Rabu, 06 April 2016

KONSEP-KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING



KONSEP-KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING

 Oleh: Abdulchalid Badarudin


UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM



A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Jika ditelaah dari berbagai sumber akan dijumpai pengertian yang berbeda mengenai bimbingan tergantung dari jenis sumbernya dan yang merumuskan pengertian tersebut. Untuk itulah agar dapat secara luas dan komprehensif mengetahui definisi bimbingan, penulis kemukakan beberapa definisi dari para ahli sebagai berikut : 
            Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance” yang berasal dari bahasa Inggris. Sertzer dan Stone (dalam Salahudin, 2012:13) mengemukakan bahwa guidance berasal dari kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer, artinya menunjukkan, mengarahkan, menentukan, mengatur, atau mengemudikan.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli. Akan tetapi tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian bimbingan. Pengertian bimbingan telah diungkapkan orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada tahun 1908. Pengertian bimbingan yang dikemukakan para ahli memberikan pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
            Oleh karena itu, untuk memahami pengertian bimbingan, perlu dipertimbangkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berikut:
a.     Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya (Frank Parson dalam Salahudin, 2012:13). Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam beberapa aspek, yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih spesifik dan berorientasi karir.
b.     Chiskolm (dalam Salahudin, 2012:14) mengartikan bahwa bimbingan adalah membantu individu untuk lebih mengenali  berbagai informasi tentang dirinya sendiri. Pengertian ini menitikberatkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
c.      Bimbingan merupakan kegiatan yang bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu (Bernard & Fullmer dalam Salahudin, 2012:14). Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa bimbingan membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
Dari definisi yang telah di kemukakan para ahli di atas, mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dan variasi yang mencolok satu dengan yang lain. Walaupun demikian tetap terdapat unsur dan tujuan yang menunjukkan kesamaan, di antaranya sebagai berikut :
a.     Bimbingan merupakan suatu proses, yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan: serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.
b.     Bimbingan adalah usaha pemberian bantuan atau pertolongan, makna bantuan  dalam hal ini menunjukkan bahwa pembimbing/ konselor tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi hanya berperan sebagai fasilitator di mana yang aktif dalam  mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu itu sendiri.
c.      Individu yang dibantu adalah orang-orang dan berbagai usia baik pria ataupun  wanita dalam perseorangan maupun kelompok dan individu dalam hal ini yaitu individu yang sedang berkembang . Tetapi bantuan yang berlaku umum bagi setiap individu disesuaikan dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah  individu yang komprehensif.
Bimbingan diberikan oleh tenaga ahli, yang bertujuan untuk perbaikan kehidupan orang yang dibimbing agar berkembang sesuai dengan potensi dan si sistem nilai tentang kehidupan yang baik dan benar, yang ditandai dengan perkembangan optimal dalam kondisi yang dinamik.
            Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya   proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2. Pengertian Konseling
Adapun pengertian konseling berasal dari. bahasa Inggris "to counsel" yang secara etimologis "to give advice" artinya memberi saran dan nasihat.Dalam bukunya, Winkel memaparkan pengertian konseling (counseling)  dikaitkan dengan kata "counsel yang diartikan nasihat (to obtain counsel): anjuran (to give counsel) dan pembicaraan {to take counsel) (dalam  http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/ konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015).
Untuk lebih mempertajam pengertian konseling maka akan kami kemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai konseling, diantaranya:
a.    Prayitno dan Erman Amti (dalam Salahudin, 2012: 15), konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (dalam Salahudin, 2012: 15) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.
b.    Pengertian umum konseling yang dikemukakan huruf-huruf konseling yang dijadikan akronim sebagai unsur-unsur pokok (Prayitno, 2004:131 dalam Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E. Nila Kusmawati, 2008:6), yaitu:K = kontak, O = orang, N = menangani, S = masalah, E = expert (ahli), L = laras, I = integrasi, N = norma, G = guna.
Jadi, konseling adalah kontak antara dua orang (konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
c.    Walgito (2004: 7)"Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya".
Dari pengertian counselling di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling diartikan sebagai usaha membantu pemberian saran dan nasihat, pemberian anjuran dalam pembicaraan antara konselor dengan konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
            Kemudian istilah konseling mengalami perkembangan yang di kemukakan dengan berbeda-beda tapi intinya sama. Burks dan Steffle (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015) mengartikan konseling adalah suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih dan seorang klien. Hubungan ini biasanya orang per orang, meskipun Sering kali melibatkan lebih dari dua orang, meskipun sering kali melibatkan lebih dari dua orang. Hubungan tersebut dirancang untuk membantu para klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang  ditentukan  sendiri  melalui  pilihan-pilihan  yang bermakna dan penyelesaian masalah-masalah emosional atau antar pribadi".
            Pengertian di atas menjelaskan bahwa adanya hubungan yang harmonis antara konselor dan klien yang nantinya tercipta proses yang dirancang atau direncanakan untuk membantu klien membuat pilihan-pilihan dalam mengarahkan masalahnya.
            ASCA (American School Counselor Association) mengemukakan bahwa: "Konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat, rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilan untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/ konsep-dasar bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015).
            Sementara Dewa Ketut Sukardi (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/
2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015) menjelaskan bahwa "konseling adalah bantuan yang diberikan kepada klien dalam memecahkan masalah kehidupan, dengan wawancara yang dilakukan secara face to face, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dicermati antara lain :
a. Konselor adalah seorang yang cukup terlatih (profesional) atau punya Keterampilan khusus dalam bidang konseling
b. Interaksi terjadi antara klien dan konselor yang dilakukan, dengan cara face to face
c. Tujuan konseling membantu dan menolong klien untuk menerima keadaannya, menemukan jalan keluar atas masalah-masalahnya dan mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diperjelas bahwa konseling merupakan satu saluran bagi pemberian bimbingan.  Di samping itu istilah bimbingan selalu dirangkaikan dengan istilah konseling, hal ini dikarenakan bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral, konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan. dengan pandangan ini bimbingan memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian konseling, dan konseling merupakan bagian dari bimbingan.

3. Hubungan Bimbingan dan Konseling
Menurut Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai hubungan antara bimbingan dan konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar. Pandangan kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan konseling, baik dasar maupun cara kerja. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha untuk menolong individu yang mengalami masalah serius. Pandangan ketiga berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terpadu, keduanya tidak saling terpisah.
Berkaitan dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977) dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang kegiatan perkembangan peserta didik secara optimal, sedangkan konseling adalah usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Moser dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam keseluruhan pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah jantung hatinya program bimbingan.
Menurut Bimo Walgito (1986: 6-7), apabila diteliti ternyata ada kesamaan antara pengertian bimbingan dan konseling-selain ada sifat-sifat khas pada konseling. Hal itu dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.     Konseling merupakan salah satu metode dari bimbingan sehingga pengertian bimbingan lebih luas dibandingkan dengan pengertian konseling. Oleh sebab itu konseling merupakan bimbingan, tetapi tidak semua bentuk bimbingan merupakan konseling.
2.     Pada konseling sudah ada masalah tertentu, yaitu masalah yang dihadapi klien, sedangkan pada bimbingan tidak demikian. Bimbingan lebih bersifat preventif atau pencegahan sedangkan konseling lebih bersifat kuratif atau pengobatan.
3.     Konseling pada dasarnya dilakukan secara individual, yaitu antara konselor dan klien secara face to face, sedangkan bimbingan pada umumnya dilakukan secara berkelompok.
Menurut Abu Ahmadi (dalam Salahudin, 2012: 18) sekalipun dikemukakan adanya segi-segi persamaan disamping segi-segi perbedaan antara kedua pengertian itu, uraian diatas tidak bermaksud untuk memisahkan kedua pengertian itu. Hal ini karena dalam praktik, keduanya saling menyangkut dan mengisi. Bimbingan menyangkut pula konseling, dan sebaliknya konseling menyangkut bimbingan.
Perbedaan antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga yang menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut paut dengan usaha pemberian informasi dan kegiatan pengumpulan data tentang peserta didik dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang manusia yaitu antara konselor dan klien.  Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain, konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh konselor kepada klien secara individu.        

4. Pengertian Bimbingan Konseling
Dari pengertian bimbingan dan konseling diatas dapat dipahami bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan profesional yang diberikan oleh konselor kepada klien. Tujuannya agar ia dapat berkembang secara optimal, yaitu mampu memahami diri, mengarahkan diri dan mengaktualisasikan diri, sesuai tahap perkembangan sifat-sifat, potensi, yang dimiliki, dan latar belakang kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku (Hikmawati, 2014: 1).

B.Tujuan Bimbingan Konseling
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa bimbingan dan konseling menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada peserta didik“dalam rangka upaya agar peserta didik dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan” (Prayitno dalam Hallen A, 2005: 53).
Secara umum, bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk membantu konseli agar dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial, belajar (akademik), dan karir (Sutirna, 2013: 18). Dimana   bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. Sebagai manusia yang normal di dalam setiap diri individu selain memiliki hal-hal yang positif tentu ada yang negatif.
Pribadi yang sehat ialah apabila apabila ia mampu menerima dirinya sebagaimana adanya dan mampu mewujudkan hal-hal positif sehubungan dnegan penerimaan dirinya itu. Jika seorang peserta didik mengenal diri kurang berprestasi dibandingkan dengan kawan-kawannya, maka hendaknya dia tidak menjadi putus asa, rendah diri dan lain sebagainya, melainkan justru itu hendaknya ia harus lebih bersemangat lagi untuk mengejar ketertinggalannya dan meraih prestasi pada bidang yang diminatinya. Sebaliknya bagi mereka yang tahu dirinya dalam satu hal lebih baik dari kawan-kawannya, hendaklah ia tidak sombong atau berenti berusaha. Demikian juga bila menemukan keadaan jasmani dan rohani yang kurang menguntungkan hendaknya tidka menjadi alasan untuk bersedih hati, merasa rendah diri dan sebagainya karena Allah SWT. Menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya dan adanya kelebihan seseorang dari yang lain mempunyai maksud-maksud tertentu (Sutirna, 2013: 54). Sebagaimana firman Allah SWT. Dalam Al Quran Surat At Tiin ayat 4:


“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dengan sebaik-baik kejadian”.(Q.S. At Tiin : 4).
Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dna norma-norma, maupun lingkungan fisik dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan lingkungan yang meliputi keluarga, sekolah dan lingkungan alam dan masyarakat sekitar serta lingkungan yang lebih luas diharapkan dpat menunjang proses penyesuaian diri peserta didik dengan lingkungan dimana ia berada dan dapat memanfaatkan kondisi lingkungan itu secara optimal untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkelanjutan. Sebagaimana halnya dengan pengenalan diri, individu juga harus mampu menerima lingkungan sebagaimana adanya. Hal ini tidak mengandung arti bahwa seseorang individu itu harus “nrimo” atau tunduk saja terhadap kondisi lingkungan, melainkan individu dituntut untuk mampu besikap positif terhadap lingkungannya itu. Lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya, jangan sampai membuat individu itu berputus asa, melainkan menerimanya secara wajar dna berusaha untuk memeprbaikinya. Dengan kata lain, individu yang mempunyai pribadi yang sehat selalu berusaha bersikap positif terhadap dirinya sendiri dna terhadap lingkungannya. Perpaduan yang tepat dan serasi antar unsur-unsur lingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur llingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur lingkungan timbal balik antara individu dan lingkungannya (Surya, 1988: 44).
Sedangkan bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan  dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat (Prayitno, 1988: 24). Melalui perencanaan masa depan inilah individu diharapkan mampu mewujudkan dirinya sendiri dengan bakat, minat, intelegensi dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Perwujudan diri ini diharapkan terlaksana tanpa paksaan dan tanpa ketergantungan pada orang lain. Dan perlu pula diingat bahwa perwujudan ini haruslah sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Apabila kemampuan mewujudkan diri ini benar-benar telah ada pada diri seseorang, maka akan mampu berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap. Individu yang seperti itu akan terhindar dari keragu-raguan dan ketakutan serat penuh dengan hal-hal yang positif dalam dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya, serta mampu mengatasi masalah-masalah sendiri (Hallen A, 2005: 55).
            Dalam buku bimbingan konseling karangan Anas Salahudin, tujuan  bimbingan dan konseling ada dua, yaitu:
1. Tujuan umum
            Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan pendidikan itu sendiri karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan. Pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga demokratis serta bertanggung jawab
            Sesuai dengan pengertian bimbingan konseling-sebagai upaya membentuk perkembangan kepribadian peserta didik secara optimal- secara umum, layanan bimbingan dan konseling di sekolah harus dikaitkan dengan pengembangan  sumber daya manusia. Upaya bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif  dan dinamis serta mampu mengambil keputusan, mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
            Upaya bimbingan konseling ini diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi individu peserta didik secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah profesional. Secara khusus, tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu peserta didik untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir.
2. Tujuan khusus
            Tujuan khusus bimbingan konseling di sekolah, diuraikan Umar dan Sartono (1998: 20-21) sebagai berikut:
a. Tujuan bimbingan bagi peserta didik adalah :
1)     Membantu peserta didik-peserta didik untuk mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil belajar, serta kesempatan yang ada.
2)     Membantu peserta didik-peserta didik untuk mengembangkan motif-motif dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan pengajaran yang berarti.
3)     Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses pendidikan.
4)     Membantu peserta didik-peserta didik untuk memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat.
5)     Membantu peserta didik-peserta didik untuk hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental, dan sosial.
b. Tujuan bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:
1)     Membantu guru dalam berhubungan dengan peserta didik-peserta didik.
2)     Membantu guru dalam menyesuaikan keunikan individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat.
3)     Membantu guru dalam mengenal pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan.
4)     Membantu keseluruhan program pendidikan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh peserta didik.
c. Adapun tujuan bimbingan bagi sekolah:
1)    Menyusun dan menyesuaikan data tentang peserta didik yang bermacam-macam.
2)    Mengadakan penelitian tentang peserta didik dari latar belakangnya.
3)    Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran bagi para guru dan personil lainnya, yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan.
4)    Mengadakan penelitian lanjutan terhadap peserta didik-peserta didik yang telah meninggalkan sekolah.
Selain tujuan di atas, ada beberapa tujuan dalam bimbingan konseling (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015), yaitu:
1. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseling adalah:
a.    Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
b.    Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya masing-masing.
c.    Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), sertadan mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
d.    Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e.    Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.
f.     Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat
g.    Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.
h.    Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
i.      Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri) maupun dengan orang lain.
j.      Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
a.     Memiliki kesadaran tentang potensi diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul dalam proses belajar yang dialaminya.
b.     Memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar yang diprogramkan.
c.      Memiliki motif yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat.
d.     Memiliki keterampilan atau teknik belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus, mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
e.     Memiliki keterampilan untuk menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar, mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu, dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka mengembangkan wawasan yang lebih luas.
f.       Memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk menghadapi ujian.
3.Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah :
a.     Memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
b.     Memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
c.      Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
d.     Memahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
e.     Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
f.       Memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
g.     Dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
h.     Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.

C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling disekolah berfungsi sebagai upaya untuk membantu kepala sekolah beserta stafnya di dalam menyelenggarakan kesejahteraan sekolah. Uman Suherman (dalam http://www.academia.edu/8963221/MAKALAH_FUNGSI_ BIMBINGAN_DI_SEKOLAH) menyatakan bahwa secara umum, fungsi bimbingan dan konseling dapat diuraikan sebagai berikut:
1.     Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konseli (klien) agar memiliki pemahaman terhadap potensi dirinya dan lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan.
2.     Fungsi preventif,yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi  berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok.
3.     Fungsi pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif . konselor berupaya untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif. Konselor dan guru atau staf sekolah  bekerja sama membentuk tim kerja merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara  berkesinambungan membantu konseli mencapai tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah  pendapat (brain storming), home room, dan karya wisata.
4.     Fungsi penyembuhan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling dan remedial teaching.
5.     Fungsi penyaluran,yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
6.     Fungsi adaptasi,yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah/ madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/ konselor/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi sekolah/madrasah, memilih metode dan proses  pembelajaran maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseling.
7.     Fungsi penyesuaian,yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli untuk menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
8.     Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konsli supaya memiliki pola berpikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat menghantarkan mereka  pada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9.     Fungsi fasilitas,yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam seluruh aspek dalam diri konseli.
10.  Fungsi pemeliharaan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif, dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
Adapun fungsi khusus bimbingan dan konseling, khususnya di sekolah, menurut H.M. Umar, dkk., (21-22) adalah sebagai berikut:
1.     Menolong anak dalam kesulitan belajarnya; Sekolah-sekolah kita pada umumnya masih kurang memperhatikan individual anak-anak. Banyaknya jumlah mata pelajaran dan luasnya bahan pelajaran, menyebabkan guru pada umumnya hanya memompakan bahan pelajaran itu kepada otak anak-anak. fungsi pokok dari  bimbingan dan konseling adalah menolong individu-individu yang mencari dan membutuhkan  bantuan. Jenis bantuan yang dibutuhkan oleh individu berbeda-beda meskipun ada kemungkinan kesukaran yang dihadapi sama.
2.    Berusaha memberikan pelajaran yang sesuai dengan minat dan kecakapan anak-anak Melaksanakan bimbingan dengan sebaik-baiknya diperlukan pengetahuan yang lengkap tentang individu yang bersangkutan, seperti bakat, kecerdasan, minat, latar belakang keluarga, riwayat  pendidikan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan bantuan yang akan diberikan.
3.    Memberikan nasihat kepada anak yang akan berhenti sekolahnya.
4.    Memberi petunjuk kepada anak-anak yang melanjutkan belajarnya, dan sebagainya.
Dalam buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal yang dikutip oleh Sutisna (2013: 18), fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1.    Fungsi Pemahaman, membantu konseli agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungan, berdasarkan pemahaman ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan ligkungan secara dinamis dan konstruktif.
2.    Fungsi Fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
3.    Fungsi Penyesuaian, membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4.    Fungsi penyaluran, membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
5.    Fungsi Adaptasi, membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah, staf, konselor dan tutor menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan keburuhan konseli.
6.    Fungsi Pencegahan (Preventif), upaya konselor untuk senantiasa untuk mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui upaya ini konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentanh cara menghindarkan diri dari perbuatab atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
7.    Fungsi Perbaikan, membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan, dan bertindak. Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional, dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normative.
8.    Fungsi Penyembuhan, memberikan bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek social-pribadi, belajar, dan karir.
9.    Fungsi pemeliharaan, membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
10. Fungsi Pengembangan, fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi – fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseling.

D. Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip bimbingan dan konseling menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan di sekolah.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, prinsip yang digunakan bersumber pada kajian filosofis hasil dari penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Ada beberapa prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling menurut Anas Salahudin, yaitu :
1.     Bimbingan adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinys sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2.     Bimbingan bertitik tolak pada individu yang dibimbing.
3.     Bimbingan diarahkan pada individu dan tiap individu memiliki karakteristik yang berbeda.
4.     Masalah hendaknya diserahkan kepada lembaga yang berwenang.
5.     Bimbingan dimulai dari identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
6.     Bimbingan hendaknya luwes dan fleksibel sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
7.     Program bimbingan dilingkungan lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga yang bersangkutan.
8.     Hendaknya pelaksanaan program bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan, dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di dalam ataupun luar lembaga penyelenggara pendidikan.
9.     Program bimbingan dievaluasi untuk mengetahui hasil dan pelaksanaan program.
Hadianto (dalam Bimo Walgianto, 2010: 30) mengemukakan 12 prinsip bimbingan sebagai berikut :
1.     Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua konseli. Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau klien, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita; baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan (kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan (individual).
2.     Tiap aspek dari kepribadian seseorang menentukan tingkah laku orang itu. Dengan demikian bimbingan yang bertujuan untuk memajukan penyesuaian individu harus berusaha berusaha pula memajukan individu dalam aspek-aspek tadi.
3.     Usaha-usaha bimbingang harus menyeluruh ke semua orang yang membutuhkan pertolongan.
4.     Sehubungan dengan prinsip kedua, semua guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing/ konselor karena semua murid membutuhkan bimbingan.
5.     Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan, sehingga alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung suatu dasar bimbingan.
6.     Semua individu adalah berbeda sehingga memberikan bimbingannyapun harus berbeda.
7.     Supaya program bimbingan berhasil, perlu diadakan program evaluasi (penilaian) dan penelitian individual.
8.     Memerlukan catatan (cumulative records) mengenai kemajuan dan keadaan anak yang dibimbing.
9.     Dibutuhkan kerjasama antara pembimbing/ konselor dengan pihak-pihak terkait dengan pembimbing/ konseloran dan konseling.
10.  Adanya kerjasama dengan orang tua peserta didik.
11.  Fungsi dari bimbingan adalah menolong supaya berani dan dan dapat memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
12.  Usaha bimbingan bersifat luwes sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah konseli, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan pelayanan.
Di antara prinsip-prinsip dalam bimbingan dan konseling antara lain sebagai berikut :
1.     Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan.
a.  Melayani semua individu tanpa memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.
b.  Memperhatikan tahapan perkembangan.
c.   Memperhatikan perbedaan individu dalam layanan.
2.     Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
a.  Menyangkut pengaruh kondisi mental maupun fisik individu terhadap penyesuaian lingkungan, baik rumah, sekolah maupun masyarakat.
b.  Karena adanya kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.
3.     Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
a.  Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan diri peserta didik.
b.  Program bimbingan dan konseling harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun masyarakat.
c.   Program bimbingan dan konseling disusun dengan memperhatikan tahapan perkembangan individu.
d.  Program pelayanan bimbingan dan konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.
4.     Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan
a.      Diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing dirinya sendiri.
b.      Pengambilan keputusan hendaknya atas kemauan diri sendiiri.
c.      Permasalahan individu dilayani oleh tenaga ahli yang relevan dengan permasalahan individu.
d.      Perlu adanya kerjasama dengan personal sekolah dan orang tua dan pihak-pihak yang berwenang dalam permasalahan individu.
e.      Proses layanan bimbingan dan konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan penilaian layanan. (Wawan Junaid, 2009).

E. Asas-asas Bimbingan Konseling
            Asas-asas bimbingan dan konseling terdiri dari asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan peserta didik dan asa yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan. Asas-asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan peserta didik terdiri dari: tiap-tiap peserta didik mempunyai kebutuhan, ada perbedaan diantara peserta didik (asas perbedaan peserta didik), tiap-tiap peserta didik ingin menjadi dirinya sendiri, tiap-tiap peserta didik mempunyai dorongan untuk menjadi matang, tiap-tiap peserta didik mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk menyelesaikannya. Menurut Dewa Ketut Sukardi (dalam http://digilib.uinsby.ac.id/6989/3/bab%202.pdf, diakses 29 Nopember 2015), asas-asas bimbingan konseling adalah sebagai berikut:
1.     Asas Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya data dan keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan. Berarti dalam hal ini, guru pembimbing/ konselor (konselor) dituntut untuk menjaga semua data dan keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain sehingga kerahasiaannya benar-benar terjaga.
2.     Asas Kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik mengikuti atau menjalani layanan yang diperuntukkan baginya. Dan sebagai guru pembingbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3.     Asas Keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dan guru pembimbing/ konselor berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik. Bisa diawali dengan sikap guru yang terbuka dan tidak berpura-pura. Asas ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan asas kesukarelaan.
4.     Asas Kegiatan, yaitu asas bimbingan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.Guru Pembimbing/ konselor (konselor) perlu mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5.     Asas Kemandirian, yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri.Guru Pembimbing/ konselor (konselor) hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6.     Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7.     Asas Kedinamisan, yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8.     Asas Keterpaduan, yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing/ konselor maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9.     Asas Kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10.  Asas Keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling.Profesionalitas guru pembimbing/ konselor (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
11.  Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing/ konselor (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing/ konselor (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12.  Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien).

F. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik bimbingan dan konseling adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siapa saja yang ingin berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan. Hal ini dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik, serta diharapkan akan menjadi semakin baik. Kode etik ini mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan agar tidak membawa akibat yang tidak menyenangkan.
Menurut Bimo Walgito (2010: 37), mengemukakan beberapa kode etik dalam  bimbingan dan konseling, antara lain :
1.     Pembimbing/ konselor atau pejabat yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2.     Pembimbing/ konselor harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya.
3.     Karena pekerjaan pembimbing/ konselor beerhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang, maka seorang pembimbing/ konselor harus :
a.      Dapat memegang rahasia konseli.
b.      Menunjukkan sikap hormat pada konseli.
c.      Menghargai bermacam-macam konseli.
4.     Pembimbing/ konselor tidak diperkenankan :
a.      Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b.      Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
c.      Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi konseli.
d.      Mengalihkan konseli kepada konselor lain tanpa persetujuan konseli.
5.     Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain diluar kemampuannya.
6.     Pembimbing/ konselor harus menyadari tanggungjawab yang berat, yang memerlukan pengabdian sepenuhnya.

G. Pendekatan- Pendekatan Bimbingan Dan Konseling
Dalam menguraikan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling, Iis Haryati (dalam Salahudin, 2012: 61) menyatakan bahwa setiap pendekatan memiliki pandangan yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi manusia, kondisi manusia, dan lain-lain. Pandangan tentang manusia ini  akan melahirkan konsep dan landasan filosofis mengenai bimbingan dan konseling.
Oleh karena itu  Iis Hariyati, yang mengutip pandangan Gerald Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut:
1.     Pendekatan psikoanalitik
Manusia pada dasarnya ditentukan oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini. Motif dan konflik tak sadar adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. Adapun perkembangan dini penting karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak yang direpresi.
2.     Pendekatan eksistensial-humanistik
Berfokus pada sifat dari kondisi manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, kebebasan  untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan tanggungjawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tidak bermakana, ketika sendirian dan ketika berada dalam hubungan dengan orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan untuk mengaktualkan diri.
3.     Pendekatan client-centered
Pendekatan ini memandang manusia secara positif bahawa manusia memiliki suatu kecenderungan ke arah berfungsi penuh. Dalam konteks hubungan konseling, konseli mengalami perasaan-perasaan yang sebelumnya diingkari. Konseli (klien) mengaktualkan potensi dan bergerak kearah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan keterarahan.
4.     Pendekatan Gestalt
Manusia terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan dan tingkah laku. Pandangannya antideterminatik dalam arti individu dipandang memiliki kesanggupan untuk menyadari bagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan sekarang.
5.     Pendekatan analisis transaksional
Manusia dipandang memiliki kemapuan memilih. Apa yang sebelumnya ditetapkan, bisa ditetapkan ulang. Meskipun manusia bisa menjadi korban dari putusan-putusan dini dan skenario kehidupan, aspek-aspek yang mengalihkan diri bisa diubah dengan kesadaran.
6.     Pendekatan tingkah laku
Manusia dibentuk dan dikondisikan oleh sosial dan budaya. Pandangannya deterministik, dalam arti, tingkah laku manusia dipandang sebagai hasil belajar dan pengkondisian.
7.     Pendekatan rasional emotif
Manusia dilahirkan dengan potensi untuk berfikir rasional, tetapi juga memiliki kecenderungan-kecenderungan kearah berfikir curang.  Modelnya adalah didaktif direktif dan dilihat sebagai proses reduksi melalui kegiatan berfikir, menganalisa, melakukan dan memutuskan ulang.
8.     Pendekatan realitas
Pendekatan realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik. Menrut Prof. Dedi Supriyadi (2004: 213), berdasarkan adegannya, bimbingan dan konseling  dapat dilakukan secara individual dan kelompok.
Dalam membina hubungan dengan konseli (klien), konselor dapat menggunakan salah satu diantara tiga pendekatan utama dalam konseling.
1.     Pendekatan yang   berpusat kepada konselor (counsul-contered counseling), disebut juga “directing counseling”. Dalam pendekatan ini konselor lebih banyak aktif daripada konseli (klien). Konselor bertindak sebagai pengarah bagi konseli.
2.     Pendekatan yang berpusat pada konseli/ klien (client- contered counseling ), disebut juga “nondirecting counseling”, dimana konseli lebih aktif dan konselor berperan sebagai fasilitator (yang memepermudah proses konseling) dan reflektor bagi konseli/ klien.
3.     Pendekatan elektik (campuran), campuaran antara kedua pendekatan tersebut, tergantung pada situasi dan kondisi konseling yang sedang berlangsung.
Pendekatan yang digunakan konselor sangat bergantung pada beberapa faktor berikut:
1.     Sifat konseli/ klien yang terbuka dan tertutup. Konseli yang terbuka lebih mudah mengungkapkan perasaan dan isi hatinya, berbeda dengan konseli yang tertutup.
2.     Derajat keeratan hubungan antara konselor dan konseli/ klien. Suasana keakraban antara konselor dan konseli klien akan mempermudah dalam proses pembimbingan.
3.     Sifat konselor, ada yang senang bicara atau ada yang pendiam. Konselor dituntut aktif dan menyesuaikan diri terhadap konseli/ kliennya.

DAFTAR RUJUKAN

Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Ciputat: PT. Ciputat Press.

Hikmawati, Fenti. 2014. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.




Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik. Padang: Progam Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP.

Prayitno, Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.

Salahudin, Anas. 2012. Bimbingan Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Surya, Muhammad. 1988.Dasar-Dasar Penyuluhan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi.

Sutirna. 2013. Bimbingan Dan Konseling; Pendidikan Formal, Nonformal, Dan Informal, Yokyakarta: Andi Offset.


UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.

Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Yogyakarta: Andi.

Wijaya, Juhana. 1988. Psikologi bimbingan. Bandung: PT Eresco.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar