Rabu, 06 April 2016

RAGAM BIMBINGAN DAN KONSELING



RAGAM BIMBINGAN DAN KONSELING

Oleh: Abdulchalid Badarudin

UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
 



A. Berbagai ragam bimbingan dan konseling
Bimo Walgito (1982;11) dilihat dari masalah individu ada empat jenis bimbingan yaitu:
a.    Bimbingan Akademik/sekolah; yaitu bimbingan yang diarahkan untuk membantu para individu dalam menghadapi masalah-masalah akademik seperti pengenalan kurikulum, pemilihan jurusan/konsentrasi, cara belajar dsb. Bimbingan akademik dilakukan dengan cara mengembangkan suasana belajar- mengajar yang kondusif agar terhindar dari kesulitan belajar. Dalam bimbingan akademik pembimbing berupaya memfasilitasi individu dalam mencapai tujuan akademik yang diharapkan.
b.    Bimbingan Sosial-Pribadi; merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi. Contohnya: masalah sosial pribadi adalah hubungan sesama teman, dengan dosen, serta staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal dan penyelesaian konflik.
c.    Bimbingan Karir; yaitu bimbingan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembangan, dan pemecahan masalah-masalah karir seperti: pemahaman terhadap jabatan dan tugas-tugas kerja, pemahaman kondisi dan kemampuan diri dsb.
d.    Bimbingan Keluarga; merupakan upaya pemberian bantuan kepada para individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar mereka mampu menciptakan keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat menciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta berperan/berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan keluarga yang bahagia.

A.  Fungsi Bimbingan Akademik/Sekolah
Bimbingan dan konseling disekolah berfungsi sebagai upaya untuk membantu kepala sekolah beserta stafnya di dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah. Uman Suherman (2008) menyatakan bahwa secara umum, fungsi bimbingan dan konseling dapat diuraikan sebagai berikut.
a.     Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli (klien) agar memiliki pemahaman terhadap potensi dirinya dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
b.     Fungsi preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok.
c.      Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif . konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif. Konselor dan guru atau staf sekolah bekerja sama membentuk tim kerja merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara berkesinambungan membantu konseli mencapai tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
d.     Fungsi penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling dan remedial teaching.
e.     Fungsi penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
2.     Fungsi adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah/ madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi sekolah/madrasah, memilih  metode dan proses pembelajaran maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
3.     Fungsi penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli untuk menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.     Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konsli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat menghantarkan mereka pada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
5.     Fungsi fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam seluruh aspek dalam diri konseli.
6.     Fungsi pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif, dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.

B.    Arah dan Tujuan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Arah bimbingan dan konseling di sekolah adalah memungkinkan siswa mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya dimasa depan.
Adapun tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah agar tercapai perkembangan yang optimal pada individu yang dibimbing, dengan perkataan lain agar individu (siswa) dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi atau kapasitasnya dan agar individu dapat berkembang sesuai lingkungannya.
Secara khusus tujuan bimbingan dan konseling di sekolah, diuraikan H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) sebagai berikut:
Tujuan bimbingan bagi siswa:
1.     Membantu siswa-siswa untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar, serta kesempatan yang ada
2.     Membantu siswa-siswa untuk mengembangkan motif-motif dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti.
3.     Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.
4.     Membantu siswa-siswa untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat.
5.     Membantu siswa untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental dan sosial.
Tujuan bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:
1.     Membantu guru dalam berhubungan dengan siswa-siswa.
2.     Membantu guru dalam menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat.
3.     Membantu guru dalam mengenal pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan.
4.     Membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh siswa.
Adapun tujuan bimbingan bagi sekolah:
1.     Menyusun dan menyesuaikan data tentang siswa yang bermacam-macam
2.     Mengadakan penelitian tentang siswa dari latar belakangnya
3.     Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya, yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan
4.     Mengadakan peneltian lanjutan terhadap siswa-siswa yang telah meninggalkan sekolah.
Tujuan bimbingan dan konseling dalam Islam secara rinci dapat disebutkan sebagai berikut:
1.     Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental, jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (mutmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (mardhiyah).
2.     Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik pada diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan kerja, maupun lingkungan sosial dan alam sekitarnya.
3.     Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
4.     Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannnya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya.
5.     Untuk menghasilkan potensi Ilahiyah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.

C.    Syarat Program Bimbingan di Sekolah
Syarat Program Bimbingan menurut H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) sebagai berikut :
1.     Program bimbingan itu hendaknya dikembangkan secara berangsur-angsur atau tahap dengan melibatkan semua staf sekolah dalam perencanaannya.
2.     Program bimbingan itu harus memiliki tujuan yang ideal dan realistis dalam perencanaannya.
3.     Program bimbingan itu harus mencerminkan komunikasi yang kontiyu antara semua anggota staf sekolah yang bersangkutan.
4.     Program bimbingan itu harus menyediakan atau memiliki fasilitas yang diperlukan.
5.     Program bimbingan itu harus disusun sesuai program pendidikan dan pengajaran di sekolah yang bersangkutan.
6.     Program bimbingan harus memberikan pelayanan kepada semua murid.
7.     Program bimbingan harus menunjukan peranan yang penting dalam menghubungkan sekolah dengan masyarakat.
8.     Program bimbingan harus memberikan kesempatan untuk melaksanakan penilaian terhadap diri sendiri.
9.     Program bimbingan harus menjamin keseimbangan pelayanan bimbingan dalam hal:
a.      Pelayanan kelompok dan individual
b.      Pelayanan yang diberikan oleh berbagai jenis petugas bimbingan
c.      Studi individual dan penyuluhan individual
d.      Penggunaan alat pengukur atau teknik alat pengumpul data yang obyektif dan subyektif
e.      Pemberian jenis-jenis bimbingan
f.       Pemberian penyuluhan secara mum dan penyuluhan khusus
g.      Pemberian bimbingan tentang berbagai program sekolah
h.     Penggunaan sumber-sumber di dalam sekolah dan di luar sekolah yang bersangkutan
i.       Kebutuhan individual dan kebutuhan masyarakat
j.        Kesempatan untuk berfikir, merasakan dan berbuat.
.
D.    Syarat Bagi Seorang Pembimbing di Sekolah
Syarat-syarat yang dituntut bagi seorang pembimbing di sekolah menurut Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995)  menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling di sekolah (termasuk madrasah) dipilih atas dasar beberapa kualifikasi yaitu:
1.     Syarat yang Berkenaan dengan Kepribadian
Seorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian klien akan efektif apabila dilakukan oleh seorang pembimbing yang memiliki kepribadian yang baik pula.
2.     Syarat yang Berkenaan dengan Pendidikan
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional menuntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan. Seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan konseling Strata Satu (S1), S2 maupun S3. Atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.
3.     Syarat yang berkenaan dengan Pengalaman
Pengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh melalui praktik mikro konseling dan praktek Pengalaman Lapangan (PPL) bimbingan dan konseling. Setidaknya calon guru BK di sekolah dan madrasah pernah berpengalaman memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada para siswa.
4.     Syarat yang berkenaan dengan kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan keterampilan oleh gurur pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan keterampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas dengan baik.

Dalam pendapat lain dijelaskan bahwa persyaratan supaya seorang pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu, dalam bukunya Bimbingan dan Konseling (studi dan karir) Prof. Dr. Bimo Walgito Menjelaskan, yaitu:
1.     Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun praktik. Segi teori merupakan hal yang penting karena segi inilah yang menjadi landasan di dalam praktik. Praktik tanpa teori merupakan praktik yang ngawur. Segi praktik adalah perlu dan penting, karena bimbingan dan konseling merupakan applied science,ilmu yang harus diterapkan dalam praktik sehari-hari, sehingga seorang pembimbing akan canggung apabila ia hanya menguasai teori saja tanpa memiliki kecakapan didalam praktik.
2.     Di dalam segi psikologis, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis, yaitu adanya kemantapan atau kestabilan di dalam psikisnya, terutama dalam segi emosi.
3.     Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya, apabila jasmani dan psikis tidak sehat, maka hal itu akan mengganggu di dalam menjalankan tugasnya.
4.     Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya. Sikap ini akan menimbulkan kepercayaan pada anak. Tanpa adanya kepercayaan dari anak maka tidaklah mungkin pembimbing dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
5.     Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga dapat diharapkan usaha bimbingan dan konseling berkembang ke arah keadaan yang lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
6.     Karena bidang gerak dari pembimbing tidak terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga pembimbing dapat bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7.     Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.

F. Bimbingan Pribadi Sosial
1. Pengertian Bimbingan Pribadi
Bimbingan merupakan upaya untuk membantu individu  berkembang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya secara bertahap dalam proses yang matang. Moh. Surya mengemukakan bimbingan ialah:
Suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya”. Senada dengan pendapat Moh. Surya, Prayitno mengemukakan bimbingan adalah:  “Bantuan yang diberikan kepada seseorang (individu) atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri”.
Kemandirian ini mencakup 5 fungsi pokok yang hendaknya dijalankan oleh pribadi yang mandiri yaitu:
a.     Mengenal diri sendiri dan lingkungan, 
b.     Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, 
c.      Mengambil keputusan, 
d.     Mengarahkan diri, 
e.     Mewujudkan diri.

Berdasarkan definisi-definisi bimbingan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan yaitu :
a.     Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan sistematis, 
b.     Bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
c.      Bimbingan pribadi merupakan upaya untuk membantu individu dalam menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.
2. Pengertian Bimbingan Sosial
H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat bahwa:

Bimbingan sosial bermakna suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah sosial seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan sosial juga bermakna suatu bimbingan atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik. Bidang bimbingan sosial yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas. Saat ini sosial media pun sudah menjadi tren sebagai penunjang karir yang menjanjikan yang diawali dengan menjamurnya berbagai aplikasi sosial media yang dipelopori oleh situs pertemanan seperti friendster, facebook, twitter dan masih banyak lagi yang sangat membantu dalam mempromosikan jasa dan produk suatu perusahaan dan sebagai tempat yang potensial untuk mendapatkan customer baru. Orang yang menjalankan cara ini disebut sosial media marketer, oleh karena itu banyak perusahaan yang membuka lowongan untuk posisi sebagai sosial media marketing. Berpengetahuan luas. Bidang sosial media memang membutuhkan orang-orang yang kreatif tidak cuma hanya bisa berkicau di twitter dan facebook dan mendapatkan banyak teman, tapi Anda harus mempunyai keahlian tambahan seperti video editing, photoshop dan software design lainnya, karena Anda bertugas mempromosikan jasa dan produk di mana Anda bekerja.

Berdasarkan definisi-definisi bimbingan yang telah  dipaparkan, dapat disimpulkan yaitu :
a.     Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu secara kontinyu dan sistematis,
b.     Bertujuan untuk membantu proses pengembangan potensi diri melalui pola-pola sosial yang dilakukannya sehari-hari di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Pola-pola sosial yang dimaksudkan adalah pola-pola dimana individu tersebut dapat melakukan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Sementara bimbingan sosial merupakan upaya untuk membantu individu dalam mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur dan tanggung jawab. Bimbingan pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam diri dalam upaya mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial di  berbagai lingkungan (pergaulan sosial). Dalam bidang bimbingan sosial membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosial yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggunag jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling (BK) di sekolah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan kita demi mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan bagi peserta didik untuk mengembangkan potensi mereka seoptimal mungkin. Kehadiran BK di institusi pendidikan sudah memiliki landasan yuridis formal dimana pemerintah telah menyediakan payung hukum terhadap keberadaan BK di sekolah. Berikut disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan terkait langsung dengan layanan BK di sekolah.



3. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial
H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat :
Bimbingan pribadi-sosial berarti upaya untuk membantu individu dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi konflik-konflik dalam diri dalam upaya mengatur dirinya sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual dan sebagainya, serta upaya membantu individu dalam membina hubungan sosial di  berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995)  menyatakan bahwa:

Pada dasarnya bimbingan tidak hanya berfungsi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi individu (kuratif), melainkan memiliki fungsi lain yaitu sebagai upaya pencegahan  (preventif) dan pengembangan (developmental). Lynn Bullard mengungkapkan bahwa: “Untuk melakukan reformasi (pembaharuan) program bimbingan dan konseling secara tepat, maka layanan-layanannya harus diintegrasikan ke dalam program-program yang berorientasi pengembangan, yang membantu para siswa mengembangkan dan mempraktekkan kompetensi-kompetensinya”. Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan merumuskan bimbingan pribadi-sosial sebagai:  “Suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan sosial klien, sehingga individu memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya”.

Bimbingan pribadi-sosial juga sebagai upaya pengembangan kemampuan peserta didik untuk menghadapi dan mengatasi masalah-masalah pribadi-sosial dengan cara menciptakan lingkungan interaksi pendidikan yang kondusif, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap positif, serta dengan mengembangkan kemampuan pribadi-sosial.
Berdasarkan berbagai pengertian yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan bimbingan pribadi-sosial merupakan upaya layanan yang diberikan kepada siswa agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialaminya, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, sehingga mampu membina hubungan sosial yang harmonis di lingkungannya. Bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan system pemahaman diri, dan sikap-sikap yang positif, serta kemampuan - kemampuan pribadi sosial yang tepat. 



4. Tujuan dan ragam masalah yang dihadapi dalam bimbingan pribadi sosial
Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995)  berpendapata bahwa:
1.     Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial individu adalah sebagai berikut:
a.      Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
b.      Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
c.      Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif  antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
d.      Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e.      Memiliki sifat positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
f.       Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat,
g.      Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.
h.     Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
i.       Memiliki kemampuan berinteraksi dengan sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
j.        Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
k.      Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Selain itu tujuan bimbingan pada akhirnya membantu individu dalam mencapai:
1.      Kebahagiaan hidup pribadi sebagai makhluk Tuhan, 
2.      Kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, 
3.      Hidup bersama dengan individu-individu lain, dan 
4.      Harmoni antara cita-cita mereka dengan kemampuan yang dimilikinya.

Dapat disimpulkan tujuan bimbingan pribadi pribadi sosial yang harus dikembangkan dalam program layanan bimbingan dan konseling adalah memfasilitasi siswa dalam mengarahkan pemantapan kepribadian serta mengembangkan kemampuan dalam mengatasi masalah-masalah pribadi dan sosial siswa.
2. Ragam Masalah Bimbingan Pribadi Sosial
Arifin dan Eti Kartikawati (1994/1995)  menyatakan bahwa :

Bimbingan sosial-pribadi merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial-pribadi. Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial-pribadi adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dengan dosen, serta staf, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri denagan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik.

H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat :

Bimbingan sosial-pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu.
Bimbingan sosial-pribadi diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi  pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta keterampilan-keterampilan sosial-pribadi yang tepat.
a. Ragam Masalah Pribadi
Secara terinci, peserta didik dalam lingkup persekolahan pada umumnya menghadapi permasalahan pribadi-pribadi sebagai berikut :
1)     Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengmbangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2)     Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatamn yang lebih kreatif, produktif dan normatif baik dalam keseharian maupun untuk peran di masa yan akan datang.
3)     Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi dan penyaluran dan pengembangannya pada/melalui kegiatan yang kreatif dan normatif dan produktif.
4)     Pemantapan tentang kelemahan diri dan usaha penanggulangannya.
5)     Pamantapan kemampuan pengambilan keputusan.
6)     Pemantapan kemampuan mengarahkan diri diri sesuai dengan keputusan yang telah diambil.
7)     Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat jasmani dan rohani.
8)     Pemantapan kemampuan komunikasi.
9)     Pemantapan kemampuan meneriama dan menyampaikan argumentasi secara dinamis, kreatif, normatif dan produktif.
10)  Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial dengan penuh tanggung jawab.
11)  Pemantapan hubungan yang dinamis dan harmonis dengan teman sebaya, orang tua dan masyarakat sekitar.
12)  Orientasi tentang kehidupan berkeluarga.

Ragam permasalahan tersebut apabila dikelompokkan ke dalam pencapaian tugas perkembangan dan standar kompetensi kemandirian murid sebagai berikut :
a.     Landasan hidup religius
b.     Landasan perilaku etis
c.     Kematangan emosional
d.     Kematangan intelektual
e.     Kesadaran tanggung jawab
f.      Peran sosial sebagai pria atau wanita
g.     Penerimaan diri dan pengembangannya
h.     Kemandirian perilaku ekonomis
b. Ragam Masalah Sosial
H.M. Umar, dan kawan-kawan (1998:21-21) berpendapat :
Penanganan masalah sosial yang di lakukan masyarakat dapat berupa tindakan kolektif untuk melakukan perubahan dalam bentuk tindakan reabilatif atau bahkan mengantisipasi agar kondisi yang tidak diharapkan tidak terjadi lagi. Tidakan antisipatif tersebut dapat melalui usaha preventif maupun develpomantal. Tindakan penanganan masyarakat merupakan tindakan yang terstruktur dan melembaga yang merupakan bagian dari pola kehidupan sosial. Kondisi yang disebut sebagai masalah sosial merupakan bentuk realitas sosial yang dapat menimbulkan penderitaan.
Secara garis besar masalah sosial dibagi menjadi beberapa faktor, yakni antara lain:
1.     Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2.     Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3.     Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dll.
4.     Faktor Psikologis : Penyakit syaraf, aliran sesat, dll.
a.     Faktor Ekonomi, faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan.
b.     Faktor Budaya, Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
c.      Faktor Biologis, Penyakit menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
d.     Faktor Psikologis, Aliran sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak bermunculan dimasyarakat sampai saat ini.



G. Pengertian Bimbingan Karir
Hornbr (1957) Bimbingan Karir adalah :
Bantuan atau pertolongan dari individu/ kelompok satu dengan individu/ kelompokyang lainnya untuk mengatasi permasalahan-permasalahn di dalam kehidupan yang meliputi pekerjaan atau profesi. seseorang akan bekerja dengan senang hati jikalau pekerjaan tersebut sesuai dengan keadaan  dirinya, sesuai dengan kemampuannya, dan sesuai dengan minatnya. Dengan demikian dapat dikemukakan  bahwa  prinsip dasar agar seseorang dapat bekerja dengan baik, dengan senang, dengan  tekun, diperlukan adanya  kesesuaian  antara tunrutan dari pekerjaan atau jabatan  itu dengan apa yang ada dalam individu yang bersangkutan.

Donald D. Super (1975) mengartikan bahwa :

Bimbingan karir sebagai suatu proses membantu pribadi untuk mengembangkan  penerimaan  kesatuan  dan gambaran  diri serta peranannya dalam duria kerja. Menurut batasan  ini, ada dua hal penting,  pertama proses membantu  individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua memahami dan menyesuaikan diri dalam dunia kerja.
Ruslan A.Gani berpendapat bahwa: 

Bimbingan karir adalah suatu proses bantuan, layanan dan pendekatan terhadap individu  (siswa/remaja), agar  individu  yang bersangkutan  dapat mengenal dirinya, memahami dirinya, dan mengenal dunia kerja merencankan masa depan dengan bentuk kehidupan yang diharapkan untuk menentukan pililian dan mengambil  suatu keputusan  bahwa keputusannya  tersebut  adalah paling tepat sesuai dengan keadaan dirinya dihubungkan dengan persyaratan-persyaratan  dan tuntutan pekerjaan/ karir yang dipilihnya.

Menurut Marsudi, (2003:1 13) bahwa :

Bimbingan karir adalah suatu perangkat, lebih tepatnya suatu program yang sistematik, proses, teknik, atau layanan yang dimaksudkan  untuk membantu  individu memahami  dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang, serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan dapat menciptakan dan mengelola perkembangan karirnya.

Aryatmi Siswohardjono (1990:457) mengemukakan :

Bimbingan karier adalah bimbingan yang mencakup kegiatan bimbingan kepada siswa atau orang dari memilih, menyiapkan diri, mencari, dan menyesuaikan diri terhadap karier. Widada (1990:31) menjelaskan bahwa bimbingan karier merupakan suatu proses bantuan yang ditujukan kepada individu untuk mengembangkan serta menerima tentang dirinya secara terpadu dan memadai tentang perananya dalam dunia kerja untuk menguji gagasan-gagasannya serta memadukannya dengan  kenyataan yang menimbulkan kepuasan bagi individu yang bersangkutan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Mohammad Thayeb Manhinru (1992:19) mendefinisikan bimbingan karier adalah layanan yang dimaksudkan untuk membantu individu memahami dan berbuat atas dasar pengenalan diri dan pengenalan kesempatan-kesempatan dalam pekerjaan, pendidikan, dan waktu luang serta mengembangkan ketrampilan-ketrampilan mengambil keputusan sehingga yang bersangkutan  dapat menciptakan  dan mengelola perkembangan kariernya.

Widiadmojo (2000:3) mengemukakan :

Definisi bimbingan karier adalah kegiatan birnbingan yang bertujuan ultuk mengenal, memahami, dan mengembangkan potensi diri dalam mempersiapkan masa depan bagi dirinya. Lebih lanjut dijelaskan pelayanan bimbingan  karier diberikan agar siswa mengenal konsep diri yang berkaitan dengan minat, bakat, dan kemampuannya serta mengenal  jabatan karier yang ada. Berdasarkan beberapa  definisi yang telah diuraikan di atas maka dapat  diperoleh pengertian  bahwa bimbingan karier adalah kegiatan birnbingan yang diberikan kepada siswa untuk memilih, menyiapkan diri, mencari, dan menyesuaikan diri terhadap  karier yang  sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuannya sehingga dapat mengernbangkan dirinya secara optimal sehingga dapat menemukan karier dan melaksanakan karier yang efektif  dan memberi kepuasan dan kelayakan.

Tujuan bimbingan karir di Sekolah
Banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai tujuan dari Bimbingan Karir, menurut Dewa Ketut Sukardi :
Tujuan dari Bimbingan Karir secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan Khusus. Secara umum tujuan diselenggarakannya Bimbingan Karier di sekolah ialah membantu siswa dalam pemahaman dirinya dan lingkungannya, dalam pengambilan keputusan, perencanaan,dan pengarahan kegiatan-kegiatan yang menuju  kepada  karier dan cara hidup yang akan memberikan rasa kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya.
Sedangkan, tujuan khusus dari diselenggarakannya  bimbingan karier  adalah sebagai berikut:
a.     Meningkatkan  pemahaman  diri siswa.
b.     Meningkatkan  pengetahuan siswa  tentang dunia kerja.
c.      Membina sikap yang serasi terhadap partisipasi dalam dunia kerja dan terhadap usaha dalam mempersiapkan diri dari  suatu jabatan.
d.     Meningkatkan kemahiran berpikir agar mampu mengambil keputusan tentang jabatan dan melaksanakan  keputusan  itu.
e.     Mengembangkan nilai-nilai sehuburgan dengan gaya hidup yang dicita- citakan, termasuk  jabatan. Menopang  kemampuan  berkomusikasi  dan bekerja  sarna.

Peters dan Shetzer (1974:267) mengemukakan bahwa  :
Tujuan bimbingan karir adalah membantu siswa dengan cara yang sistematis dan terlibat dalam perkembangan karir. Guru pembimbing hendaknya dapat membantu siswa merencanakan karimya sesuai dengan kemampuan, bakat  dan minat yang dimilikinya.

Popon Syarif Arifin (dalam Aryatmi Siswohardjono, 1990:457) mengemukakan bahwa :

Bimbingan karier bertujuan untuk membantu anak dalam rnengembangkan dirinya secara optimal sehingga dapat merencanakan pencapaian pekerjaan sebagai landasan kariernya  yang sesuai  dengan  kernampuannya.

Moh. Surya (1988.14) menyatakan bahwa  :

Tujuan bimbingan  karir adalah membantu  individu memperoleh kompetensi yang diperlukan agar dapat menentukan peralanan hidupnya dan mengembangkan karir kearah yang dipilihnya secara optimal.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, secara essensial bimbingan karir merupakan  salah satu proses  layanan  yang bertujuan membantu siswa dalam proses pemahaman diri, pemahaman nilai-nilai,  pengenalan lingkungan, hambatan dan cara mengatasinya serta perencanaan masa depan. Masa depan harus direncanakan disongsong bukan di tunggu. Awal masa depan itu adalah “di sini dan sekarang”. Persiapan untuk menyongsong masa depan dilakukan melalui prosedur-prosedur tertentu baik melaui pendidikan informal, formal maupun non  formal. Melalui  pendidikan di sekolah siswa dibekali dengan  berbagai pengetahuan,  keterampilan,  nilai dan sikap-sikap tertentu. Bekal yang diperoleh siswa di sekolah bertujuan uttuk mempersiapkan  mereka memasuki dunia kerja.

Selain yang telah dikemukakan  diatas  secara rinci tujuan dari bimbingan karir tersebut  ialah membantu para siswa agar :
1.     Dapat memahami dan menilai dirinya sendiri, terutama yang berkaitan dengan potensi yang ada dalam dirinya mengenai kemampuan, minat, bakat, sikap dan cita- citanya yang darinya peserta didik dapat mengidentifikasi bidang studi dan karir yang sesuai dengan  dirinya.
2.     Peserta didik memperoleh pemahaman tentang berbagai  hal  terkait dengan dunia (karir-studi) yang akan dimasukinya seperti tingkat kekuasan karir yang ditawarkan, deskripsi  tugas dalam berbagai bidang pekerjaan, pengaruh perkembangan teknologi terhadap  bidang  kerja  tertentu, kontribusi yang dapat diberikan  dalam bidang pekerjaan  tertentu pada masyarakat, dan tuntutan kemampuan kerja dalam bidang-bidang pekerjaan  tertentu di masa depan.
3.     Mengetahui berbagai jenis pekerjaan yang berhubungan dengan potensi yang  ada dalam dirinya, mengetahui jenis-jenis pendidikan dan latihan yang diperlukan bagi suatu bidang  tertentu, memahami  hubungan usaha dirinya yang sekarang dengan masa depan.
4.     Menemukan hambatan-hambatan yang mungkin timbul yang disebabkan oleh dirinya sendiri dan faktor lingkungan, serta mencari jalan untuk mengatasi hambatan-hambatan  tersebut.
5.     Para siswa dapat merencanakan masa depannya serta menemukan karir dan kehidupan yang serasi, yang  sesuai  (Depdikbub, Petunjuk Pelaksanaan  bimbingan Karir,1985).
6.     Peserta didik mampu mengidentifikasi berbagai bidang pendidikan yang tersedia yang relevan dengan berbagai bidang pekerjaan. Dengan demikian  peserta  didik memperoleh  dan dapat menerapkan  pengetahuan  dan keterampilan (skill) yang dituntut oleh peran-peran  kerja  tertentu.
7.     Peserta didik mampu mengambil keputusan karir bagi dirinya sendiri, merencanakan langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan perencanaan karir yang realistik bagi dirinya. Perencanaan karir yang realistik akan meminimalkan  factor dan dampak negatif dan memaksirnalkan faktor dan dampak positif dari proses pemilihan  karir.
8.     Mampu menyesuaikan diri dalam mengimplementasikan pilihannya dan berfungsi optimal dalam karir (studi  dan kerja), carney,  l987 dan Reihant, 1979 (dalam Fajar Santoadi, 2007).

Dari uraian diatas nampak bahwa bimbingan karir merupakan usaha untuk mengetahui  dan memahami diri memahami  apa yang ada dalam diri sendiri dengan baik dan diarahkan untuk membantu siswa dalam  perencanaan  dan pengarahan  kegiatan serta dalam pengambilan  keputusan yang membentuk pola karir  tertentu dan pola hidup yang akan memberikan  kepuasan bagi dirinya dan  lingkungannya.
Fungsi Bimbingan Karier di Sekolah
Layanan bimbingan  karier sangat  penting beberapa  frrngsi. Menurut Popon Syarif Arifin yang bagi siswa karena mempunyai dikutip Aryatmi Siswohardjono (1990),  fungsi bimbingan  karier adalah  sebagi berikut:
1. Fungsi persiapan
contoh; Guru pembimbing memberikan informasi  tentang  jenis-jenis pekerjaan atau informasi mengenai perguruan tinggi/ studi lanjut yang dapat didapatkan oleh siswa.
2. Fungsi pencegahan
Contoh; Guru pembimbing dapat memberikan  bantuan agar siswa  tidak kesulitan di dalarn memahami tentang bakat, minat,  kemampuan  dan tentang dirinya sendiri yang berkaitan  dengan pekerjaan  sehingga dapat mencegah siswa salah dalam menentukan langkah-langkah dalam menemukan karier yang dikehendaki.
3. Fungsi penempatan  dan penyaluran
Contoh; Guru pembimbing akan membantu dalam penempatan para siswa pada bidang atau jenis pendidikan, misalnya dalam hal penjurusan atau pelatihan dan pekerjaan sehingga mereka dapat mengambil  keputusan sendiri  secara  bijaksana.
4. Fungsi penyesuaian
Contoh; Guru pembimbing membantu siswa dalam menyesuaikan diri dengan jenis-jenis pekerjaan yang ada di lingkungan sekitamya.
5.  Fungsi pengembangan
Contoh; Guru pembimbing membantu siswa dalam mengembangkan seluruh  pribadinya secara  terarah  dan mantab  pada minat  kerja.
Dengan Layanan Bimbingan Karir yang sudah diberikan diharapkan siswa dapat memahami karakteristik dirinya dalam hal minat, nilai-nilai, kecakapan dan cirri-ciri kepribadian serta dapat mengidentifikasikan bidang pekerjaan yang luas, yang mugkin lebih cocok bagi mereka, selanjutnya diharapka siswa dapat menemukan karir dan melaksanakan karir yang efektif serta memberikan kelayakan hidup.

H. Bimbingan dan Konseling Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Sigmund Freud : keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa menurut beliau keluarga merupakan manifestasi daripada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri.

Dhurkeim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan suatu kelompok kecil dalam masyarakat. Sehingga keluarga itu terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Keluarga Kecil atau “Nuclear Family”
Keluarga inti adalah unit keluarga yang terdiri dari suami, isteri, dan anak-anak mereka; yang kadang-kadang disebut juga sebagai “conjugal”-family.
b. Keluarga Besar “Extended Family”
Keluarga besar didasarkan pada hubungan darah dari sejumlah besar orang, yang meliputi orang tua, anak, kakek-nenek, paman, bibi, kemenekan, dan seterusnya. Unit keluarga ini sering disebut sebagai ‘conguine family’ (berdasarkan pertalian darah).

Adapun konsep dasar dari pelayanan konseling keluarga adalah untuk membantu keluarga menjadi bahagia dan sejahtera dalam mencapai kehidupan efektif sehari-hari. Konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ikatan bathin merupakan ikatan yang bersifat psikologis. Maksudnya diantara suami dan istri harus saling mencintai satu sama lain, tidak ada paksaan dalam menjalani perkawinan. Kedua ikatan, yaitu ikatan lahir dan bathin merupakan tuntutan dalam perkawinan yang sangat mempengaruhi keutuhan sebuah keluarga. Tipe keluarga yang umumnya dikenal adalah dua tipe, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga yang diperluas (extended family). Beberapa karakteristik keluarga bahagia yang menjadi tujuan dari konseling keluarga antara lain: (1) menunjukkan penyesuaian yang tinggi, (2) menunjukkan kerja sama yang tinggi, (3) mengekspresikan perasaan cinta kasih sayang, altruistik dan teman sejati dengan sikap dan kata-kata (terbuka), (4) tujuan keluarga difokuskan kepada kebahagiaan anggota keluarga, (5) menunjukkan komunikasi yang terbuka, sopan, dan positif, (6) menunjukkan budaya saling menghargai dan memuji, (7) menunjukkan budaya saling membagi, (8) kedua pasangan menampilkan emosi yang stabil, suka memperhatikan kebutuhan orang lain, suka mengalah, ramah, percaya diri, penilaian diri yang tinggi, dan (9) komunikasi terbuka dan positif.
Pada umumnya masalah-masalah yang muncul dalam keluarga adalah berkenaan dengan: (1) masalah hubungan sosial-emosional antar anggota keluarga, (2) masalah hubungan antar keluarga, (3) masalah ekonomi, (4) masalah pekerjaan, (5) masalah pendidikan, (6) masalah kesehatan, (7) masalah seks, dan (8) masalah keyakinan atau agama.

2. Fungsi Keluarga
Marsudi, (2003:1 13) berpendapat bahwa pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan/ dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi Biologis
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengurus rumah tangga bagi ang isteri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Setiap manusia pada hakiaktnya terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup keturunannya, melalui perkawinan.
2) Fungsi Pemeliharaan.
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan.
3) Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok manusia, yaitu:
a) Kebutuhan makan dan minum.
b) Kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya
c) Kebutuhan tempat tinggal.
Berhubungan dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.
4) Fungsi Keagamaan
Keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5) Fungsi Sosial.
Dengan fungsi ini kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua, yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik burukna perbuatan dan lain-lain.
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-perananyang diharapkan akan mereka jalankan keak bila dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.

Dalam buku Ilmu Sosial Dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara, dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a) Pembentukan kepribadian.
b) Sebagai alat reproduksi.
c) Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat.
d) Sebagai lembaga perkumpulan perekonomian.
e) Keluarga berfungsi sebagai pusat pengasuhan dan pendidikan.
Keberadaan sebuah keluarga pada hakikatnya untuk memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut : (1) fungsi kasih sayang, yaitu memberikan cinta erotik, cinta kasih sayang, cinta altruistik, dan cinta teman sejati, (2) fungsi ekonomi, (3) fungsi status, (4) fungsi pendidikan, (5) fungsi perlindungan, (6) fungsi keagamaan, (7) fungsi rekreasi, dan (8) fungsi pengaturan seks.

3. Asumsi Dasar Konseling Keluarga
Marsudi, (2003:1 13) berpendapat bahwa inti dari pelaksanaan konseling keluarga sebagai salah satu layanan profesional dari seorang konselor didasari oleh asumsi dasar sebagai berikut:
a.    Terjadinya perasaan kecewa, tertekan atau sakitnya seorang anggota keluarga bukan hanya disebabkan oleh dirinya sendiri, melainkan oleh interaksi yang tidak sehat dengan anggota keluarga yang lain.
b.    Ketidak tahuan individu dalam keluarga tentang peranannya dalam menjalani kehidupan keluarga.
c.    Situasi hubungan suami-isteri dan antar keluarga lainya.
d.    Penyesuaian diri yang kurang sempurna dalam sebuah keluarga sangat mempengaruhi situasi psikologis dalam keluarga.
e.    Konseling keluarga diharapkan mampu membantu keluarga mencapai penyesuaian diri yang tinggi diantara seluruh anggota keluarga.
f.     Interaksi kedua orang tua sangat mempengaruhi hubungan semua anggota keluarga. Hal ini dikemukakan oleh Perez (1979) menyatakan sebagai berikut:
Family therapi is an interactive proses which seeks to aid the family in regainnga homeostatic balance with all the members are confortable.

Dari definisi di atas konseling keluarga merupakan suatu proses interaktif untuk membantu keluarga dalam mencapai kondisi psikologis yang serasi atau seimbang sehingga semua anggota keluarga bahagia.
Ini berarti bahwa sebuah keluarga membutuhkan pendekatan yang beragam untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh anggota keluarga. Rumusan di atas memuat dua implikasi yaitu; terganggunya kondisi seorang anggota keluarga merupakan hasil adaptasi/interaksi terhadap lingkungan yang sakit yang diciptakan didalam keluarga. Kedua, seorang anggota keluarga yang mengalami gangguan emosional akan mempengaruhi suasana dan interaksi anggota keluarga yang lain, sehingga diupayakan pemberian bantuan melalui konseling keluarga. Terlaksananya konseling keluarga akan membantu anggota keluarga mencapai keseimbangan psiko dan psikis sehingga terwujudnya rasa bahagia dan kenyamanan bagi semua anggota keluarga.

4. Tujuan Konseling Keluarga
Marsudi, (2003:1 13) berpendapat bahwa tujuan dari konseling keluarga pada hakikatnya merupakan layanan yang bersifat profesional yang bertujuan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
a.    Membantu anggota keluarga belajar dan memahami bahwa dinamika keluarga merupakan hasil pengaruh hubungan antar anggota keluarga.
b.    Membantu anggota keluarga dapat menerima kenyataan bahwa bila salah satu anggota keluarga mengalami masalah, dia akan dapat memberikan pengaruh, baik pada persepsi, harapan, maupun interaksi dengan anggota keluarga yang lain.
c.    Upaya melaksanakan konseling keluarga kepada anggota keluarga dapat mengupayakan tumbuh dan berkembang suatu keseimbangan dalam kehidupan berumah tangga.
d.    Mengembangkan rasa penghargaan diri dari seluruh anggota keluarga kepada anggota keluarga yang lain.
e.    Membantu anggota keluarga mencapai kesehatan fisik agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
f.     Membantu individu keluarga yang dalam keadaan sadar tentang kondisi dirinya yang bermasalah, untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang dirinya sendiri dan nasibnya sehubungan dengan kehidupan keluarganya.
Agar mampu mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka seorang konselor keluarga hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
a.    Memiliki kemampuan berfikir cerdas, berwawasan yang luas, serta komunikasi yang tangkas dengan penerapan moral yang laras dengan penerapan teknik-teknik konseling yang tangkas
b.    Etika professional, yakni kemampuan memahami dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah pelayanan konseling yang dipadukan dalam hubungan pelayanan konseling terhadap anggota keluarga.
c.    Terlatih dan terampil dalam melaksanakan konseling keluarga.
d.    Mampu menampilkan ciri-ciri karakter dan kepribadian untuk menangani interaksi yang kompleks pasangan yang sedang konflik dan mendapatkan latihan untuk memiliki keterampilan khusus.
e.    Memiliki pengetahuan yang logis tentang hakikat keluarga den kehidupan berkeluarga.
f.     Memiliki jiwa yang terbuka dan fleksibel dalam melaksanakan konseling keluarga.
g.    Harus obyektif setiap saat dalam menelaah dan menganalisa masalah.

5. Pengertian Keluarga Bahagia
Keluarga bahagia adalah identik dengan keluarga yang harmonis sangat menentukan untuk menciptakan lingkungan yang baik dalam suasana kekeluargaan dan menjadi pusat ketenangan hidup (Bambang, 2000 :52). Setiap keluarga selalu mendambakan terciptanya keluarga bahagia dan tidak jarang setiap keluarga mengusahakan kebahagiaan dengan berbagai jalan dan upaya. Bahkan mereka menempa anak-anaknya agar mampumempersiapkan diri dalam membentuk kehidupan dalam berkeluarga yang bahagia, sesuai dengan apa yang didambakan orang tuanya.

Keluarga bahagia dan sejahtera adalah tujuan dan sekaligus harapan ideal sebuah keluarga Indonesia. Kata bahagia selalu dikaitkan dengan aspek psikologis dan ukuran-ukuran perasaan yang paling dalam. Sementara kata sejahtera dikaitkan dengan keluarga yag cukup dalam pemenuhan kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan. Keadaan cukup tentu bersifat relatif, tetapi di dalamnya terkandung makna mampu memenuhi kebutuhan minimal, sehingga keadaan seperti itu dapat menciptakan suasana dalam keluarga tenang. Bahagia dan sejahtera dalam konteks keluarga seolah-olah mengandung pengertian tunggal, karena menggambarkan adanya situasi seimbang antara suasana batin (rohani) dan suasana lahir (jasmani). Singkat kata, sebuah keluarga belum disebut bahagia jika hanya berkecukupan harta benda, namun tidak menikmati suasana batin yang baik.
Marsudi, (2003:1 13) berpendapat bahwa kelurga bahagia akan terealisasikan apabila kebutuhan-kebutuhn setiap individu di dalam keluarga terpenuhi sebagai kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan individu ada dua jenis yaitu :
1. Kebutuhan Biologis.
Kebutuhan biologis adalah kebutuhan akan sandang, pangan, papan, seks serta aspek-aspek yang lainnya yang merupakan pemenuhn kebutahan fisik setiap individu lainnya.
2. Kebutuhan Sosiologos/Psikologi.
Kebutuhan sosiopsychis adalah kebutuhan akan harga diri, rasa aman, tentram, kebutuhan religius, kebutuhan akan keindahan, rasa kebebasan, rasa mengenal, rasa sukses.

Kebahagiaan sebagai tujuan pembentukan keluarga merupakan ikitan jiwa seseorang suami dan istri dalam lingkungan keluarga dipengaruhi dan pengabdia tulus diantara mereka, memberikan pancaran kesucian tertentu dan nilaisangant tingi kepada kehidupan keluarga.
6. Ciri-Ciri Keluarga Bahagia
Marsudi, (2003:1 13) berpendapat bahwa keluarga yang di Idealkan oleh manuasia adalah keuarga yang memiliki mental sehat demikian : sakinah (perasaan tenang), mawaddah (cinta), dan ramah (kasih sayang). Antar keluarga saling menyayangi dan merindukan. Sang Ayah menyayangi, mencintai dan merindukan anak dan Ibu dari Anak-anaknya. Sang Ibu mencintai dan merindukan anak-anak dai Ayahnya. Sang anakpun demikian mencintai, merindukan Ayah dan Ibunya. Dengan demikian diantara mereka terdapat suatu kesatuan (unity) terhadap yang lain. Ciri-ciri pola hubungan yang melekat pada keluarga yang bahagia adalah (1) Kesatuan dengan Sang Pencipta . (2) kesatuan dengan alam semesta (3) komitmen (4) tausiyah dan feedback (5) keluesan (6) kesatuan fisik (7) dan hunbungan seks yang sehat (8) bekerjasama (9) saling percaya dan lain-lain.

Menurut Danuri (1999:19) ciriciri keluarga bahagia diantaranya :
a.    Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.    Hubungan yang harmonis antara individu dengan individu lain dalam keluarga dan masyarakat.
c.    Terjamin kesehatan jasmani, rohani, dan sosial.
d.    Cukup sandang, pangan, dan papan.
e.    Adanya jaminan hukum terutama hak azasi manusia.
f.     Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.
g.    Ada jaminan di hari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar di masa depan.
h.    Tersediaanya fasilitas rekreasi yang wajar.

7. Faktor-Faktor Penentu Kebahagiaan Rumah Tangga
Menurut Singgih D. Gunarso (1999:67) faktor-faktor yang harus di penuhi demi terciptannya keluarga bahagia adalah:
a.     Perhatian; Perhatian dapat diartikan sebagai menaruh hati. Menaruh hati pada seluruh anggota keluarga adalah pokok hubungan yang baik diantara para anggota keluarga. Menaruh hati terhadap kejadian dan peristiwa di dala keluarga, berarti mengikuti dan memperhatikan perkembangan seluruh keluarganya, lebih jauh lagi orang tua harus mengarhakan perhatiannya untuk mencari lebih mendalam sebab dan sumber permasalahanyang terjadi di dalam keluarga dan perlu juga memperhatikan juga terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap anggota keluarga.
b.     Penambahan pengetahuan; Mencari pengetahuan dan menambah oengetahuan bukan monopoli siswa-siswi atau mahasiswa saja. Dalam keluarga, baik orang tua maupun anak harus menambang pengetahuan tanpa henti-hentinya. Di luar, mereka menarik pelajaran dan inti dari segala yang dilihat dan dialaminya. Lebih penting lagi ialah usaha mengetahui mereka yang lebih dekat yakni seluruh keluarga anggota keluarga. Biasanya kita lebih cenderung untuk memperhatikan kejadian-kejadian di luar rumah tangga, sehingga kejadian-kejadian di rumah terdesak denga kemungkinan timbulnya akibat-akibat yang tidak di sangka-sangka, karena kelalaian kita. Mengetahui setiap perubahan di dalm keluarga dan perubahan anggota keluarga berarti mengikuti perkembangan setiap anggota.
c.      Pengenalan diri; Dengan pengetahuan yangberkembang terus sepanjang hidup, maka usaha-usaha pengenalan diri akan dapat dicapai. Pengenalan diri setiap anggota berarti juga pengenalan diri sendiri. Anak-anak biasanya belum mengadakan pengenalan diri dan baru akan mencapainya dalam bimbingan dalam keluarganya, setelah anak banyak pergi keluar rumah, di mana lingkungan lebih luas, pandangan dan pengetahuan diri mengenai kemampuan-kemampuan, kesanggupan-kesanggupan dan sebagainya akan menambah pengenalan dirinya. Pengenalan yang baik akan memupuk pula pengertian-pengertian.
d.     Pengertian; Apabila pengetahuan dan pengenalan diri sudah tercapai, ,aka lebih mudah menyoroti semua kejadian-kejadian atau peristiwayang terjadi di dalam keluarga. Masalah-masalah lebih mudah di atasi apabila latar belakang kejadian dapat terungkap. Dengan adanya pengertian dari setiap anggota keluarga, maka akan mengurangi timbulnya masalah di dalam keluarga.
e.     Sikap menerima; Sikap menerima setiap anggota keluarga sebagai langkah kelanjutan pengertian, berarti segala kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya, ia harus mendapat tempat di dalam keluarga.
f.       Peningkatan usaha; Setelah setiap anggota di terima dengan segala kekurangan dan kemampuannya sebagai anggota keluarga penuh yang menduduki tempatnya masing-masing dalam keluarga, perlu adanya peningkatan usaha. Peningkatan usaha ini perlu di lakukan dengan mengembangkan setiap aspek dari anggota keluarganya secara optimal. Peningkatan usaha ini perlu agar tidak terjadi keadaan yang statis dan membosankan. Peningkatan usaha di sesuaikan dengan setiap kemapuan baik materi dari pihak orang tua maupun anak.





8.  Kendala-Kendala Dalam Mencapai Kebahagiaan Keluarga
Kendala dalam mencapai kebahagiaan keluarga diantaranya adalah hubungan antara suami istri yang tidak harmonis, adanya sikap acuh tak acuh terhadap anggota keluarga, tdak adanya suatu usaha untuk peningkatan kualitas hidup, sikap tidak saling menerima, tidak perhatian.

I.  Model dan Pola Bimbingan dan Konseling
Terdapat beberapa model bimbingan yang berkembangan yang dimulai dari periode awal sampai periode sekarang. Model-model tersebut yaitu :
Model Bimbingan Periode Awal
a)  Model Parsonian.
Model ini merupakan buah pikiran atau gagasan dari Frank Parson yang berupaya menjodohkan karakteristik individu dengan  syarat-syarat yang dituntut suatu pekerjaan. Teori ini menekankan tentang bantuan yang dilakukan oleh konselor terhadap individu yang akan masuk ke dunia kerja. Teori yang dikembangkan oleh Frank Parson ini memberikan kontribusi yang sangat berarti kepada perkembangan bimbingan terutama yang menyangkut tiga aspek:
Ø  Kegiatan menganalisis yang dilakukan sebelum memilih pekerjaan menggunakan tes psikologis untuk memperkirakan karakteristik individu.
Ø  Bimbingan sebagai suatu program membantu individu sebelum masuk ke dunia kerja.
Ø  Bimbingan model Parson memfokuskan pada aspek vokasional/ biro pekerjaan.
b) Bimbingan Identik dengan Pendidikan
Yang mengemukakan model ini adalah Brewer melalui bukunya “Education as Guidance” yang dipublikasikan pada tahun 1932. Para ahli lain yang berpendapat sama sengan Brewer  adalah:
Meyer mengemukakan “all education is now regocnized”
Hawkes menyatakan bahwa “education is guidance and guidance is education”
Hildreth berpendapat bahwa “tidak ada perbedaan yang berarti antara pendidikan dan bimbingan,baik dalam tujuan,metode,maupun hasil”.
Bimbingan identik dengan pendidikan,karena rangkaian kegiatan-kegiatannya meliputi semua kegiatan pendidikan.
Model Bimbingan Periode Berikutnya
a) Bimbingan sebagai Distribusi dan Penyesuaian
Pada tahun 1930 an, Koos dan Kefauver memperkuat pendapat dari Proctor yaitu siswa Sekolah Menengah Atas sangat membutuhkan bantuan dalam memilih studi. Koos da Keufauver mengemukakan bahwa bimbingan berfungsi distribusif dan penyesuaian dan harus melaksanakan dua fungsi pokok yaitu :
v  Distribusi. Dalam hal ini konselor berupaya untuk membantu siswa dalam  menyusun tujuan-tujuannya baik dari bidang pekerjaan, sosial atau lainnya serta membantu untuk menemukan peluang dalam bidang pendidikan dan pekerjaan. Hal ini bertujuan agar siswa mampu pemahami dirinya dan lingkungannya.
v  Penyesuaian. Dalam hal ini konselor membantu klien agar dapat menyesuaikan diri dan memadukan pengetahuan tentang dirinya dengan lingkungan yangterkait dengan tujuan yang ingin dicapai.
Bimbingan sebagai distribusi dan penyesuaian mempunyai fungsi yaitu:
v  Membantu siswa agar memperoleh tingkat efisisensi dan kepuasan yang tinggi dalam melakukan aktivitas.
v  Membantu siswa untuk membantu memilih kegiatan diluar ssekolah.
v  Membantu siswa agar dapat merumuskan perencanaan dan tujuan yang ingin dicapai.
v  Membantu siswa untuk memperoleh informasi berupa faktor yang harus diperyimbangkan dalam merumuskan perencanaan, probabilitas keberhasilan, kegiatan yang ingin dipilih, program sekolah dan lain-lain.

b) Bimbingan sebagai Proses Klinis.
Bimbingan sebagai proses klinis diperkenalkan pertama kali oleh M.S Viteles, Donald G. Paterson dan E.G Wiiliamson. Model bimbingan sebagai suatu proses klinis menekankan kepada penggunaan tes psikologis, tes klinis dan studi diagnostik analitik sehingga konselor dapat memahami kliennya secara lebih baik dan dapat menentukan masalah-masalah klien secara lebih akurat dan cepat serta memberikan treatment yang lebih cepat juga. Model ini bersifat direktif yang hasilnya sring efisien dan ekonomis.
c) Bimbingan sebagai Pengambilan Keputusan
Bimbingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Jones dan Myer. Dalam model ini, konselor memiliki tugas untuk mendorong siswa untuk memahami nilai-nilai dan menyertakannya dalam mengambil keputusan dan memberika informasi tentang peluang-peluang yang bermanfaat dari setiap alternative yang dipilih. Model ini juga memiliki asumsi bahwa keragaman antar individu sangat penting, permasalahn tidak dapat diselesaikan dengan sukses tanpa bantuan orang lain yang professional/konselor.
d) Bimbingan sebagai Sistem Eklektik.
Bimbingan eklektik merupakan representasi dari pendapat dan teori Strang, Traxler, Erickson, Froechlich, Darley, Trorne dan lainnya. Model bimbingan eklektik memiliki beberapa assumsi dasar yaitu : individu memerlukan bantuan professional secara periodic dalam memahami dirinya dan memecahkan masalahnya, individu memiliki kemampuan untuk belajar dan membuat perencanaan, pemberian pelayanan yang berorientasi kepada teori tunggal memiliki keterbatasan dalam prosedur, teknik atau pandangan dibandingkan dengan yang bersumber dari beberapa teori.
Model Bimbingan Kontemporer
a) Bimbingan sebagai Konstelasi Layanan
Model bimbingan ini diperkenalkan pertama kali oleh Hoyt pada tahun 1962. Dia mengemukakan bahwa program bimbingan bukan hanya tanggung jawab konselor tetapi tanggung jawab bersama semua anggota sekolah, konselor merupakan figur kunci yang bertanggung jawab terhadap program bimbingan dan pekerjaan konselor yang lebih utama adalah menjalin kerjasama dengan para guru. Hoyt juga meyakini bahwa tujuan layanan konseling akan tercapai dengan sukses apabila diintegrasikan dengan tujuan sekolah.
b)  Bimbingan Perkembangan
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Wilson Little dan A.L Chapman yang menyusun buku Developmental Guidance in the Secondary School, Herman J. Peter dan Gail Farwell yang menyusun buku A Development Approach serta Robert Mathewson yang menyusun buku Guidance Policy and Practice. Bimbingan dan konseling yang dipandang sebagai proses perkembangan menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik atau individu dalam semua fase perkembangannya yang menyangkut aspek-aspek vokasional, pendidikan, pribadi dan sosial ( Shertzer & Stone, 1971: 76; Robert D. Myrick dalam Sunaryo K, 1996: 99; dan Dedi Supardi; 1997;7). Model bimbingan pengembangan ini bersifat konprehensif meliputi semua rentang kehidupan, tidak hanya terbatas kepada aspek vokasional dan pendidikan, dan juga bersifat interpretatif.
c) Bimbingan sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Kegiatan yang Bertujuan
Metode bimbingan ini diperkenalkan pertama kali oleh Tiedeman dan Field pada tahun 1962. Menurut Tiedeman dan Field mendefinisikan bimbingan sebagai kegiatan professional yang menggunakan suatu ilmu pengetahuan tentang kegiatan yang bertujuan dalam struktur pendidikan yang spesifik. Pada hakekat pendidikan, posisi konselor sebagai pelengkap dan bimbingannya pun tidak termasuk ke dalam pendidikan. oleh karena itu, Tiedeman dan Filed menekankan bahwa bimbingan tersebut harus eksis dalam proses pendidikan.
d) Bimbingan sebagai Rekostruksi Sosial.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Edward J. Shoben pada tahun 1962. Dia berpendapat bahwa konselor adalah leader dalam merenkonstruksi sosial disekolah seperti pengelompokan siswa. Dalam metode ini, tugas utama bimbingan adalah membantu siswa dalam mengembangkan potensinya dan menemukan cara mengekspresikan diri sesuai dengan norma masyarakat. Bimbingan yang dirancang harus sistematis dan mendorong siswa unruk menelaah nila-nilai dan untuk menjalani kehidupan yang teruji.
e) Bimbingan sebagai Pengembangan Pribadi.
Model bimbingan ini dikembangkan oleh Chris D. Kehas pada akhir tahun 1960 an. model ini merupakan tahap awal dalam membangun kerangka kerja konseling di sekolah. Dalam model bimbingan ini yang menjadi perhatian utamanya adalah perkembangan individu.
Kehas berpendapat bahwa teaching dan conseling merupakan dua pendekatan yang berhubungan dengan siswa yang bersifat komplementer dan kolaboratif yang sama-sama penting dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
f) Konseling Keterampilan Hidup.
Konseling keterampilan hidup merupakan suatu model yang intergratif untuk membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan membantu dirinya sendiri. Konseling keterampilan hidup dikatakan integratif karena mengkombinasikan atau memanfaatkan berbagai pendekatan dari para ahli dalam proses pemberian bantuannya kepada klien.
Konseling keterampilan hidup dalam melaksanakan pendekatan didasarkan empat asumsi dasar yaitu banyak masalah yang dibawa kepada konselor merupakan refleksi hasil belajar klien, yang paling berpengaruh terhadap massalah klien adalah kelemahan klien dalam berpikir dan bertindak untuk mengatasi masalah, konselor yang efektif adalah mampu menciptakan supportive helping relationship dan melatih klien agar memiliki keterampilan berpikir dan bertindak, tujuan utama konseling adalah membantu klien agar mampu mengembangkan keterampilan berpikir dan bertindak dan dapat mengatasi masalahnya dan mencegah masalah di masa depan.
g) Konseling Respectful.
Model ini diperkenalkan oleh Michael D. Andrea dan Judy Daniels. Kerangka kerja konseling ini menekankan tentang perlunya konselor menyadari bahwa pengembangan psikologis baik dirinya maupun klien yang dipengaruhi oleh faktor-faktor multidimensi seperti : spiritual/ identitas religious (R), Etnik (E), Identitas Seksual (S), Kematangan PSikologis (P), Kelas Sosial Ekonomi (E), Tentang Kronologis (C), Ancaman (T), Sejarah Keluarga (F), Keunikan Karakteristik Fisik (U), dan Lokasi Tempat Tinggal (L) yang dirangkum dalam nama model konseling RESPECTFUL. Model ini dikembangkan untuk membantu konselor agar mampu berpikir lebih holistik tentang kliennya dan mendorong para praktisi untuk mempertimbangkan kerangka kerja mereka dipengaruhi oleh berbagai faktor beragam.
h) Konseling Religius (Islami).
Konseling religius adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu mengembangkan kesadaran dan komitmen beragamanya sebagai hamba dan khalifah Allah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan kebahagiaan hidup bersama, baik secara fisik maupun psikis baik di dunia maupun di akhirat kelak. Konseling religius memiliki beberapa prinsip yaitu kerahasiaan, kepercayaan, kecintaan berbuat baik kepada orang lain, mengembangkan sikap, persaudaraan atau sikap damai diantara sesame, memperhatikan masalah-masalah kaum muslimin, memiliki kebiasaan untuk mendengarkan yang baik, memahami budaya orang lain, adanya kerjasama antara ulama dan konselor, memiliki kesadaran hukum, bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai model utama dalam kehidupan.
Konseling Religius juga memiliki tujuan yaitu memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai hamba Allah, memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dalam cara makan, tidur dan menggunakan waktu luang, bagi yang sudah berkeluarga sebaiknya menciptakan iklim kehidupan keluarga yang fungsional, memiliki komitmen diri untuk senantiasa mengamalkan ajaran agama sebaik-baiknya, memiliki sikap dan kebiasaan belajar atau bekerja yang positif, memahami masalah dan menghadapi secara wajar, tabah dan sabar, memahami faktor yang menyebabkan timbulnya masalah atau stress, mampu mengubah persepsi atau minat, mampu mengambil hikmah dari musibah yang dialami, dan mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan introspeksi diri.

J. Pola-Pola Bimbingan
Menurut Edward C. Glanz (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbingan di institusi pendidikan, ada empat pola daar yaitu :
1.     Pola Generalis : Corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa dan para staf pendidik dapat memebantu dalam perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Akhir dari pelayanan bimbingan adalah program kontinyu yang ditunjukan kepada semua siswa, sehingga bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2.     Pola Spesiliasi; Pola ini mengemukakan bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang memiliki kemampuan khusus dalam cara pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir dan bimbingan dan konseling.
3.     Pola Kurikuler; Pada pola ini kegiatan bimbingan di institusi pendidikan diusulkan dan dimasukkan dalam kurikulum dan bentuk pengajaran khusus dalam rangka suatu kursus bimbingan. Keuntungan dari pola ini adalah adanya hubungan lansung yang terlibat dalam seluk beluk pengajaran, sedangkan keburukannya adalah kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalaui suatu tes hasil belajar.
Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental;  Pola ini akan membuat orang lebih hidup bahagia apabila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Keuntungan dari pola dasar ini adalah peningkatan kerjasama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan intergrasi sosial di antara peserta didik dengan staf pendidik.

DAFTAR RUJUKAN
Arifin dan Eti Kartikawati. 1994. Administrasi Bukti Fisik Program BK SD, SMP, SMA; Jakarta; Paramitra Publishing.
Aryatmi Siswohardjono. 1990. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta; Paramitra Publishing.
Bimo Walgito.1982. Bimbingan Konseling Pribadi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Danuri. 1999. Mengenal Peminatan di SMP; Jakarta; Paramitra Publishing.
Depdikbub, Petunjuk Pelaksanaan  Bimbingan Karir.1985. Jakarta; Paramitra Publishing.
Dewa Ketut Sukardi : Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Donald D. Super.1975. Mengenal Berbagai Jenis Profesi Sebagai Pilihan Karir Masa Depan; Jakarta; Paramitra Publishing.
Drs. Soewaryo Wangsanegara. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan  Konseling In Dividual Dilengkapi Praktik Terbaik; Jakarta; Paramitra Publishing.
Edward C. Glanz. 1964. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Fajar Santoadi. 2007. Motivasi Diri; Jakarta; Paramitra Publishing.
H.M. Umar, dan kawan-kawan. 1998. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta; Paramitra Publishing.
Hornbr.1957. Permainan Games Dalam Bimbingan Konseling; Jakarta; Paramitra Publishing.
James P. Adam. 2005. Bimbingan Konseling; Jakarta; Paramitra Publishing.
Marsudi. 2003. Pengembangan Materi Dan Bimbinmgan Konseling Berbasis Multimedia; Jakarta; Paramitra Publishing.
Menurut Marsudi. 2003. 50 Tips Sukses Prestasi Belajar Siswa; Jakarta; Paramitra Publishing.
Moh. Surya. 2006. Pengembangan Materi Dan Bimbingan Konseling Berbasis Multimedia; Jakarta; Paramitra Publishing.
Natawidjaja.1978. Quiz Bimbingan dan Konseling; Jakarta; Paramitra Publishing.
Perez. 1979 Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Peters dan Shetzer. 1974. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Popon Syarif Arifin. 1990. Bimbingan Konseling Karier; Jakarta; Paramitra Publishing.
Ruslan A.Gani. 2007. Mengatasi Masalah Siswa Melalui Layanan  Konseling In Dividual Dilengkapi Praktik Terbaik; Jakarta; Paramitra Publishing.
Sigmund Freud.  Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Singgih D. Gunarso. 1999. Tokoh Inspirasi; Jakarta; Paramitra Publishing.
Soetjipto & Raflis. 2007. Mengenal Peminatan di SMP; Jakarta; Paramitra Publishing.
Uman Suherman. 2008. Bimbingan Konseling Belajar; Jakarta; Paramitra Publishing.
Widiadmojo. 2000. Motivasi Diri; Jakarta; Paramitra Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar