan’ sebagai berikut : “Leadership is the activity of influencing people to cooperate toward same goals wich they come to find the sir able.”

Bagi Tead, Leadership hanya merupakan kegiatan mempengaruhi orang. Dari pengertian ini seolah-olah Tead berhasil meneliti Leadership itu dan menemukan satu pengertian yang secara ilmiah tampak universal dan rasional. Padahal kalau diteliti penulis lain yaitu Jennings dalam bukunya “ An Anatomy of Leadership” mempunyai kesimpulan  yang berbeda sama sekali. Jennings berkata : “ we see then that leadership is represented mainly by an emotional and even an unconscious attitude rather than an intelectual or rational attitude”. Akhirnya Jennings berkesimpulan mengapa banyak orang yang telah melakukan pengkajian mengenai leadership ini secara ilmiah tetapi sampai sekarang belum berhasil menghimpunnya menjadi satu pengetahuan mengenai apa sesungguhnya yang merupakan peranan daripada leadership itu. Pola- pola kepemimpinan dari organisasi yang satu dengan organisasi lainnya, tergantung atas beberapa faktor seperti tujuan, tugas pokok, fungsi, jenis kegiatan, besar kecilnya organisasi dan lain sebagainya.

Ditinjau dari segi manajemen, kepemimpinan harus diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain agar rela, mampu dan dapat mengikuti keonginan manajemen demi tercapainya tujuan yang telah di tentukan sebelumnya dengan efesien, efektif dan ekonomis. Kepemimpinan merupakan bakat dan seni tersendiri tidak seorangpun menyangkalnya. Memiliki bakat kepemimpinan berarti menguasai seni atau teknik melakukan tindakan-tindakan seperti teknik memberikan perintah, memberikan teguran, memberikan anjuran, memberikan pengertian, memproleh saran, memperkuat identitas kelompok yang dipimpin, memudahkan pendatang baru untuk menyesuaikan diri, menanamkan rasa disiplin dikalangan bawahan serta membasmi desas-desus dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka sudah jelas bahwa keberhasilan manajemen akan ditentukan oleh keberhasilannya dalam mempengaruhi orang-orang tersebut. Ini berarti bahwa keberhasilan manajemen akan di tentukan oleh efektifitas kepemimpinannya. Oleh karena itu kepemimpinan atau leadership dapat dikatakan inti dari manajemen. Dan karena itu pula, maka seharusnya setiap orang yang melaksanakan fungsi manajemen, memiliki dan me;laksanakan kepemimipinan dengan baik.

Menurut Dr. Buchari Zainun Leadership atau Kepemimpinan dapat diartikan sebagai satu kekuatan atau ketangguhan yang bersumber dari kemampuan untuk mencapai cita-cita dengan keberanian mengambil resiko yang bakal terjadi. Dengan kekuatan atau ketangguhan  itu seseorang atau sekelompok orang mampu menguasai dan mengendalikan orang banyak untuk mencapai cita-cita dimaksud.

Menurut Bpk. Akmaluddin Hasibuan (CEO perusahaan PTPN XIII dari 1998-2003 dan PTPN III dari 2003-2006) ada beberapa makna kepemimpinan di antaranya yaitu:

Makna pertama : adanya pemimpin diartikan Akmaluddin Hasibuan, sebagai bentuk tanggung jawab seorang pemimpin. Ketika seseorang didaulat menjadi pemimpin maka dia akan bertanggung jawab untuk menetapkan arah, tata nilai, dan sasaran yang hendak dicapai organisasi.Dalam menetapkan arah, tata nilai dan sasaran ini harus berimbang memperhatikan kepentingan para stakeholders. Wujud dari tanggung jawab yang lain adalah memastikan proses formulasi yang efektif dalam merumuskan strategi, sistem dan metode untuk mencapai sasaran organisasi. Tidak ketinggalan membangun intelektual kapital, memobilisasi serta memotivasi para konstituennya dan merangsang inovasi demi kelangsungan organisasi.

Makna kedua, adanya pengikut, tak salah merupakan wujud untuk menjalankan sikap marhamah. Pengikut sebagai pelaksana ide-ide besar pemimpin jelas akan menjadi ujung tombak keberhasilan organisasi. Hanya saja membentuk pengikut yang cakap dan ‘loyal’ diperlukan kecerdasan spiritual pemimpinnya. Akmaluddin Hasibuan memakai prinsip marhamah, yaitu memimpin anak buah melalui kasih.

Makna ketiga, terjadinya proses memengaruhi yang tak lain makna paling primitif dari kepemimpinan. Disebut pemimpin apabila ia mampu memengaruhi para konstituennya. Ide-ide besar, langkah-langkah stategis, dan kemampuan untuk mencapai apa yang telah menjadi sasaran organisasi hanya akan terjadi apabila pemimpin memiliki pengaruh.

Makna keempat, kontekstual atau situasional, berhubungan dengan kecakapan membaca perubahan lingkungan usaha. Agar sukses berselancar dengan gelombang perubahan ini, Akmaluddin Hasibuan melakukan dua hal pokok:

(1) Proses rekayasa bisnis yaitu dengan menjalankan reposisi bisnis, desain ulang sistem bisnis dan strategi bisnis.

(2) Membangun budaya perusahaan melalui perubahan paradigma, implementasi tata nilai dan mengasah kompetensi seluruh karyawan. Berbasis pada dua hal ini, maka pemimpin menjalankan prinsip kepemimpinan kontekstual atau situasional dapat dipilih dengan elegan.

Makna kelima, mencapai tujuan. Inilah pertandingan akhir seseorang disebut pemimpin besar atau justru pecundang. Keempat makna kepemimpinan akhirnya bergaung menggema melewati batas-batas wilayah kekuasaannya apabila sang pemimpin berhasil dengan gemilang mencapai tujuan yang telah dicanangkan pada masa awal kepemimpinannya



Kepemimpinan merupakan cabang dari kelompok ilmu administrasai, khususnya ilmu administrasi Negara. Sedang ilmu administrasi Negara adalah salah satu cabang dari ilimu-ilmu sosial, dan merupakan salah satu perkembangan dari filsafar. Dalam kepemimpinan ini terdapat hubungan antar manusia yaitu hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari pemimpinnya, dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin.

Kepemimpinan dimasukkan dalam kategori “ilmu terapan” dari ilmu-ilmu sosial sebab prinsip-prinsip, definisi, dan teori-teorinya diharapkan dapat bermanfaat bagi usaha peningkatan taraf hidup manusia. Seperti ilmu-ilmu lain, kepemimpinan sebagai cabang ilmu bertujuan untuk :

1) Memberikan pengertian mengenai kepemimpinan secara luas

2) Menafsirkan dari tingkah laku pemimpin

3)  Pendekatan terhadap permasalahan sosial yang dikaitkan dengan fungsi pemimpin.

Disisi lain menyebutkan bahwa tujuan Kepemimpinan adalah membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diingankan.

Pemimpin dan kepemimpinannya ada dalam proses perkembangan. Tak ada seorang pemimpin pun yang tak perlu menyempurnakan diri sebagai pemimpin dan dalam praktek kepemimpinannya. Tidak ada pemimpin yang sudah selesai. Maka entah terdorong dari dalam atau dipaksa oleh desakan dari luar setiap pemimpin berusaha memperkembangkan diri agar mendukung peranannya sebagai pemimpin, menambah pengetahuan yang memperluas wawasannya tentang kepemimpinan dan melatih teknik-teknik serta kecakapan yang membuat kegiatan kepemimpinannya lebih efektif.

Kepemimpinan terdapat di segenap organisasi, dari tingkat yang paling kecil dan intim yaitu keluarga sampaike tingkat desa, kota, Negara, dari tingkat lokal, regional sampai nasional dan internasional, dimanapun dan kapanpun juga. Misalnya sejak zaman batu dikala sekelompok manusia berkumpul mengitari api unggun yang tengah menyala dan mendengarkan perintah-perintah pemimpinnya sampai pada zaman mutakhir dengan segenap kompleks industri dan kompleks birokrasi pemerintahan yang serba rumit.

Kepemimpinan adalah masalah relasi dan pengaruh antara pemimpin dan yang dipimpin. Kepemimpin tersebut muncul dan berkembang sebagai hasil dari interaksi otomatis diantara pemimpin dan individu-individu yang dipimpin (ada relasi interpersonal). Kepemimpinan ini berfungsi atas dasar kekuasaan pemimpin untuk mengajak, mempengaruhi, dan menggerakkan orang-orang lain guna melakukan sesuatu, demi pencapaian satu tujuan tertentu. Dengan begitu pemimpin terrsebut ada bila terdapat kelompok atau satu organisasi. Maka keberadaan pemimpin itu selalu ada di tengah-tengah kelompoknya.

Ketua umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan keprihatinannya atas kenyataan bahwa banyak kepemimpinan yang berakhir kurang manis, termasuk pemimpin Indonesia. Keprihatinan itu disampaikan saat menghadiri wisuda XXI Program Pascasarjana (UWP) di Hotel Shangri-La. Dia mencontohkan beberapa presiden Indonesia yang menjabat sebelum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).”Banyak pemimpin yang berakhir kurang manis pada akhir kepemimpinan” ujar Anas. Beliau menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus belajar dari sejarah dan tidak pasrah pada keadaan. Jika mau sedikit demi sedikit  mempelajari potongan dan alur sejarah negara ini, bangsa Indonesia pasti bisa berbenah. Selain itu beliau juga menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi sebagai indikatir negera maju atau tidak. Menurut beliau bila ekonomi bisa tumbuh 1 persen saja maka akan tercipta lapangan kerja bagi 400 ribu orang. Itu jumlah yang cukup besar dengan kondisi perekonomian banyak Negara di dunia yang saat ini terpuruk.

Setiap Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak, dan kepribadian sendiri yang unik khas sehingga tingkah laku dan gayanya lah yang membedakan dirinya dari orang lain. Gaya atau style hidup pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinan. Sehingga muncullah beberapa tipe kepemimpinan.

W.J Reddin dalam artikelnya What Kind Of Manager  dan disunting oleh Wahjosumidjo (Dept. P & K Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai 1982) menentukan watak dan tipe pemimpin atas tiga pola dasar yaitu: berorientasikan tugas (task orientation), hubungan kerja (relationship orientation) serta hasil yang efektif (effectives orientation).



Kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW

Nabi Muhammad saw. adalah pemimpin dunia yang terbesar sepanjang sejarah. Karena hanya dalam waktu 23 tahun (kurang dari seperempat abad), dengan biaya kurang dari satu persen biaya yang dipergunakan untuk revolusi Perancis dan dengan korban kurang dari seribu orang. Beliau telah menghasilkan tiga karya besar yang belum pernah dicapai oleh pemimpin yang manapun di seluruh dunia sejak Nabi Adam as. sampai sekarang. Tiga karya besar tersebut adalah:



تَوْحِيْدُ الإِلهِ (mengesakan Tuhan)

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semula mempercayai Tuhan sebanyak 360 (berfaham polytheisme) menjadi bangsa yang memiliki keyakinan tauhid mutlak atau monotheisme absolut.



تَوْحِيْدُ الأُمَّةِ (kesatuan ummat)

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil menjadikan bangsa Arab yang semua selalu melakukan permusuhan dan peperangan antar suku dan antar kabilah, menjadi bangsa yang bersatu padu dalam ikatan keimanan dalam naungan agama Islam.



تَوْحِيْدُ الْحُكُوْمَةِ (kesatuan pemerintahan)

Nabi Besar Muhammad saw. telah berhasil membimbing bangsa Arab yang selamanya belum pernah memiliki pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu mendirikan negara kesatuan yang terbentang luas mulai dari benua Afrika sampai Asia.

Kunci dari keberhasilan perjuangan beliau dalam waktu relatif singkat itu adalah terletak pada tiga hal:

  •   Keunggulan agama Islam
  • 2)      Ketepatan sistem dan metode yang beliau pergunakan untuk berda'wah.
  • 3)      Kepribadian beliau.
  • Keunggulan agama Islam terletak pada delapan sifat yang tidak dimiliki oleh agama-agama lainnya di seluruh dunia ini, yaitu:
  • Agama Islam itu adalah agama fitrah.
  • Agama Islam itu adalah mudah, rational dan praktis.
  • Agama Islam itu adalah agama yang mempersatukan antara kehidupan jasmani dan rohani dan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.
  • Agama Islam itu adalah agama yang menjaga keseimbangan antara kehiduan individual dan kehidupan bermasyarakat.
  • Agama Islam itu adalah merupakan jalan hidup yang sempurna.
  • Agama Islam itu adalah agama yang universal dan manusiawi.
  • Agama Islam itu adalah agama yang stabil dan sekaligus berkembang.
  • Agama Islam itu adalah agama yang tidak mengenal perubahan.

 Sistem dakwah yang dipergunakan oleh Nabi Besar Muhammad saw. adalah:

  • Menanamkan benih iman di hati umat manusia dan menggemblengnya sampai benar-benar mantap.
  • Mengajak mereka yang telah memiliki iman yang kuat dan mantap untuk beribadah  menjalankan kewajiban-kewajiban agama Islam dengan tekun dan berkesinambungan secara bertahap.
  • Mengajak mereka yang telah kuat dan mantap iman mereka serta telah tekun menjalankan ibadah secara berkelanjutan untuk mengamalkan budi pekerti yang luhur.



Metode dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. adalah:

  • Hikmah, yaitu kata-kata yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang bathil.
  • Nasihat yang baik.
  • Menolak bantahan dari orang-orang yang menentangnya dengan memberikan argumentasi yang jauh lebih baik, sehingga mereka yang menentang dakwah beliau tidak dapat berkutik.
  • Memperlakukan musuh-musuh beliau seperti memperlakukan sahabat karib. Keempat metode dakwah beliau di atas, disebutkan oleh Allah swt. dalam Al Qur'an  al Karim dalam surat:

An Nahl ayat 125:



"Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu  dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang sesat  dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.



Surat Fushshilat ayat 34:

  

"Dan tiadalah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia".



Kepribadian Nabi Besar Muhammad saw. yang sangat menunjang dakwah beliau disebutkan dalam Al Qur'an sebagai berikut:

  • Bersikap lemah-lembut.
  • Selalu mema'afkan kesalahan orang lain betapapun besar kesalahan tersebu selama kesalahan tersebut terhadap pribadi beliau.
  • Memintakan ampun dosa dan kesalahan orang lain kepada Allah swt., jika kesalahan tersebut terhadap Allah swt.
  • Selalu mengajak bermusyawarah dengan para sahabat beliau dalam urusan dunia dan beliau selalu konsekwen memegang hasil kepautusan musyawarah.
  • Jika beliau ingin melakukan sesuatu, maka beliau selalu bertawakkal kepada Allah swt. dalam arti: direncanakan dengan matang, diprogramkan, diperhitungkan anggarannya dan ditentukan sistem kerjanya.
  • Kelima kepribadian Nabi Besar Muhammad saw. tersebut di atas, dituturkan oleh Allah swt. dalam surat Ali Imran ayat 159:

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya".



Model Kepemimpinan Rasulullah Saw

NABI dalam kesadaran umat Islam merupakan teladan dalam segenap hal (uswah hasanah). Dalam kata-kata Iqbal, “Cinta kepada Nabi mengalir bak darah di dalam urat-urat umatnya” atau dalam lukisan Rumi, “Inilah sahabatku, inilah dokterku, inilah guruku, inilah obatku” (hadza habibi, hadza thabibi, hadza adibi, hadza dawa’i).

Sejarah mengajarkan bahwa model kepemimpinan Nabi betul-betul telah mampu mengubah raut sejarah dari yang semula primitif (jahiliah) menjadi beradab dalam waktu yang relatif singkat selama 23 tahun. Yahdi minaz zulumati ilan nur. Keberhasilan mengagumkan yang tempo hari membuat seorang orientalis Hart dalam bukunya yang mengangkat seratus tokoh yang telah mengubah dunia dia tidak ragu lagi menempatkan Muhammad dalam urutan pertama.

Model kepemimpinan yang dikembangkan Nabi intinya tidak lain dilandaskan pada moralitas yang kokoh. Nabi sebagai seorang pemimpin umat dan masyarakat benar-benar mencitrakan dirinya sebagai sosok yang memiliki akhlak mulia yang layak diteladani dalam segenap hal. Malah moralitas ini pula yang menjadi tema dan daya tarik “kampanye” dari risalah yang disosialisasikan sepanjang karir kenabiannya sehingga mampu menyedot masyarakat untuk menjadi pengikut setianya tanpa diiming-iming materi, menjadi jemaahnya dengan kerelaan berkorban yang luar biasa. “Aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak,” jelas Nabi.

Moralitas atau akhlak kepemimpinan seperti apa yang dikembangkan Nabi ini? Minimal kita dapat mencatat ENAM HAL penting akhlak yang melekat dalam kepemimpinan Nabi :

Pertama, beliau adalah sosok yang mampu meresapkan rasa keadilan yang merata kepada semua pihak tanpa kecuali. Keadilan di tangan Nabi tidak pernah dikorbankan atas nama apa pun seperti terpantul dari ajaran-Nya, “Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil” (Q.S. 5:8). Nabi sadar betul bahwa keadilan merupakan jendela guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam bahasa Alquran, keadilan merupakan alat untuk merengkuh takwa (Q.S. 5:8) dan takwa merupakan prasyarat terbukanya rezeki dari langit (Q.S. 7:96). Tercantum dalam sebuah riwayat, suatu hari di Madinah terjadi skandal ekonomi yang melibatkan seorang wanita dari elite lingkaran kekuasaan (al-mar’ah al-syarifah), kemudian para sahabat berkumpul dan hasilnya diutuslah salah seorang dari mereka untuk menemui Nabi dan meminta keringanan hukuman bagi perempuan ini. Apa jawaban Nabi? Dengan tegas Nabi mengatakan, “Camkan, sesungguhnya yang telah menghancurkan bangsa Yahudi dulu adalah karena hukum telah bersikap pandang bulu. Ingat! Seandainya Fatimah anak saya sendiri yang korupsi, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya!” Pemimpin yang adil kelak, kata Nabi, adalah “salah seorang dari tujuh kelompok yang akan dilindungi di alam mahsyar.”

Kedua, Nabi benar-benar memimpin dengan sentuhan rasa cinta, empati dan simpatik yang tiada tara yang dipersembahkan kepada seluruh umatnya. Begitu cintanya Nabi kepada rakyatnya sampai-sampai kata-kata yang keluar dari mulutnya ketika hendak mengembuskan nafasnya pun adalah simpul dari kecintaannya, “ummati… ummati… ummati” (bagaimana nasib umatku kelak…). Bahkan lebih dari itu kecintaan juga beliau alokasikan untuk binatang dan alam sebagaimana tergambar dari kebijakannya yang membuat kawasan hima (cagar alam) di Madinah dan tanah haram di seputar Mekah di mana di tanah ini siapa pun tidak diperkenankan membunuh binatang bahkan mencabut sehelai rumput. Sebuah gambaran akan kesadaran ekologis yang sangat mengagumkan.

Ketiga, Nabi adalah pemimpin yang selalu berkata benar (shidiq). Beliau sangat paham bahwa kata-kata itu bukan hanya akan membawa pengaruh bagi lingkungan tapi juga dapat membawa akibat kelak di akhirat. Beliau senantiasa berpedoman kepada prinsip, “Apabila tidak bisa berkata benar dan jujur maka lebih baik diam”.

Keempat, beliau adalah pemimpin yang selalu menjunjung tinggi amanah. Beliau tidak pernah berjanji kecuali janji itu ditepati. Al-amin atau orang yang terpercaya jauh-jauh hari merupakan atribut yang melekat dalam dirinya. Sikap amanah yang diakui bukan hanya oleh sahabat-sahabatnya sendiri bahkan oleh mereka yang berbeda keyakinan sekali pun. Karena amanahnya setiap keputusan yang diambil selalu memuaskan semua pihak.

Kelima, Nabi adalah pemimpin yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata (fathanah). Kata-kata yang keluar dari mulutnya dan kebajikan yang diambilnya menjadi bukti ihwal kecerdasan Nabi. Ketika Nabi berbicara walaupun sebentar, misalnya, maka kata-katanya itu benar-benar menyimpan makna yang mendalam. Berbeda dengan kebiasaan kita, kata-katanya panjang tapi miskin makna.

Keenam, Nabi selalu bersikap transparan (tabligh). Dia sampaikan setiap kebenaran dan diluruskannya segala hal yang dianggap keliru. Di tangannya tidak ada kebenaran yang disembunyikan. Lebih dari itu, dalam menyampaikan kebenarannya pun, Nabi melakukannya dengan cara-cara yang bijaksana (al-hikmah) tutur kata yang santun (al-mauidzhah al-hasanah) diiringi alasan dan logika yang kokoh (al-mujadalah).



Itulah beberapa model nilai-nilai kepemimpinan yang dikembangkan Nabi saw. sebagai modal dasar dalam melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Nilai-nilai seperti itulah sebenarnya yang seharusnya menjadi pertimbangan utama ketika kita memilih pemimpin. Sebab bagaimana pun juga setiap kepemimpinan dan termasuk orang yang mengangkatnya sebagai pemimpin semua akan dimintai pertanggungjawabannya (kullukum ra’in wa kukullukum mas’ulun ‘an raiyyatih). Sekali kita mengkhianati amanah kepemimpinan, maka sebenarnya kita telah melakukan pengkhianatan kepada Rasul bahkan kepada Allah (Q.S. 8: 27-28).




DAFTAR SUMBER/RUJUKAN



Abror, Abd. Rahman, Kepemimpinan Pendidikan Bagi Perbaikan dan Peningkatan Pengajaran, terjemahan dari “Leadership for Improving Instruction”, Yogyakarta: Nur Cahaya, 1984.



Artikel “ Banyak Pemimpin  Berakhir Kurang ” Jawa Pos Senin 8 November 2010 halaman 35



Buchari Zainun, “Kepemimpinan Nasional yang mantap ditinjau dari sudut ilmu administrasi Negara”, Jakarta, 1984 halaman 3



Charles J keating “kepemimpinan teori dan pengembangannya” 1986 Kanisius yogyakarta.

Kartono, kartini. 1994. Pemimpin dan Kepemimpinan, apakah pemimpin abnormal



Keating, charles J. 1986. Kepemimpinan, Teori dan pengembangannya Yogyakarta: Penerbit Kanisius



John Adair, "Cara Menumbuhkan Pemimpin", Gramedia Pustaka Utama,



Nurkolis, "Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo, 2003,



R. Wayne Pace & Don F. Faules “Komunikasi Organisasi” 2006 PT. Remaja Rosdakarya Bandung halaman 276



Siagian, Sindang P., Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.



Rivai, Veithzal, Kiat Memimpin dalam Abad ke-21, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.



Sunindhia, YW & Dra. Ninik Widiyanti.1993.  Kepemimpinan dalam Masyarakat Modern. Jakarta: PT Rineka Cipta



Wayne Pace, R & Don F. Faules. 2006.  Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya



Yusuf, Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, cetakan khusus. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada



Y.W. Sunindhia, S.H. dan Dra. Ninik Widiyanti “kepemimpinan dalam masyarakat modern” 1993  PT Rineka Cipta, Jakarta halaman 8


Tidak ada komentar:

Posting Komentar