RAGAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh: Abdulchalid Badarudin
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
A. Berbagai ragam
bimbingan dan konseling
Bimo
Walgito (1982;11) dilihat dari masalah individu ada empat jenis bimbingan
yaitu:
a.
Bimbingan Akademik/sekolah; yaitu bimbingan
yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi masalah-masalah
akademik seperti pengenalan kurikulum, pemilihan jurusan/konsentrasi, cara
belajar dsb. Bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasana
belajar- mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan belajar. Dalam
bimbingan akademik pembimbing berupaya memfasilitasi individu dalam mencapai
tujuan akademik yang diharapkan.
b.
Bimbingan Sosial-Pribadi; merupakan bimbingan
untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi.
Contohnya: masalah sosial pribadi adalah hubungan sesama teman, dengan dosen,
serta staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri penyesuaian diri dengan
lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian
konflik.
c.
Bimbingan Karir; yaitu bimbingan untuk
membantu individu dalam perencanaan, pengembangan, dan pemecahan
masalah-masalah karir seperti: pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas
kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri dsb.
d.
Bimbingan Keluarga; merupakan upaya
pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar
mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri
secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma
keluarga, serta berperan/berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga
yang bahagia.
A. Fungsi Bimbingan
Akademik/Sekolah
Bimbingan
dan konseling disekolah berfungsi sebagai upaya untuk membantu kepala sekolah
beserta stafnya di dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah. Uman Suherman
(2008) menyatakan bahwa secara umum, fungsi bimbingan dan konseling dapat
diuraikan sebagai berikut.
a.
Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan
dan konseling membantu konseli (klien) agar memiliki pemahaman terhadap potensi
dirinya dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Konseli
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan.
b.
Fungsi preventif, yaitu fungsi yang berkaitan
dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang
mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh
konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli
tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi,
informasi, dan bimbingan kelompok.
c.
Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan
dan konseling yang sifatnya lebih proaktif . konselor berupaya untuk
menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif. Konselor dan guru atau staf
sekolah bekerja sama membentuk tim kerja merencanakan dan melaksanakan program
bimbingan secara berkesinambungan membantu konseli mencapai tugas
perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan
informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home
room, dan karyawisata.
d.
Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya
pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut
aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling dan remedial teaching.
e.
Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan,
atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai
dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, konselor bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam
maupun di luar lembaga pendidikan.
2.
Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para
pelaksana pendidikan, kepala sekolah/ madrasah dan staf, konselor, dan guru
untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan, dan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai
mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam
memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
sekolah/madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran maupun menyusun
bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
3.
Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling dalam membantu konseli untuk menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.
Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam
berpikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan
intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konsli supaya memiliki pola berpikir
yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
menghantarkan mereka pada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
5.
Fungsi fasilitas, memberikan kemudahan kepada
konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi,
selaras, dan seimbang dalam seluruh aspek dalam diri konseli.
6.
Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling untuk membantu supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi
kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli
agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktifitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program
yang menarik, rekreatif, dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
B. Arah
dan Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Arah
bimbingan dan konseling di sekolah adalah memungkinkan siswa mengenal dan
menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif
dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri
sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya
dimasa depan.
Adapun
tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah agar tercapai perkembangan
yang optimal pada individu yang dibimbing, dengan perkataan lain agar individu
(siswa) dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau
kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang sesuai lingkungannya.
Secara
khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah, diuraikan H.M. Umar, dan
kawan-kawan (1998:21-21) sebagai berikut:
Tujuan bimbingan bagi siswa:
1. Membantu siswa-siswa untuk
mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil
belajar, serta kesempatan yang ada
2. Membantu siswa-siswa untuk
mengembangkan motif-motif dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan pengajaran
yang berarti.
3. Memberikan dorongan di
dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
keterlibatan diri dalam proses pendidikan.
4. Membantu siswa-siswa untuk
memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap
masyarakat.
5. Membantu siswa untuk hidup
di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental dan sosial.
Tujuan
bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:
1. Membantu guru dalam
berhubungan dengan siswa-siswa.
2. Membantu guru dalam
menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat.
3. Membantu guru dalam
mengenal pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan.
4. Membantu keseluruhan
program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh siswa.
Adapun
tujuan bimbingan bagi sekolah:
1. Menyusun dan menyesuaikan
data tentang siswa yang bermacam-macam
2. Mengadakan penelitian
tentang siswa dari latar belakangnya
3. Membantu menyelenggarakan
kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya, yang berhubungan dengan
kegiatan bimbingan
4. Mengadakan peneltian
lanjutan terhadap siswa-siswa yang telah meninggalkan sekolah.
Tujuan
bimbingan dan konseling dalam Islam secara rinci dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Untuk menghasilkan suatu
perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental, jiwa menjadi
tenang, jinak dan damai (mutmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan
mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).
2. Untuk menghasilkan suatu
perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat,
baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun
lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3. Untuk menghasilkan
kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa
toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
4. Untuk menghasilkan
kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa
keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannnya, ketulusan mematuhi segala
perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.
5. Untuk menghasilkan potensi
Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai
khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai
persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi
lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
C. Syarat
Program Bimbingan di Sekolah
Syarat
Program Bimbingan menurut H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) sebagai
berikut :
1. Program bimbingan itu hendaknya
dikembangkan secara berangsur-angsur atau tahap dengan melibatkan semua staf
sekolah dalam perencanaannya.
2. Program bimbingan itu harus
memiliki tujuan yang ideal dan realistis dalam perencanaannya.
3. Program bimbingan itu harus
mencerminkan komunikasi yang kontiyu antara semua anggota staf sekolah yang
bersangkutan.
4. Program bimbingan itu harus
menyediakan atau memiliki fasilitas yang diperlukan.
5. Program bimbingan itu harus
disusun sesuai program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan.
6. Program bimbingan harus
memberikan pelayanan kepada semua murid.
7. Program bimbingan harus
menunjukan peranan yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat.
8. Program bimbingan harus
memberikan kesempatan untuk melaksanakan penilaian terhadap diri sendiri.
9. Program bimbingan harus
menjamin keseimbangan pelayanan bimbingan dalam hal:
a. Pelayanan kelompok dan
individual
b. Pelayanan yang diberikan
oleh berbagai jenis petugas bimbingan
c. Studi individual dan
penyuluhan individual
d. Penggunaan alat pengukur
atau teknik alat pengumpul data yang obyektif dan subyektif
e. Pemberian jenis-jenis
bimbingan
f. Pemberian penyuluhan secara
mum dan penyuluhan khusus
g. Pemberian bimbingan tentang
berbagai program sekolah
h. Penggunaan sumber-sumber di
dalam sekolah dan di luar sekolah yang bersangkutan
i. Kebutuhan individual dan
kebutuhan masyarakat
j.
Kesempatan untuk berfikir, merasakan dan
berbuat.
.
D. Syarat
Bagi Seorang Pembimbing di Sekolah
Syarat-syarat
yang dituntut bagi seorang pembimbing di sekolah menurut Arifin dan Eti
Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling
di sekolah (termasuk madrasah) dipilih atas dasar beberapa kualifikasi yaitu:
1. Syarat yang Berkenaan
dengan Kepribadian
Seorang guru pembimbing
atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan
konseling berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian klien akan
efektif apabila dilakukan oleh seorang pembimbing yang memiliki kepribadian
yang baik pula.
2. Syarat yang Berkenaan
dengan Pendidikan
Pelayanan bimbingan dan konseling
merupakan pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional menuntut
persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan. Seorang guru
pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan
bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurangnya
pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
3. Syarat yang berkenaan
dengan Pengalaman
Pengalaman memberikan
pelayanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan
pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Syarat pengalaman bagi calon guru
BK setidaknya pernah diperoleh melalui praktik mikro konseling dan praktek
Pengalaman Lapangan (PPL) bimbingan dan konseling. Setidaknya calon guru BK di
sekolah dan madrasah pernah berpengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada para siswa.
4. Syarat yang berkenaan
dengan kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau
kompetensi dan keterampilan oleh gurur pembimbing atau konselor merupakan suatu
keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan keterampilan, tidak
mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Dalam
pendapat lain dijelaskan bahwa persyaratan supaya seorang pembimbing dapat
menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi
syarat-syarat tertentu, dalam bukunya Bimbingan dan Konseling (studi dan karir)
Prof. Dr. Bimo Walgito Menjelaskan, yaitu:
1.
Seorang pembimbing harus mempunyai
pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktik. Segi teori
merupakan hal yang penting karena segi inilah yang menjadi landasan di dalam
praktik. Praktik tanpa teori merupakan praktik yang ngawur. Segi praktik adalah
perlu dan penting, karena bimbingan dan konseling merupakan applied
science,ilmu yang harus diterapkan dalam praktik sehari-hari, sehingga
seorang pembimbing akan canggung apabila ia hanya menguasai teori saja tanpa
memiliki kecakapan didalam praktik.
2.
Di dalam segi psikologis, seorang pembimbing
akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa
secara psikologis, yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya,
terutama dalam segi emosi.
3.
Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun
psikisnya, apabila jasmani dan psikis tidak sehat, maka hal itu akan mengganggu
di dalam menjalankan tugasnya.
4.
Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan
terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.
Sikap ini akan menimbulkan kepercayaan pada anak. Tanpa adanya kepercayaan dari
anak maka tidaklah mungkin pembimbing dapat menjalankan tugas dengan
sebaik-baiknya.
5.
Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif
yang baik sehingga dapat diharapkan usaha bimbingan dan konseling berkembang ke
arah keadaan yang lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
6.
Karena bidang gerak dari pembimbing tidak
terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus supel, ramah tamah,
sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga pembimbing dapat bekerja
sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7.
Seorang pembimbing diharapkan mempunyai
sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik bimbingan
dan konseling dengan sebaik-baiknya.
F. Bimbingan Pribadi Sosial
1. Pengertian Bimbingan Pribadi
Bimbingan
merupakan upaya untuk membantu individu berkembang sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya secara bertahap dalam proses yang matang. Moh. Surya
mengemukakan bimbingan ialah:
Suatu
proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing
kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan
perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
penyesuaian diri dengan lingkungannya”. Senada dengan pendapat Moh. Surya,
Prayitno mengemukakan bimbingan adalah: “Bantuan yang diberikan kepada
seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang
menjadi pribadi-pribadi yang mandiri”.
Kemandirian
ini mencakup 5 fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri
yaitu:
a.
Mengenal diri sendiri dan lingkungan,
b.
Menerima diri sendiri dan lingkungan secara
positif dan dinamis,
c.
Mengambil keputusan,
d.
Mengarahkan diri,
e.
Mewujudkan diri.
Berdasarkan
definisi-definisi bimbingan yang telah dipaparkan, dapat
disimpulkan yaitu :
a. Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan
sistematis,
b. Bertujuan
untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang
dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut
dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
c. Bimbingan
pribadi merupakan upaya untuk membantu individu dalam menemukan dan
mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.
2. Pengertian Bimbingan Sosial
H.M.
Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat bahwa:
Bimbingan
sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik,
penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan sosial juga bermakna suatu bimbingan
atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang
mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik.
Bidang bimbingan sosial yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik
dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang
sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan
sosial yang lebih luas. Saat ini sosial media pun sudah menjadi tren sebagai
penunjang karir yang menjanjikan yang diawali dengan menjamurnya berbagai
aplikasi sosial media yang dipelopori oleh situs pertemanan seperti friendster,
facebook, twitter dan masih banyak lagi yang sangat membantu dalam
mempromosikan jasa dan produk suatu perusahaan dan sebagai tempat yang
potensial untuk mendapatkan customer baru. Orang yang menjalankan cara ini
disebut sosial media marketer, oleh karena itu banyak perusahaan yang membuka
lowongan untuk posisi sebagai sosial media marketing. Berpengetahuan luas.
Bidang sosial media memang membutuhkan orang-orang yang kreatif tidak cuma
hanya bisa berkicau di twitter dan facebook dan mendapatkan banyak teman, tapi
Anda harus mempunyai keahlian tambahan seperti video editing, photoshop dan
software design lainnya, karena Anda bertugas mempromosikan jasa dan produk di
mana Anda bekerja.
Berdasarkan
definisi-definisi bimbingan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan
yaitu :
a. Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan
sistematis,
b. Bertujuan
untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang
dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pola-pola
sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Sementara
bimbingan sosial merupakan upaya untuk membantu individu dalam mengenal dan
berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan
tanggung jawab. Bimbingan pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu
dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam
diri dalam upaya mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan
jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta
upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial di berbagai
lingkungan (pergaulan sosial). Dalam bidang bimbingan sosial membantu siswa
mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti
luhur, tanggunag jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Penyelenggaraan bimbingan
dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan
kita demi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta
didik untuk mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di
institusi pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah
telah menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut
disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan
layanan BK di sekolah.
3. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial
H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21)
berpendapat :
Bimbingan
pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu dalam menghadapi keadaan
batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam diri dalam upaya mengatur
dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang,
penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta upaya membantu individu dalam
membina hubungan sosial di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).
Arifin
dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa:
Pada
dasarnya bimbingan tidak hanya berfungsi untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi individu (kuratif), melainkan memiliki fungsi lain yaitu sebagai upaya
pencegahan (preventif) dan pengembangan (developmental). Lynn Bullard
mengungkapkan bahwa: “Untuk melakukan reformasi (pembaharuan) program bimbingan
dan konseling secara tepat, maka layanan-layanannya harus diintegrasikan ke
dalam program-program yang berorientasi pengembangan, yang membantu para siswa
mengembangkan dan mempraktekkan kompetensi-kompetensinya”. Syamsu Yusuf dan
Juntika Nurihsan merumuskan bimbingan pribadi-sosial sebagai: “Suatu upaya
membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaan
psikologis dan sosial klien, sehingga individu memantapkan kepribadian dan
mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya”.
Bimbingan
pribadi-sosial juga sebagai upaya pengembangan kemampuan peserta didik untuk
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah pribadi-sosial dengan cara menciptakan
lingkungan interaksi pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman
diri dan sikap-sikap positif, serta dengan mengembangkan kemampuan
pribadi-sosial.
Berdasarkan
berbagai pengertian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan bimbingan
pribadi-sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu
mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi
maupun sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di
lingkungannya. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan
lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan system
pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta kemampuan - kemampuan
pribadi sosial yang tepat.
4. Tujuan dan ragam masalah yang dihadapi dalam bimbingan
pribadi sosial
Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995)
berpendapata bahwa:
1.
Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait
dengan aspek pribadi-sosial individu adalah sebagai berikut:
a.
Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan
nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam
kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat
kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
b.
Memiliki sikap toleransi terhadap umat
beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya
masing-masing.
c.
Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan
yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang
tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai
dengan ajaran agama yang dianut.
d.
Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara
objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan;
baik fisik maupun psikis.
e.
Memiliki sifat positif atau respek terhadap
diri sendiri dan orang lain.
f.
Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara
sehat,
g.
Bersikap respek terhadap orang lain,
menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga
dirinya.
h.
Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan
dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
i.
Memiliki kemampuan berinteraksi dengan sosial
(human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan,
persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j.
Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan
konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan
orang lain.
k.
Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan
secara efektif.
Selain
itu tujuan bimbingan pada akhirnya membantu individu dalam mencapai:
1.
Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk
Tuhan,
2.
Kehidupan yang produktif dan efektif dalam
masyarakat,
3.
Hidup bersama dengan individu-individu lain,
dan
4.
Harmoni antara cita-cita mereka dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Dapat
disimpulkan tujuan bimbingan pribadi pribadi sosial yang harus dikembangkan
dalam program layanan bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi siswa dalam
mengarahkan pemantapan kepribadian serta mengembangkan kemampuan dalam
mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial siswa.
2. Ragam Masalah Bimbingan Pribadi
Sosial
Arifin
dan Eti Kartikawati (1994/1995) menyatakan bahwa :
Bimbingan
sosial-pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan
masalah-masalah sosial-pribadi. Yang tergolong dalam masalah-masalah
sosial-pribadi adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dengan dosen, serta
staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri denagan lingkungan
pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik.
H.M.
Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat :
Bimbingan
sosial-pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan
kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini
merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan
memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang
dialami oleh individu.
Bimbingan
sosial-pribadi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif,
interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan
sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial-pribadi yang
tepat.
a. Ragam
Masalah Pribadi
Secara
terinci, peserta didik dalam lingkup persekolahan pada umumnya menghadapi
permasalahan pribadi-pribadi sebagai berikut :
1)
Pemantapan sikap dan kebiasaan serta
pengmbangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2)
Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri
dan pengembangannya untuk kegiatamn yang lebih kreatif, produktif dan normatif
baik dalam keseharian maupun untuk peran di masa yan akan datang.
3)
Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat
pribadi dan penyaluran dan pengembangannya pada/melalui kegiatan yang kreatif
dan normatif dan produktif.
4)
Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha
penanggulangannya.
5)
Pamantapan kemampuan pengambilan keputusan.
6)
Pemantapan kemampuan mengarahkan diri diri
sesuai dengan keputusan yang telah diambil.
7)
Pemantapan dalam perencanaan dan
penyelenggaraan hidup sehat jasmani dan rohani.
8)
Pemantapan kemampuan komunikasi.
9)
Pemantapan kemampuan meneriama dan
menyampaikan argumentasi secara dinamis, kreatif, normatif dan produktif.
10)
Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan
berhubungan sosial dengan penuh tanggung jawab.
11)
Pemantapan hubungan yang dinamis dan harmonis
dengan teman sebaya, orang tua dan masyarakat sekitar.
12)
Orientasi tentang kehidupan berkeluarga.
Ragam
permasalahan tersebut apabila dikelompokkan ke dalam pencapaian tugas
perkembangan dan standar kompetensi kemandirian murid sebagai berikut :
a. Landasan
hidup religius
b. Landasan
perilaku etis
c. Kematangan
emosional
d. Kematangan
intelektual
e. Kesadaran
tanggung jawab
f. Peran
sosial sebagai pria atau wanita
g. Penerimaan
diri dan pengembangannya
h. Kemandirian
perilaku ekonomis
b. Ragam Masalah Sosial
H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21)
berpendapat :
Penanganan
masalah sosial yang di lakukan masyarakat dapat berupa tindakan kolektif untuk
melakukan perubahan dalam bentuk tindakan reabilatif atau bahkan mengantisipasi
agar kondisi yang tidak diharapkan tidak terjadi lagi. Tidakan antisipatif
tersebut dapat melalui usaha preventif maupun develpomantal. Tindakan
penanganan masyarakat merupakan tindakan yang terstruktur dan melembaga yang
merupakan bagian dari pola kehidupan sosial. Kondisi yang disebut sebagai
masalah sosial merupakan bentuk realitas sosial yang dapat menimbulkan
penderitaan.
Secara
garis besar masalah sosial dibagi menjadi beberapa faktor, yakni antara lain:
1.
Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran,
dll.
2.
Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja,
dll.
3.
Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan
makanan, dll.
4.
Faktor Psikologis : Penyakit syaraf, aliran
sesat, dll.
a.
Faktor Ekonomi, faktor ini merupakan faktor
terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global
PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang
sudah sulit mencari pekerjaan.
b.
Faktor Budaya, Kenakalan remaja menjadi
masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang
suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal
remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan
yang telah dibangun sejak dahulu.
c.
Faktor Biologis, Penyakit menular bisa
menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar disuatu
wilayah atau menjadi pandemik.
d.
Faktor Psikologis, Aliran sesat sudah banyak
terjadi di Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun sudah banyak yang
ditangkap dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak bermunculan dimasyarakat
sampai saat ini.
G. Pengertian Bimbingan
Karir
Hornbr (1957) Bimbingan Karir adalah :
Bantuan
atau pertolongan dari individu/ kelompok satu dengan individu/ kelompokyang
lainnya untuk mengatasi permasalahan-permasalahn di dalam kehidupan yang
meliputi pekerjaan atau profesi. seseorang akan bekerja dengan senang hati
jikalau pekerjaan tersebut sesuai dengan keadaan dirinya, sesuai
dengan kemampuannya, dan sesuai dengan minatnya. Dengan demikian dapat
dikemukakan bahwa prinsip dasar agar seseorang dapat
bekerja dengan baik, dengan senang, dengan tekun, diperlukan
adanya kesesuaian antara tunrutan dari
pekerjaan atau jabatan itu dengan apa yang ada dalam individu
yang bersangkutan.
Donald
D. Super (1975) mengartikan bahwa :
Bimbingan
karir sebagai suatu proses membantu pribadi untuk
mengembangkan penerimaan kesatuan dan
gambaran diri serta peranannya dalam duria kerja. Menurut
batasan ini, ada dua hal penting, pertama proses
membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan
kedua memahami dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Ruslan
A.Gani berpendapat bahwa:
Bimbingan
karir adalah suatu proses bantuan, layanan dan pendekatan terhadap
individu (siswa/remaja), agar individu yang
bersangkutan dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal
dunia kerja merencankan masa depan dengan bentuk kehidupan yang diharapkan
untuk menentukan pililian dan mengambil suatu
keputusan bahwa keputusannya tersebut adalah
paling tepat sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan
persyaratan-persyaratan dan tuntutan pekerjaan/ karir yang
dipilihnya.
Menurut
Marsudi, (2003:1 13) bahwa :
Bimbingan
karir adalah suatu perangkat, lebih tepatnya suatu program yang sistematik,
proses, teknik, atau layanan yang dimaksudkan untuk
membantu individu memahami dan berbuat atas dasar
pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan,
pendidikan, dan waktu luang, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan
mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola
perkembangan karirnya.
Aryatmi
Siswohardjono (1990:457) mengemukakan :
Bimbingan
karier adalah bimbingan yang mencakup kegiatan bimbingan kepada siswa atau
orang dari memilih, menyiapkan diri, mencari, dan menyesuaikan diri
terhadap karier. Widada (1990:31) menjelaskan bahwa bimbingan karier
merupakan suatu proses bantuan yang ditujukan kepada individu untuk
mengembangkan serta menerima tentang dirinya secara terpadu dan memadai
tentang perananya dalam dunia kerja untuk menguji gagasan-gagasannya serta
memadukannya dengan kenyataan yang menimbulkan kepuasan bagi
individu yang bersangkutan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Mohammad Thayeb
Manhinru (1992:19) mendefinisikan bimbingan karier adalah layanan yang dimaksudkan
untuk membantu individu memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan
pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang
serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan sehingga
yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola
perkembangan kariernya.
Widiadmojo
(2000:3) mengemukakan :
Definisi
bimbingan karier adalah kegiatan birnbingan yang bertujuan ultuk mengenal,
memahami, dan mengembangkan potensi diri dalam mempersiapkan masa depan bagi
dirinya. Lebih lanjut dijelaskan pelayanan bimbingan karier
diberikan agar siswa mengenal konsep diri yang berkaitan dengan minat, bakat,
dan kemampuannya serta mengenal jabatan karier yang ada.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan di atas maka
dapat diperoleh pengertian bahwa bimbingan karier adalah
kegiatan birnbingan yang diberikan kepada siswa untuk memilih, menyiapkan diri,
mencari, dan menyesuaikan diri terhadap karier
yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya sehingga dapat
mengernbangkan dirinya secara optimal sehingga dapat menemukan karier dan
melaksanakan karier yang efektif dan memberi kepuasan dan kelayakan.
Tujuan
bimbingan karir di Sekolah
Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya
mengenai tujuan dari Bimbingan Karir, menurut Dewa Ketut Sukardi :
Tujuan
dari Bimbingan Karir secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
tujuan umum dan Khusus. Secara umum tujuan diselenggarakannya Bimbingan Karier
di sekolah ialah membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya,
dalam pengambilan keputusan, perencanaan,dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang
menuju kepada karier dan cara hidup yang akan memberikan
rasa kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan
lingkungannya.
Sedangkan,
tujuan khusus dari diselenggarakannya bimbingan
karier adalah sebagai berikut:
a.
Meningkatkan pemahaman diri
siswa.
b.
Meningkatkan pengetahuan
siswa tentang dunia kerja.
c.
Membina sikap yang serasi terhadap
partisipasi dalam dunia kerja dan terhadap usaha dalam mempersiapkan diri
dari suatu jabatan.
d.
Meningkatkan kemahiran berpikir agar mampu
mengambil keputusan tentang jabatan dan
melaksanakan keputusan itu.
e.
Mengembangkan nilai-nilai sehuburgan dengan
gaya hidup yang dicita- citakan, termasuk jabatan.
Menopang kemampuan berkomusikasi dan
bekerja sarna.
Peters dan Shetzer (1974:267) mengemukakan
bahwa :
Tujuan
bimbingan karir adalah membantu siswa dengan cara yang sistematis dan terlibat
dalam perkembangan karir. Guru pembimbing hendaknya dapat membantu siswa
merencanakan karimya sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat yang
dimilikinya.
Popon
Syarif Arifin (dalam Aryatmi Siswohardjono, 1990:457) mengemukakan bahwa :
Bimbingan
karier bertujuan untuk membantu anak dalam rnengembangkan dirinya secara
optimal sehingga dapat merencanakan pencapaian pekerjaan sebagai
landasan kariernya yang
sesuai dengan kernampuannya.
Moh.
Surya (1988.14) menyatakan bahwa :
Tujuan
bimbingan karir adalah membantu individu memperoleh
kompetensi yang diperlukan agar dapat menentukan peralanan hidupnya dan
mengembangkan karir kearah yang dipilihnya secara optimal.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, secara
essensial bimbingan karir merupakan salah satu
proses layanan yang bertujuan membantu siswa dalam proses
pemahaman diri, pemahaman nilai-nilai, pengenalan lingkungan,
hambatan dan cara mengatasinya serta perencanaan masa depan. Masa depan harus
direncanakan disongsong bukan di tunggu. Awal masa depan itu adalah “di sini
dan sekarang”. Persiapan untuk menyongsong masa depan dilakukan melalui
prosedur-prosedur tertentu baik melaui pendidikan informal, formal maupun
non formal. Melalui pendidikan di sekolah siswa dibekali
dengan berbagai
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap-sikap
tertentu. Bekal yang diperoleh siswa di sekolah bertujuan uttuk
mempersiapkan mereka memasuki dunia kerja.
Selain
yang telah dikemukakan diatas secara rinci tujuan dari
bimbingan karir tersebut ialah membantu para siswa agar :
1.
Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri,
terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenai
kemampuan, minat, bakat, sikap dan cita- citanya yang darinya peserta didik
dapat mengidentifikasi bidang studi dan karir yang
sesuai dengan dirinya.
2.
Peserta didik memperoleh pemahaman tentang
berbagai hal terkait dengan dunia (karir-studi) yang akan
dimasukinya seperti tingkat kekuasan karir yang ditawarkan,
deskripsi tugas dalam berbagai bidang pekerjaan, pengaruh
perkembangan teknologi terhadap bidang kerja tertentu,
kontribusi yang dapat diberikan dalam bidang
pekerjaan tertentu pada masyarakat, dan tuntutan kemampuan kerja
dalam bidang-bidang pekerjaan tertentu di masa depan.
3.
Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang
berhubungan dengan potensi yang ada dalam dirinya, mengetahui
jenis-jenis pendidikan dan latihan yang diperlukan bagi suatu
bidang tertentu, memahami hubungan usaha dirinya yang
sekarang dengan masa depan.
4.
Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin
timbul yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari
jalan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut.
5.
Para siswa dapat merencanakan masa depannya
serta menemukan karir dan kehidupan yang serasi,
yang sesuai (Depdikbub, Petunjuk
Pelaksanaan bimbingan Karir,1985).
6.
Peserta didik mampu mengidentifikasi berbagai
bidang pendidikan yang tersedia yang relevan dengan berbagai bidang
pekerjaan. Dengan demikian peserta didik
memperoleh dan dapat
menerapkan pengetahuan dan keterampilan (skill) yang dituntut
oleh peran-peran kerja tertentu.
7.
Peserta didik mampu mengambil keputusan karir
bagi dirinya sendiri, merencanakan langkah-langkah konkrit untuk
mewujudkan perencanaan karir yang realistik bagi dirinya. Perencanaan karir
yang realistik akan meminimalkan factor dan dampak negatif dan memaksirnalkan
faktor dan dampak positif dari proses pemilihan karir.
8.
Mampu menyesuaikan diri dalam
mengimplementasikan pilihannya dan berfungsi optimal dalam karir
(studi dan kerja), carney, l987 dan Reihant, 1979 (dalam
Fajar Santoadi, 2007).
Dari
uraian diatas nampak bahwa bimbingan karir merupakan usaha untuk
mengetahui dan memahami diri memahami apa yang ada dalam
diri sendiri dengan baik dan diarahkan untuk membantu siswa
dalam perencanaan dan pengarahan kegiatan
serta dalam pengambilan keputusan yang membentuk pola
karir tertentu dan pola hidup yang akan
memberikan kepuasan bagi dirinya dan lingkungannya.
Fungsi Bimbingan Karier di Sekolah
Layanan
bimbingan karier sangat penting
beberapa frrngsi. Menurut Popon Syarif Arifin yang bagi siswa karena
mempunyai dikutip Aryatmi Siswohardjono
(1990), fungsi bimbingan karier
adalah sebagi berikut:
1. Fungsi persiapan
contoh;
Guru pembimbing memberikan informasi tentang jenis-jenis
pekerjaan atau informasi mengenai perguruan tinggi/ studi lanjut yang dapat
didapatkan oleh siswa.
2. Fungsi
pencegahan
Contoh;
Guru pembimbing dapat memberikan bantuan agar siswa tidak
kesulitan di dalarn memahami tentang bakat,
minat, kemampuan dan tentang dirinya sendiri yang
berkaitan dengan pekerjaan sehingga dapat mencegah siswa
salah dalam menentukan langkah-langkah dalam menemukan karier yang dikehendaki.
3. Fungsi
penempatan dan penyaluran
Contoh;
Guru pembimbing akan membantu dalam penempatan para siswa pada bidang atau
jenis pendidikan, misalnya dalam hal penjurusan atau pelatihan dan pekerjaan
sehingga mereka dapat mengambil keputusan
sendiri secara bijaksana.
4. Fungsi
penyesuaian
Contoh;
Guru pembimbing membantu siswa dalam menyesuaikan diri dengan jenis-jenis
pekerjaan yang ada di lingkungan sekitamya.
5. Fungsi
pengembangan
Contoh;
Guru pembimbing membantu siswa dalam mengembangkan
seluruh pribadinya secara terarah dan
mantab pada minat kerja.
Dengan
Layanan Bimbingan Karir yang sudah diberikan diharapkan siswa dapat memahami
karakteristik dirinya dalam hal minat, nilai-nilai, kecakapan dan cirri-ciri
kepribadian serta dapat mengidentifikasikan bidang pekerjaan yang luas, yang
mugkin lebih cocok bagi mereka, selanjutnya diharapka siswa dapat menemukan
karir dan melaksanakan karir yang efektif serta memberikan kelayakan hidup.
H. Bimbingan dan Konseling Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan
berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat
oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang
hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu
untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Sigmund
Freud : keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa
menurut beliau keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual
sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri.
Dhurkeim
berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor
politik, ekonomi dan lingkungan.
Keluarga
adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu
kelompok kecil dalam masyarakat. Sehingga keluarga itu terbagi menjadi dua,
yaitu:
1.
Keluarga Kecil atau “Nuclear Family”
Keluarga
inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak
mereka; yang kadang-kadang disebut juga sebagai “conjugal”-family.
b.
Keluarga Besar “Extended Family”
Keluarga
besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi
orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit
keluarga ini sering disebut sebagai ‘conguine family’ (berdasarkan pertalian
darah).
Adapun
konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga
menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari.
Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga
dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua
anggota keluarga bahagia.
Ikatan
bathin merupakan ikatan yang bersifat psikologis. Maksudnya diantara suami dan
istri harus saling mencintai satu sama lain, tidak ada paksaan dalam menjalani
perkawinan. Kedua ikatan, yaitu ikatan lahir dan bathin merupakan tuntutan
dalam perkawinan yang sangat mempengaruhi keutuhan sebuah keluarga. Tipe
keluarga yang umumnya dikenal adalah dua tipe, yaitu keluarga inti (nuclear
family) dan keluarga yang diperluas (extended family). Beberapa karakteristik
keluarga bahagia yang menjadi tujuan dari konseling keluarga antara lain: (1)
menunjukkan penyesuaian yang tinggi, (2) menunjukkan kerja sama yang tinggi,
(3) mengekspresikan perasaan cinta kasih sayang, altruistik dan teman sejati
dengan sikap dan kata-kata (terbuka), (4) tujuan keluarga difokuskan kepada
kebahagiaan anggota keluarga, (5) menunjukkan komunikasi yang terbuka, sopan,
dan positif, (6) menunjukkan budaya saling menghargai dan memuji, (7)
menunjukkan budaya saling membagi, (8) kedua pasangan menampilkan emosi yang
stabil, suka memperhatikan kebutuhan orang lain, suka mengalah, ramah, percaya
diri, penilaian diri yang tinggi, dan (9) komunikasi terbuka dan positif.
Pada
umumnya masalah-masalah yang muncul dalam keluarga adalah berkenaan dengan: (1)
masalah hubungan sosial-emosional antar anggota keluarga, (2) masalah hubungan
antar keluarga, (3) masalah ekonomi, (4) masalah pekerjaan, (5) masalah
pendidikan, (6) masalah kesehatan, (7) masalah seks, dan (8) masalah keyakinan
atau agama.
2. Fungsi Keluarga
Marsudi,
(2003:1 13) berpendapat bahwa pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan
oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi Biologis
Persiapan
perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak anaknya dapat
berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri,
pengetahuan untuk mengurus rumah tangga bagi ang isteri, tugas dan kewajiban
bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Setiap manusia
pada hakiaktnya terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup
keturunannya, melalui perkawinan.
2) Fungsi Pemeliharaan.
Keluarga
diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari
gangguan-gangguan.
3) Fungsi Ekonomi
Keluarga
berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok manusia, yaitu:
a)
Kebutuhan makan dan minum.
b)
Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya
c)
Kebutuhan tempat tinggal.
Berhubungan
dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan
untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan
minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
4) Fungsi Keagamaan
Keluarga
diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama
dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5) Fungsi Sosial.
Dengan
fungsi ini kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki
oleh generasi tua, yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam
bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang
baik burukna perbuatan dan lain-lain.
Dengan
fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal
selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh
masyarakat serta mempelajari peranan-perananyang diharapkan akan mereka
jalankan keak bila dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan
istilah sosialisasi.
Dalam
buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara, dikatakan bahwa
fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a)
Pembentukan kepribadian.
b)
Sebagai alat reproduksi.
c)
Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat.
d)
Sebagai lembaga perkumpulan perekonomian.
e)
Keluarga berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan.
Keberadaan
sebuah keluarga pada hakikatnya untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut :
(1) fungsi kasih sayang, yaitu memberikan cinta erotik, cinta kasih sayang,
cinta altruistik, dan cinta teman sejati, (2) fungsi ekonomi, (3) fungsi
status, (4) fungsi pendidikan, (5) fungsi perlindungan, (6) fungsi keagamaan,
(7) fungsi rekreasi, dan (8) fungsi pengaturan seks.
3. Asumsi Dasar Konseling Keluarga
Marsudi,
(2003:1 13) berpendapat bahwa inti dari pelaksanaan konseling keluarga
sebagai salah satu layanan profesional dari seorang konselor didasari oleh
asumsi dasar sebagai berikut:
a.
Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau
sakitnya seorang anggota keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri,
melainkan oleh interaksi yang tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
b.
Ketidak tahuan individu dalam keluarga
tentang peranannya dalam menjalani kehidupan keluarga.
c.
Situasi hubungan suami-isteri dan antar
keluarga lainya.
d.
Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam
sebuah keluarga sangat mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga.
e.
Konseling keluarga diharapkan mampu membantu
keluarga mencapai penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota
keluarga.
f.
Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi
hubungan semua anggota keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Perez (1979)
menyatakan sebagai berikut:
Family
therapi is an interactive proses which seeks to aid the family in regainnga
homeostatic balance with all the members are confortable.
Dari
definisi di atas konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk
membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang
sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ini
berarti bahwa sebuah keluarga membutuhkan pendekatan yang beragam untuk
menyelesaikan masalah yang dialami oleh anggota keluarga. Rumusan di atas
memuat dua implikasi yaitu; terganggunya kondisi seorang anggota keluarga
merupakan hasil adaptasi/interaksi terhadap lingkungan yang sakit yang
diciptakan didalam keluarga. Kedua, seorang anggota keluarga yang mengalami
gangguan emosional akan mempengaruhi suasana dan interaksi anggota keluarga
yang lain, sehingga diupayakan pemberian bantuan melalui konseling keluarga.
Terlaksananya konseling keluarga akan membantu anggota keluarga mencapai
keseimbangan psiko dan psikis sehingga terwujudnya rasa bahagia dan kenyamanan
bagi semua anggota keluarga.
4. Tujuan Konseling Keluarga
Marsudi,
(2003:1 13) berpendapat bahwa tujuan dari konseling keluarga pada
hakikatnya merupakan layanan yang bersifat profesional yang bertujuan untuk
mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
a.
Membantu anggota keluarga belajar dan
memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar
anggota keluarga.
b.
Membantu anggota keluarga dapat menerima
kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan
dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan
anggota keluarga yang lain.
c.
Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada
anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan
dalam kehidupan berumah tangga.
d.
Mengembangkan rasa penghargaan diri dari
seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.
e.
Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan
fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
f.
Membantu individu keluarga yang dalam keadaan
sadar tentang kondisi dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang
lebih baik tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan
keluarganya.
Agar
mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor keluarga
hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.
Memiliki kemampuan berfikir cerdas,
berwawasan yang luas, serta komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang
laras dengan penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas
b.
Etika professional, yakni kemampuan memahami
dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan
dalam hubungan pelayanan konseling terhadap anggota keluarga.
c.
Terlatih dan terampil dalam melaksanakan
konseling keluarga.
d.
Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan
kepribadian untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang
konflik dan mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
e.
Memiliki pengetahuan yang logis tentang
hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga.
f.
Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel
dalam melaksanakan konseling keluarga.
g. Harus
obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.
5. Pengertian Keluarga Bahagia
Keluarga
bahagia adalah identik dengan keluarga yang harmonis sangat menentukan untuk
menciptakan lingkungan yang baik dalam suasana kekeluargaan dan menjadi pusat
ketenangan hidup (Bambang, 2000 :52). Setiap keluarga selalu mendambakan
terciptanya keluarga bahagia dan tidak jarang setiap keluarga mengusahakan
kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan mereka menempa anak-anaknya
agar mampumempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan dalam berkeluarga yang
bahagia, sesuai dengan apa yang didambakan orang tuanya.
Keluarga
bahagia dan sejahtera adalah tujuan dan sekaligus harapan ideal sebuah keluarga
Indonesia. Kata bahagia selalu dikaitkan dengan aspek psikologis dan
ukuran-ukuran perasaan yang paling dalam. Sementara kata sejahtera dikaitkan
dengan keluarga yag cukup dalam pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang,
pangan, dan papan. Keadaan cukup tentu bersifat relatif, tetapi di dalamnya
terkandung makna mampu memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti itu
dapat menciptakan suasana dalam keluarga tenang. Bahagia dan sejahtera dalam
konteks keluarga seolah-olah mengandung pengertian tunggal, karena
menggambarkan adanya situasi seimbang antara suasana batin (rohani) dan suasana
lahir (jasmani). Singkat kata, sebuah keluarga belum disebut bahagia jika hanya
berkecukupan harta benda, namun tidak menikmati suasana batin yang baik.
Marsudi,
(2003:1 13) berpendapat bahwa kelurga bahagia akan terealisasikan apabila
kebutuhan-kebutuhn setiap individu di dalam keluarga terpenuhi sebagai
kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan individu ada dua jenis yaitu :
1. Kebutuhan Biologis.
Kebutuhan
biologis adalah kebutuhan akan sandang, pangan, papan, seks serta aspek-aspek
yang lainnya yang merupakan pemenuhn kebutahan fisik setiap individu lainnya.
2.
Kebutuhan Sosiologos/Psikologi.
Kebutuhan
sosiopsychis adalah kebutuhan akan harga diri, rasa aman, tentram, kebutuhan
religius, kebutuhan akan keindahan, rasa kebebasan, rasa mengenal, rasa sukses.
Kebahagiaan sebagai tujuan pembentukan
keluarga merupakan ikitan jiwa seseorang suami dan istri dalam lingkungan
keluarga dipengaruhi dan pengabdia tulus diantara mereka, memberikan pancaran
kesucian tertentu dan nilaisangant tingi kepada kehidupan keluarga.
6. Ciri-Ciri Keluarga Bahagia
Marsudi,
(2003:1 13) berpendapat bahwa keluarga yang di Idealkan oleh manuasia
adalah keuarga yang memiliki mental sehat demikian : sakinah (perasaan tenang),
mawaddah (cinta), dan ramah (kasih sayang). Antar keluarga saling menyayangi
dan merindukan. Sang Ayah menyayangi, mencintai dan merindukan anak dan Ibu
dari Anak-anaknya. Sang Ibu mencintai dan merindukan anak-anak dai Ayahnya.
Sang anakpun demikian mencintai, merindukan Ayah dan Ibunya. Dengan demikian
diantara mereka terdapat suatu kesatuan (unity) terhadap yang lain. Ciri-ciri
pola hubungan yang melekat pada keluarga yang bahagia adalah (1) Kesatuan
dengan Sang Pencipta . (2) kesatuan dengan alam semesta (3) komitmen (4)
tausiyah dan feedback (5) keluesan (6) kesatuan fisik (7) dan hunbungan seks
yang sehat (8) bekerjasama (9) saling percaya dan lain-lain.
Menurut Danuri (1999:19) ciriciri keluarga
bahagia diantaranya :
a.
Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Hubungan yang harmonis antara individu dengan
individu lain dalam keluarga dan masyarakat.
c.
Terjamin kesehatan jasmani, rohani, dan
sosial.
d.
Cukup sandang, pangan, dan papan.
e.
Adanya jaminan hukum terutama hak azasi
manusia.
f.
Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.
g.
Ada jaminan di hari tua, sehingga tidak perlu
khawatir terlantar di masa depan.
h.
Tersediaanya fasilitas rekreasi yang wajar.
7. Faktor-Faktor Penentu Kebahagiaan Rumah Tangga
Menurut
Singgih D. Gunarso (1999:67) faktor-faktor yang harus di penuhi demi terciptannya
keluarga bahagia adalah:
a.
Perhatian; Perhatian dapat diartikan sebagai
menaruh hati. Menaruh hati pada seluruh anggota keluarga adalah pokok hubungan
yang baik diantara para anggota keluarga. Menaruh hati terhadap kejadian dan
peristiwa di dala keluarga, berarti mengikuti dan memperhatikan perkembangan
seluruh keluarganya, lebih jauh lagi orang tua harus mengarhakan perhatiannya
untuk mencari lebih mendalam sebab dan sumber permasalahanyang terjadi di dalam
keluarga dan perlu juga memperhatikan juga terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada setiap anggota keluarga.
b.
Penambahan pengetahuan; Mencari pengetahuan
dan menambah oengetahuan bukan monopoli siswa-siswi atau mahasiswa saja. Dalam
keluarga, baik orang tua maupun anak harus menambang pengetahuan tanpa
henti-hentinya. Di luar, mereka menarik pelajaran dan inti dari segala yang
dilihat dan dialaminya. Lebih penting lagi ialah usaha mengetahui mereka yang
lebih dekat yakni seluruh keluarga anggota keluarga. Biasanya kita lebih
cenderung untuk memperhatikan kejadian-kejadian di luar rumah tangga, sehingga
kejadian-kejadian di rumah terdesak denga kemungkinan timbulnya akibat-akibat
yang tidak di sangka-sangka, karena kelalaian kita. Mengetahui setiap perubahan
di dalm keluarga dan perubahan anggota keluarga berarti mengikuti perkembangan
setiap anggota.
c.
Pengenalan diri; Dengan pengetahuan
yangberkembang terus sepanjang hidup, maka usaha-usaha pengenalan diri akan
dapat dicapai. Pengenalan diri setiap anggota berarti juga pengenalan diri
sendiri. Anak-anak biasanya belum mengadakan pengenalan diri dan baru akan
mencapainya dalam bimbingan dalam keluarganya, setelah anak banyak pergi keluar
rumah, di mana lingkungan lebih luas, pandangan dan pengetahuan diri mengenai
kemampuan-kemampuan, kesanggupan-kesanggupan dan sebagainya akan menambah
pengenalan dirinya. Pengenalan yang baik akan memupuk pula
pengertian-pengertian.
d.
Pengertian; Apabila pengetahuan dan
pengenalan diri sudah tercapai, ,aka lebih mudah menyoroti semua
kejadian-kejadian atau peristiwayang terjadi di dalam keluarga. Masalah-masalah
lebih mudah di atasi apabila latar belakang kejadian dapat terungkap. Dengan
adanya pengertian dari setiap anggota keluarga, maka akan mengurangi timbulnya
masalah di dalam keluarga.
e.
Sikap menerima; Sikap menerima setiap anggota
keluarga sebagai langkah kelanjutan pengertian, berarti segala kelemahan,
kekurangan, dan kelebihannya, ia harus mendapat tempat di dalam keluarga.
f.
Peningkatan usaha; Setelah setiap anggota di
terima dengan segala kekurangan dan kemampuannya sebagai anggota keluarga penuh
yang menduduki tempatnya masing-masing dalam keluarga, perlu adanya peningkatan
usaha. Peningkatan usaha ini perlu di lakukan dengan mengembangkan setiap aspek
dari anggota keluarganya secara optimal. Peningkatan usaha ini perlu agar tidak
terjadi keadaan yang statis dan membosankan. Peningkatan usaha di sesuaikan
dengan setiap kemapuan baik materi dari pihak orang tua maupun anak.
8. Kendala-Kendala Dalam
Mencapai Kebahagiaan Keluarga
Kendala dalam mencapai kebahagiaan keluarga
diantaranya adalah hubungan antara suami istri yang tidak harmonis, adanya
sikap acuh tak acuh terhadap anggota keluarga, tdak adanya suatu usaha untuk
peningkatan kualitas hidup, sikap tidak saling menerima, tidak perhatian.
I. Model
dan Pola Bimbingan dan Konseling
Terdapat beberapa model bimbingan yang
berkembangan yang dimulai dari periode awal sampai periode sekarang.
Model-model tersebut yaitu :
Model
Bimbingan Periode Awal
a) Model Parsonian.
Model ini merupakan buah pikiran atau gagasan
dari Frank Parson yang berupaya menjodohkan karakteristik individu dengan
syarat-syarat yang dituntut suatu pekerjaan. Teori ini menekankan tentang
bantuan yang dilakukan oleh konselor terhadap individu yang akan masuk ke dunia
kerja. Teori yang dikembangkan oleh Frank Parson ini memberikan kontribusi yang
sangat berarti kepada perkembangan bimbingan terutama yang menyangkut tiga
aspek:
Ø Kegiatan
menganalisis yang dilakukan sebelum memilih pekerjaan menggunakan tes
psikologis untuk memperkirakan karakteristik individu.
Ø Bimbingan
sebagai suatu program membantu individu sebelum masuk ke dunia kerja.
Ø Bimbingan
model Parson memfokuskan pada aspek vokasional/ biro pekerjaan.
b) Bimbingan Identik dengan Pendidikan
Yang mengemukakan model ini adalah Brewer
melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan pada tahun 1932.
Para ahli lain yang berpendapat sama sengan Brewer adalah:
Meyer mengemukakan “all education is now
regocnized”
Hawkes menyatakan bahwa “education is
guidance and guidance is education”
Hildreth berpendapat bahwa “tidak ada
perbedaan yang berarti antara pendidikan dan bimbingan,baik dalam
tujuan,metode,maupun hasil”.
Bimbingan identik dengan pendidikan,karena
rangkaian kegiatan-kegiatannya meliputi semua kegiatan pendidikan.
Model
Bimbingan Periode Berikutnya
a) Bimbingan sebagai Distribusi dan
Penyesuaian
Pada
tahun 1930 an, Koos dan Kefauver memperkuat pendapat dari Proctor yaitu siswa
Sekolah Menengah Atas sangat membutuhkan bantuan dalam memilih studi. Koos da
Keufauver mengemukakan bahwa bimbingan berfungsi distribusif dan penyesuaian
dan harus melaksanakan dua fungsi pokok yaitu :
v Distribusi.
Dalam hal ini konselor berupaya untuk membantu siswa dalam menyusun
tujuan-tujuannya baik dari bidang pekerjaan, sosial atau lainnya serta membantu
untuk menemukan peluang dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini
bertujuan agar siswa mampu pemahami dirinya dan lingkungannya.
v Penyesuaian.
Dalam hal ini konselor membantu klien agar dapat menyesuaikan diri dan
memadukan pengetahuan tentang dirinya dengan lingkungan yangterkait dengan
tujuan yang ingin dicapai.
Bimbingan
sebagai distribusi dan penyesuaian mempunyai fungsi yaitu:
v Membantu
siswa agar memperoleh tingkat efisisensi dan kepuasan yang tinggi dalam
melakukan aktivitas.
v Membantu
siswa untuk membantu memilih kegiatan diluar ssekolah.
v Membantu
siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai.
v Membantu
siswa untuk memperoleh informasi berupa faktor yang harus diperyimbangkan dalam
merumuskan perencanaan, probabilitas keberhasilan, kegiatan yang ingin dipilih,
program sekolah dan lain-lain.
b) Bimbingan sebagai Proses Klinis.
Bimbingan sebagai proses klinis diperkenalkan
pertama kali oleh M.S Viteles, Donald G. Paterson dan E.G Wiiliamson. Model
bimbingan sebagai suatu proses klinis menekankan kepada penggunaan tes
psikologis, tes klinis dan studi diagnostik analitik sehingga konselor dapat
memahami kliennya secara lebih baik dan dapat menentukan masalah-masalah klien
secara lebih akurat dan cepat serta memberikan treatment yang lebih cepat juga.
Model ini bersifat direktif yang hasilnya sring efisien dan ekonomis.
c) Bimbingan sebagai Pengambilan
Keputusan
Bimbingan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Jones dan Myer. Dalam model ini, konselor memiliki tugas untuk mendorong siswa
untuk memahami nilai-nilai dan menyertakannya dalam mengambil keputusan dan
memberika informasi tentang peluang-peluang yang bermanfaat dari setiap
alternative yang dipilih. Model ini juga memiliki asumsi bahwa keragaman antar
individu sangat penting, permasalahn tidak dapat diselesaikan dengan sukses
tanpa bantuan orang lain yang professional/konselor.
d) Bimbingan sebagai Sistem Eklektik.
Bimbingan eklektik merupakan representasi
dari pendapat dan teori Strang, Traxler, Erickson, Froechlich, Darley, Trorne
dan lainnya. Model bimbingan eklektik memiliki beberapa assumsi dasar yaitu :
individu memerlukan bantuan professional secara periodic dalam memahami dirinya
dan memecahkan masalahnya, individu memiliki kemampuan untuk belajar dan
membuat perencanaan, pemberian pelayanan yang berorientasi kepada teori tunggal
memiliki keterbatasan dalam prosedur, teknik atau pandangan dibandingkan dengan
yang bersumber dari beberapa teori.
Model
Bimbingan Kontemporer
a) Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
Model bimbingan ini diperkenalkan pertama
kali oleh Hoyt pada tahun 1962. Dia mengemukakan bahwa program bimbingan bukan
hanya tanggung jawab konselor tetapi tanggung jawab bersama semua anggota
sekolah, konselor merupakan figur kunci yang bertanggung jawab terhadap program
bimbingan dan pekerjaan konselor yang lebih utama adalah menjalin kerjasama
dengan para guru. Hoyt juga meyakini bahwa tujuan layanan konseling akan
tercapai dengan sukses apabila diintegrasikan dengan tujuan sekolah.
b) Bimbingan Perkembangan
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Wilson
Little dan A.L Chapman yang menyusun buku Developmental Guidance in the
Secondary School, Herman J. Peter dan Gail Farwell yang menyusun buku A
Development Approach serta Robert Mathewson yang menyusun buku Guidance Policy
and Practice. Bimbingan dan konseling yang dipandang sebagai proses
perkembangan menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik atau individu
dalam semua fase perkembangannya yang menyangkut aspek-aspek vokasional,
pendidikan, pribadi dan sosial ( Shertzer & Stone, 1971: 76; Robert D.
Myrick dalam Sunaryo K, 1996: 99; dan Dedi Supardi; 1997;7). Model bimbingan
pengembangan ini bersifat konprehensif meliputi semua rentang kehidupan, tidak
hanya terbatas kepada aspek vokasional dan pendidikan, dan juga bersifat interpretatif.
c) Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan
tentang Kegiatan yang Bertujuan
Metode bimbingan ini diperkenalkan pertama
kali oleh Tiedeman dan Field pada tahun 1962. Menurut Tiedeman dan Field
mendefinisikan bimbingan sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu
ilmu pengetahuan tentang kegiatan yang bertujuan dalam struktur pendidikan yang
spesifik. Pada hakekat pendidikan, posisi konselor sebagai pelengkap dan
bimbingannya pun tidak termasuk ke dalam pendidikan. oleh karena itu, Tiedeman
dan Filed menekankan bahwa bimbingan tersebut harus eksis dalam proses
pendidikan.
d) Bimbingan sebagai Rekostruksi Sosial.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Edward
J. Shoben pada tahun 1962. Dia berpendapat bahwa konselor adalah leader dalam merenkonstruksi
sosial disekolah seperti pengelompokan siswa. Dalam metode ini, tugas utama
bimbingan adalah membantu siswa dalam mengembangkan potensinya dan menemukan
cara mengekspresikan diri sesuai dengan norma masyarakat. Bimbingan yang
dirancang harus sistematis dan mendorong siswa unruk menelaah nila-nilai dan
untuk menjalani kehidupan yang teruji.
e) Bimbingan sebagai Pengembangan
Pribadi.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Chris
D. Kehas pada akhir tahun 1960 an. model ini merupakan tahap awal dalam
membangun kerangka kerja konseling di sekolah. Dalam model bimbingan ini yang
menjadi perhatian utamanya adalah perkembangan individu.
Kehas berpendapat bahwa teaching dan
conseling merupakan dua pendekatan yang berhubungan dengan siswa yang bersifat komplementer
dan kolaboratif yang sama-sama penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
f) Konseling Keterampilan Hidup.
Konseling keterampilan hidup merupakan suatu
model yang intergratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan
keterampilan membantu dirinya sendiri. Konseling keterampilan hidup dikatakan
integratif karena mengkombinasikan atau memanfaatkan berbagai pendekatan dari
para ahli dalam proses pemberian bantuannya kepada klien.
Konseling keterampilan hidup dalam
melaksanakan pendekatan didasarkan empat asumsi dasar yaitu banyak masalah yang
dibawa kepada konselor merupakan refleksi hasil belajar klien, yang paling
berpengaruh terhadap massalah klien adalah kelemahan klien dalam berpikir dan
bertindak untuk mengatasi masalah, konselor yang efektif adalah mampu
menciptakan supportive helping relationship dan melatih klien agar memiliki
keterampilan berpikir dan bertindak, tujuan utama konseling adalah membantu
klien agar mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak dan dapat mengatasi
masalahnya dan mencegah masalah di masa depan.
g) Konseling Respectful.
Model ini diperkenalkan oleh Michael D.
Andrea dan Judy Daniels. Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang
perlunya konselor menyadari bahwa pengembangan psikologis baik dirinya maupun
klien yang dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi seperti : spiritual/
identitas religious (R), Etnik (E), Identitas Seksual (S), Kematangan
PSikologis (P), Kelas Sosial Ekonomi (E), Tentang Kronologis (C), Ancaman (T),
Sejarah Keluarga (F), Keunikan Karakteristik Fisik (U), dan Lokasi Tempat
Tinggal (L) yang dirangkum dalam nama model konseling RESPECTFUL. Model ini
dikembangkan untuk membantu konselor agar mampu berpikir lebih holistik tentang
kliennya dan mendorong para praktisi untuk mempertimbangkan kerangka kerja
mereka dipengaruhi oleh berbagai faktor beragam.
h) Konseling Religius (Islami).
Konseling religius adalah proses pemberian
bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen
beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk
mewujudkan kesejahteraan kebahagiaan hidup bersama, baik secara fisik maupun
psikis baik di dunia maupun di akhirat kelak. Konseling religius memiliki
beberapa prinsip yaitu kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik kepada
orang lain, mengembangkan sikap, persaudaraan atau sikap damai diantara sesame,
memperhatikan masalah-masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk
mendengarkan yang baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara
ulama dan konselor, memiliki kesadaran hukum, bertujuan untuk meningkatkan
keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai
model utama dalam kehidupan.
Konseling Religius juga memiliki tujuan yaitu
memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah, memiliki kesadaran
akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan
dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan,
tidur dan menggunakan waktu luang, bagi yang sudah berkeluarga sebaiknya
menciptakan iklim kehidupan keluarga yang fungsional, memiliki komitmen diri
untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama sebaik-baiknya, memiliki sikap dan
kebiasaan belajar atau bekerja yang positif, memahami masalah dan menghadapi
secara wajar, tabah dan sabar, memahami faktor yang menyebabkan timbulnya
masalah atau stress, mampu mengubah persepsi atau minat, mampu mengambil hikmah
dari musibah yang dialami, dan mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya
dengan introspeksi diri.
J. Pola-Pola Bimbingan
Menurut
Edward C. Glanz (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di
institusi pendidikan, ada empat pola daar yaitu :
1.
Pola Generalis : Corak pendidikan dalam suatu
institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa dan
para staf pendidik dapat memebantu dalam perkembangan kepribadian masing-masing
siswa. Akhir dari pelayanan bimbingan adalah program kontinyu yang ditunjukan
kepada semua siswa, sehingga bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu
saja.
2.
Pola Spesiliasi; Pola ini mengemukakan bahwa
pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli
bimbingan yang memiliki kemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan
tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir dan bimbingan dan
konseling.
3.
Pola Kurikuler; Pada pola ini kegiatan
bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dan dimasukkan dalam kurikulum dan
bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Keuntungan dari
pola ini adalah adanya hubungan lansung yang terlibat dalam seluk beluk
pengajaran, sedangkan keburukannya adalah kenyataan bahwa kemajuan dalam
pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalaui suatu
tes hasil belajar.
Pola Relasi-relasi Manusia
dan Kesehatan Mental; Pola ini akan
membuat orang lebih hidup bahagia apabila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan
membina hubungan baik dengan orang lain. Keuntungan dari pola dasar ini adalah
peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan
dan intergrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidik.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin dan Eti Kartikawati. 1994. Administrasi Bukti Fisik Program BK SD, SMP,
SMA; Jakarta; Paramitra Publishing.
Aryatmi Siswohardjono. 1990. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Bimo Walgito.1982. Bimbingan Konseling Pribadi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Danuri. 1999. Mengenal Peminatan di SMP; Jakarta; Paramitra Publishing.
Depdikbub, Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan Karir.1985. Jakarta;
Paramitra Publishing.
Dewa Ketut Sukardi : Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Donald D. Super.1975. Mengenal Berbagai Jenis Profesi Sebagai Pilihan Karir Masa Depan;
Jakarta; Paramitra Publishing.
Drs. Soewaryo Wangsanegara. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan Konseling In Dividual Dilengkapi Praktik
Terbaik; Jakarta; Paramitra Publishing.
Edward C. Glanz. 1964. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Fajar Santoadi. 2007. Motivasi Diri; Jakarta; Paramitra Publishing.
H.M. Umar, dan kawan-kawan. 1998. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Hornbr.1957. Permainan Games Dalam Bimbingan Konseling; Jakarta; Paramitra
Publishing.
James P. Adam. 2005. Bimbingan Konseling; Jakarta; Paramitra Publishing.
Marsudi. 2003. Pengembangan Materi Dan Bimbinmgan Konseling Berbasis Multimedia;
Jakarta; Paramitra Publishing.
Menurut Marsudi. 2003. 50 Tips Sukses Prestasi Belajar Siswa; Jakarta; Paramitra
Publishing.
Moh. Surya. 2006. Pengembangan Materi Dan Bimbingan Konseling Berbasis Multimedia;
Jakarta; Paramitra Publishing.
Natawidjaja.1978. Quiz Bimbingan dan Konseling; Jakarta; Paramitra Publishing.
Perez. 1979 Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Peters dan Shetzer. 1974. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Popon Syarif Arifin. 1990. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Ruslan A.Gani. 2007. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan
Konseling In Dividual Dilengkapi Praktik Terbaik; Jakarta; Paramitra
Publishing.
Sigmund Freud. Tokoh
Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Singgih D. Gunarso. 1999. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra
Publishing.
Soetjipto & Raflis. 2007. Mengenal Peminatan di SMP; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Uman Suherman. 2008. Bimbingan Konseling Belajar; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Widiadmojo.
2000. Motivasi Diri; Jakarta;
Paramitra Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar