KONSEP-KONSEP
DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh: Abdulchalid Badarudin
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
PASCASARJANA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
KOSENTRASI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Bimbingan dan
Konseling
1. Pengertian
Bimbingan
Jika ditelaah dari berbagai sumber
akan dijumpai pengertian yang berbeda mengenai bimbingan tergantung dari jenis
sumbernya dan yang merumuskan pengertian tersebut. Untuk itulah agar dapat
secara luas dan komprehensif mengetahui definisi bimbingan, penulis kemukakan
beberapa definisi dari para ahli sebagai berikut :
Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance”
yang berasal dari bahasa Inggris. Sertzer dan Stone (dalam Salahudin, 2012:13)
mengemukakan bahwa guidance berasal dari kata guide
yang mempunyai arti to direct,
pilot, manager, or steer, artinya menunjukkan, mengarahkan, menentukan,
mengatur, atau mengemudikan.
Bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada individu dari seorang yang ahli. Akan tetapi tidak sesederhana
itu untuk memahami pengertian bimbingan. Pengertian bimbingan telah diungkapkan
orang setidaknya sejak awal abad ke-20, yang diprakarsai oleh Frank Parson pada
tahun 1908. Pengertian bimbingan yang dikemukakan para ahli memberikan
pengertian yang saling melengkapi satu sama lain.
Oleh
karena itu, untuk memahami pengertian bimbingan, perlu dipertimbangkan beberapa
pengertian yang dikemukakan oleh para ahli berikut:
a. Bimbingan adalah bantuan yang
diberikan kepada individu untuk memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu
jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya (Frank Parson
dalam Salahudin, 2012:13). Frank Parson merumuskan pengertian bimbingan dalam
beberapa aspek, yakni bimbingan diberikan kepada individu untuk memasuki suatu
jabatan dan mencapai kemajuan dalam jabatan. Pengertian ini masih spesifik dan
berorientasi karir.
b. Chiskolm (dalam Salahudin, 2012:14)
mengartikan bahwa bimbingan adalah membantu individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.
Pengertian ini menitikberatkan pada pemahaman terhadap potensi diri yang dimiliki.
c. Bimbingan merupakan kegiatan yang
bertujuan meningkatkan realisasi pribadi setiap individu (Bernard & Fullmer
dalam Salahudin, 2012:14). Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa bimbingan
membantu individu untuk mengaktualisasikan diri dengan lingkungannya.
Dari definisi yang telah di
kemukakan para ahli di atas, mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dan
variasi yang mencolok satu dengan yang lain. Walaupun demikian tetap terdapat
unsur dan tujuan yang menunjukkan kesamaan, di antaranya sebagai berikut :
a. Bimbingan merupakan suatu proses,
yang berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan
merupakan: serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang
terarah kepada pencapaian tujuan.
b. Bimbingan adalah usaha pemberian
bantuan atau pertolongan, makna bantuan dalam hal ini menunjukkan bahwa pembimbing/
konselor tidak memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi hanya berperan sebagai
fasilitator di mana yang aktif dalam mengembangkan diri, mengatasi
masalah, atau mengambil keputusan adalah individu itu sendiri.
c. Individu yang dibantu adalah
orang-orang dan berbagai usia baik pria ataupun wanita dalam perseorangan
maupun kelompok dan individu dalam hal ini yaitu individu yang sedang
berkembang . Tetapi bantuan yang berlaku umum bagi setiap individu disesuaikan
dengan pengalaman, kebutuhan, dan masalah individu yang komprehensif.
Bimbingan diberikan oleh tenaga
ahli, yang bertujuan untuk perbaikan kehidupan orang yang dibimbing agar
berkembang sesuai dengan potensi dan si sistem nilai tentang kehidupan yang
baik dan benar, yang ditandai dengan perkembangan optimal dalam kondisi yang dinamik.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa bimbingan pada prinsipnya proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami
diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan, memilih, menentukan, dan menyusun rencana sesuai dengan konsep
dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
2. Pengertian
Konseling
Adapun pengertian konseling berasal
dari. bahasa Inggris "to counsel" yang secara etimologis "to
give advice" artinya memberi saran dan nasihat.Dalam bukunya, Winkel memaparkan
pengertian konseling (counseling) dikaitkan dengan kata "counsel yang
diartikan nasihat (to obtain counsel): anjuran (to give counsel)
dan pembicaraan {to take counsel) (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/ konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015).
Untuk lebih mempertajam pengertian
konseling maka akan kami kemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai
konseling, diantaranya:
a. Prayitno dan Erman Amti (dalam
Salahudin, 2012: 15), konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada
individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien. Sejalan dengan itu, Winkel (dalam
Salahudin, 2012: 15) mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan
paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap
muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap
berbagai persoalan atau masalah khusus.
b. Pengertian umum konseling yang
dikemukakan huruf-huruf konseling yang dijadikan akronim sebagai unsur-unsur
pokok (Prayitno, 2004:131 dalam Dewa Ketut Sukardi dan Desak P.E. Nila
Kusmawati, 2008:6), yaitu:K = kontak, O = orang, N = menangani, S = masalah, E
= expert (ahli), L = laras, I = integrasi, N = norma, G = guna.
Jadi, konseling adalah
kontak antara dua orang (konselor dan konseli) untuk menangani masalah konseli,
dalam suasana keahlian yang laras dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma
yang berlaku, untuk tujuan-tujuan yang berguna bagi konseli.
c. Walgito (2004: 7)"Konseling
adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah
kehidupannya dengan wawancara dan dengan cara yang sesuai dengan keadaan yang
dihadapi individu untuk mencapai kesejahteraan hidupnya".
Dari pengertian counselling di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling diartikan sebagai usaha membantu pemberian
saran dan nasihat, pemberian anjuran dalam pembicaraan antara konselor dengan konseli/klien
secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab
sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus. Dengan kata lain,
teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Kemudian istilah konseling mengalami
perkembangan yang di kemukakan dengan berbeda-beda tapi intinya sama. Burks dan
Steffle (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015) mengartikan
konseling adalah suatu hubungan profesional antara seorang konselor terlatih
dan seorang klien. Hubungan ini biasanya orang per orang, meskipun Sering kali
melibatkan lebih dari dua orang, meskipun sering kali melibatkan lebih dari dua
orang. Hubungan tersebut dirancang untuk membantu para klien memahami dan
memperjelas pandangan hidupnya, dan belajar mencapai tujuan yang
ditentukan sendiri melalui pilihan-pilihan yang
bermakna dan penyelesaian masalah-masalah emosional atau antar pribadi".
Pengertian di atas menjelaskan bahwa
adanya hubungan yang harmonis antara konselor dan klien yang nantinya tercipta
proses yang dirancang atau direncanakan untuk membantu klien membuat
pilihan-pilihan dalam mengarahkan masalahnya.
ASCA (American School Counselor
Association) mengemukakan bahwa: "Konseling adalah hubungan tatap muka
yang bersifat, rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan
dari konselor kepada klien. Konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilan
untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya
(dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/ konsep-dasar bimbingan-dan-konseling-bk.html,
diakses 29 Nopember 2015).
Sementara Dewa Ketut Sukardi (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/
2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html,
diakses 29 Nopember 2015) menjelaskan
bahwa "konseling adalah bantuan yang diberikan kepada klien dalam
memecahkan masalah kehidupan, dengan wawancara yang dilakukan secara face to
face, atau dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi
untuk mencapai kesejahteraan hidup”.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas dapat dicermati antara lain :
a. Konselor adalah seorang yang cukup
terlatih (profesional) atau punya Keterampilan khusus dalam bidang
konseling
b.
Interaksi terjadi antara klien dan konselor yang dilakukan, dengan cara face
to face
c. Tujuan konseling membantu dan
menolong klien untuk menerima keadaannya, menemukan jalan keluar atas
masalah-masalahnya dan mendapatkan kesejahteraan dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
diperjelas bahwa konseling merupakan satu saluran bagi pemberian bimbingan. Di samping itu istilah bimbingan selalu
dirangkaikan dengan istilah konseling, hal ini dikarenakan bimbingan dan
konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral, konseling merupakan salah
satu teknik dalam pelayanan bimbingan. dengan pandangan ini bimbingan memiliki
pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan pengertian konseling, dan
konseling merupakan bagian dari bimbingan.
3. Hubungan Bimbingan dan Konseling
Menurut
Mohamad Surya (1988), ada tiga pandangan mengenai hubungan antara bimbingan dan
konseling. Pandangan pertama berpendapat bahwa bimbingan sama dengan
konseling. Kedua istilah tidak mempunyai perbedaan yang mendasar. Pandangan
kedua berpendapat bahwa bimbingan berbeda dengan konseling, baik dasar
maupun cara kerja. Menurut pandangan kedua, bimbingan merupakan pendidikan
sedangkan konseling merupakan psikoterapi yaitu usaha untuk menolong individu
yang mengalami masalah serius. Pandangan ketiga berpendapat bahwa
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang terpadu, keduanya tidak saling
terpisah.
Berkaitan
dengan pandangan ketiga ini, Downing (1998); Hansen, Stefic, dan Warner (1977)
dalam Prayitno (1978), menyatakan bahwa bimbingan adalah suatu pelayanan khusus
yang terorganisasi dan terintegrasi ke dalam program sekolah untuk menunjang
kegiatan perkembangan peserta didik secara optimal, sedangkan konseling adalah
usaha pemberian bantuan kepada murid secara perorangan dalam mempelajari
cara-cara baru guna penyesuaian diri.
Moser
dan Moser (dalam Prayitno, 1978:643) menyatakan bahwa di dalam keseluruhan
pelayanan bimbingan, konseling dianggap sebagai inti dari proses pemberian
bantuan. Mortesen dan Schmuller (1976:56) menyatakan bahwa konseling adalah
jantung hatinya program bimbingan.
Menurut Bimo Walgito (1986: 6-7), apabila
diteliti ternyata ada kesamaan antara pengertian bimbingan dan konseling-selain
ada sifat-sifat khas pada konseling. Hal itu dapat dikemukakan sebagai berikut
:
1. Konseling merupakan salah satu
metode dari bimbingan sehingga pengertian bimbingan lebih luas dibandingkan
dengan pengertian konseling. Oleh sebab itu konseling merupakan bimbingan,
tetapi tidak semua bentuk bimbingan merupakan konseling.
2. Pada konseling sudah ada masalah
tertentu, yaitu masalah yang dihadapi klien, sedangkan pada bimbingan tidak
demikian. Bimbingan lebih bersifat preventif atau pencegahan sedangkan
konseling lebih bersifat kuratif atau pengobatan.
3. Konseling pada dasarnya dilakukan
secara individual, yaitu antara konselor dan klien secara face to face,
sedangkan bimbingan pada umumnya dilakukan secara berkelompok.
Menurut
Abu Ahmadi (dalam Salahudin, 2012: 18) sekalipun dikemukakan adanya segi-segi
persamaan disamping segi-segi perbedaan antara kedua pengertian itu, uraian
diatas tidak bermaksud untuk memisahkan kedua pengertian itu. Hal ini karena
dalam praktik, keduanya saling menyangkut dan mengisi. Bimbingan menyangkut
pula konseling, dan sebaliknya konseling menyangkut bimbingan.
Perbedaan
antara bimbingan dan konseling terletak pada segi isi kegiatan dan tenaga
yang menyelenggarakan. Dari segi isi, bimbingan lebih banyak bersangkut
paut dengan usaha pemberian informasi dan kegiatan pengumpulan data tentang peserta
didik dan lebih menekankan pada fungsi pencegahan, sedangakan konseling
merupakan bantuan yang dilakukan dalam pertemuan tatap muka antara dua orang
manusia yaitu antara konselor dan klien.
Dari segi tenaga, bimbingan dapat dilakukan oleh orang tua, guru, wali
kelas, kepala sekolah, orang dewasa lainnya. Namun, konseling hanya dapat
dilakukan oleh tenaga-tenaga yang telah terdidik dan terlatih. Dengan kata lain,
konseling merupakan bentuk khusus bimbingan yaitu layanan yang diberikan oleh
konselor kepada klien secara individu.
4.
Pengertian Bimbingan Konseling
Dari pengertian bimbingan dan
konseling diatas dapat dipahami bahwa bimbingan dan konseling merupakan proses
bantuan psikologis dan kemanusiaan secara ilmiah dan profesional yang diberikan
oleh konselor kepada klien. Tujuannya agar ia dapat berkembang secara optimal,
yaitu mampu memahami diri, mengarahkan diri dan mengaktualisasikan diri, sesuai
tahap perkembangan sifat-sifat, potensi, yang dimiliki, dan latar belakang
kehidupan serta lingkungannya sehingga tercapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Bimbingan dan konseling adalah
pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok,
agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karier,
melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma
yang berlaku (Hikmawati, 2014: 1).
B.Tujuan Bimbingan Konseling
Sebagaimana
yang telah kita ketahui
bahwa bimbingan dan
konseling menempati bidang pelayanan
pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan
pendidikan.
Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada peserta
didik“dalam rangka upaya agar peserta didik dapat menemukan pribadi,
mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan” (Prayitno dalam Hallen A, 2005: 53).
Secara
umum, bimbingan dan konseling mempunyai tujuan untuk membantu konseli agar
dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya yang meliputi aspek pribadi-sosial,
belajar (akademik), dan karir (Sutirna, 2013: 18). Dimana bimbingan dalam rangka
menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan
kelemahan dirinya sendiri serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai
modal pengembangan diri lebih lanjut. Sebagai manusia yang normal di dalam
setiap diri individu selain memiliki hal-hal yang positif tentu ada yang
negatif.

“Sesungguhnya
Kami menciptakan manusia dengan sebaik-baik kejadian”.(Q.S. At Tiin : 4).
Bimbingan
dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal
lingkungannya secara obyektif, baik lingkungan sosial dan ekonomi, lingkungan
budaya yang sangat sarat dengan nilai-nilai dna norma-norma, maupun lingkungan
fisik dan menerima berbagai kondisi
lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan lingkungan yang
meliputi keluarga, sekolah dan lingkungan alam dan masyarakat sekitar serta
lingkungan yang lebih luas diharapkan dpat menunjang proses penyesuaian diri
peserta didik dengan lingkungan dimana ia berada dan dapat memanfaatkan kondisi
lingkungan itu secara optimal untuk mengembangkan diri secara mantap dan berkelanjutan.
Sebagaimana halnya dengan pengenalan diri, individu juga harus mampu menerima
lingkungan sebagaimana adanya. Hal ini tidak
mengandung arti bahwa seseorang individu
itu harus “nrimo” atau tunduk saja terhadap kondisi lingkungan,
melainkan individu dituntut untuk mampu besikap positif terhadap lingkungannya
itu. Lingkungan yang kurang menguntungkan misalnya, jangan sampai membuat individu itu berputus
asa, melainkan menerimanya secara wajar dna berusaha untuk memeprbaikinya.
Dengan kata lain, individu yang mempunyai pribadi yang sehat selalu berusaha
bersikap positif terhadap dirinya sendiri dna terhadap lingkungannya. Perpaduan
yang tepat dan
serasi antar unsur-unsur lingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur
llingkungan akan dapat membawa keuntungan pribadi dan unsur-unsur lingkungan
timbal balik antara individu dan lingkungannya (Surya, 1988: 44).
Sedangkan
bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik
mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkut
bidang pendidikan, bidang
karier maupun bidang
budaya, keluarga dan masyarakat (Prayitno, 1988: 24). Melalui
perencanaan masa depan inilah
individu diharapkan mampu mewujudkan dirinya sendiri dengan bakat, minat,
intelegensi dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Perwujudan diri ini
diharapkan terlaksana tanpa paksaan dan tanpa ketergantungan pada orang lain. Dan perlu pula diingat bahwa
perwujudan ini haruslah sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat. Apabila kemampuan mewujudkan diri ini benar-benar telah ada
pada diri seseorang, maka akan mampu berdiri sendiri sebagai pribadi yang
mandiri, bebas dan mantap. Individu yang seperti itu akan terhindar dari
keragu-raguan dan ketakutan serat penuh dengan hal-hal yang positif dalam
dirinya seperti kreatifitas, sportifitas dan lain sebagainya, serta mampu mengatasi
masalah-masalah sendiri (Hallen A,
2005: 55).
Dalam buku
bimbingan konseling karangan Anas Salahudin, tujuan bimbingan dan konseling ada dua, yaitu:
1. Tujuan
umum
Tujuan
umum pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya sejalan dengan tujuan
pendidikan itu sendiri karena bimbingan dan konseling merupakan bagian integral
dari sistem pendidikan. Pada Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri, dan menjadi warga demokratis serta
bertanggung jawab
Sesuai
dengan pengertian bimbingan konseling-sebagai
upaya membentuk perkembangan kepribadian peserta didik secara optimal- secara
umum, layanan bimbingan dan konseling di sekolah harus dikaitkan dengan
pengembangan sumber daya manusia. Upaya
bimbingan dan konseling memungkinkan peserta didik mengenal dan menerima diri
sendiri serta mengenal dan menerima lingkungannya secara positif dan dinamis serta mampu mengambil keputusan,
mengamalkan dan mewujudkan diri sendiri secara efektif dan produktif sesuai
dengan peranan yang diinginkannya di masa depan. Secara lebih khusus, kawasan
bimbingan dan konseling yang mencakup seluruh upaya tersebut meliputi bidang
bimbingan pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
Upaya bimbingan konseling ini
diselenggarakan melalui pengembangan segenap potensi individu peserta didik
secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai sarana dan cara, berdasarkan
norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah profesional. Secara
khusus, tujuan bimbingan dan konseling di sekolah adalah membantu peserta didik
untuk mencapai tujuan-tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial,
belajar, dan karir.
2.
Tujuan khusus
Tujuan khusus bimbingan konseling di
sekolah, diuraikan Umar dan Sartono (1998: 20-21) sebagai berikut:
a.
Tujuan bimbingan bagi peserta didik adalah :
1)
Membantu peserta didik-peserta didik untuk
mengembangkan pemahaman diri sesuai dengan kecakapan, minat, pribadi, hasil
belajar, serta kesempatan yang ada.
2)
Membantu peserta didik-peserta didik untuk
mengembangkan motif-motif dalam belajar, sehingga tercapai kemajuan pengajaran
yang berarti.
3)
Memberikan dorongan di dalam pengarahan diri,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan keterlibatan diri dalam proses
pendidikan.
4)
Membantu peserta didik-peserta didik untuk
memperoleh kepuasan pribadi dalam penyesuaian diri secara maksimum terhadap masyarakat.
5)
Membantu peserta didik-peserta didik untuk
hidup di dalam kehidupan yang seimbang dalam berbagai aspek fisik, mental, dan
sosial.
b. Tujuan
bimbingan bagi guru adalah sebagai berikut:
1)
Membantu guru dalam berhubungan dengan peserta
didik-peserta didik.
2)
Membantu guru dalam menyesuaikan keunikan
individual dengan tuntutan umum sekolah dan masyarakat.
3)
Membantu guru dalam mengenal pentingnya
keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan.
4)
Membantu keseluruhan program pendidikan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan seluruh peserta didik.
c. Adapun
tujuan bimbingan bagi sekolah:
1)
Menyusun dan menyesuaikan data tentang peserta
didik yang bermacam-macam.
2)
Mengadakan penelitian tentang peserta didik
dari latar belakangnya.
3)
Membantu menyelenggarakan kegiatan penataran
bagi para guru dan personil lainnya, yang berhubungan dengan kegiatan bimbingan.
4)
Mengadakan penelitian lanjutan terhadap peserta
didik-peserta didik yang telah meninggalkan sekolah.
Selain tujuan di atas, ada beberapa tujuan
dalam bimbingan konseling (dalam http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html,
diakses 29 Nopember 2015), yaitu:
1. Tujuan bimbingan dan
konseling yang terkait dengan aspek pribadi-sosial konseling adalah:
a. Memiliki komitmen yang kuat dalam
mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik
dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya,
Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya.
b. Memiliki sikap toleransi terhadap
umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan
kewajibannya masing-masing.
c. Memiliki pemahaman tentang irama
kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugrah) dan yang
tidak menyenangkan (musibah), sertadan mampu meresponnya secara positif sesuai
dengan ajaran agama yang dianut.
d. Memiliki pemahaman dan penerimaan
diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan
maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.
e. Memiliki sikap positif atau respek
terhadap diri sendiri dan orang lain.
f. Memiliki kemampuan untuk melakukan
pilihan secara sehat
g. Bersikap respek terhadap orang lain,
menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga
dirinya. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen
terhadap tugas atau kewajibannya.
h. Memiliki kemampuan berinteraksi
sosial (human relationship), yang diwujudkan dalam bentuk hubungan
persahabatan, persaudaraan, atau silaturahim dengan sesama manusia.
i. Memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal (dalam diri sendiri)
maupun dengan orang lain.
j. Memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan secara efektif.
2. Tujuan bimbingan dan
konseling yang terkait dengan aspek akademik (belajar) adalah :
a. Memiliki kesadaran tentang potensi
diri dalam aspek belajar, dan memahami berbagai hambatan yang mungkin muncul
dalam proses belajar yang dialaminya.
b. Memiliki sikap dan kebiasaan belajar
yang positif, seperti kebiasaan membaca buku, disiplin dalam belajar, mempunyai
perhatian terhadap semua pelajaran, dan aktif mengikuti semua kegiatan belajar
yang diprogramkan.
c. Memiliki motif yang tinggi untuk
belajar sepanjang hayat.
d. Memiliki keterampilan atau teknik
belajar yang efektif, seperti keterampilan membaca buku, mengggunakan kamus,
mencatat pelajaran, dan mempersiapkan diri menghadapi ujian.
e. Memiliki keterampilan untuk
menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan, seperti membuat jadwal belajar,
mengerjakan tugas-tugas, memantapkan diri dalam memperdalam pelajaran tertentu,
dan berusaha memperoleh informasi tentang berbagai hal dalam rangka
mengembangkan wawasan yang lebih luas.
f. Memiliki kesiapan mental dan kemampuan
untuk menghadapi ujian.
3.Tujuan bimbingan dan konseling yang terkait dengan aspek karir adalah
:
a. Memiliki pemahaman diri (kemampuan,
minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
b. Memiliki pengetahuan mengenai dunia
kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
c. Memiliki sikap positif terhadap
dunia kerja. Dalam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa
rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
d. Memahami relevansi kompetensi
belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau
keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
e. Memiliki kemampuan untuk membentuk
identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan)
yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan
kesejahteraan kerja.
f. Memiliki kemampuan merencanakan masa
depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran
yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
g. Dapat membentuk pola-pola karir,
yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi
seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
h. Mengenal keterampilan, kemampuan dan
minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh
kemampuan dan minat yang dimiliki.
C. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling disekolah
berfungsi sebagai upaya untuk membantu kepala sekolah beserta stafnya di dalam
menyelenggarakan kesejahteraan sekolah. Uman Suherman (dalam http://www.academia.edu/8963221/MAKALAH_FUNGSI_ BIMBINGAN_DI_SEKOLAH)
menyatakan bahwa secara umum, fungsi bimbingan dan konseling dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
membantu konseli (klien) agar memiliki pemahaman terhadap potensi dirinya dan
lingkungan (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Konseli diharapkan mampu
mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan.
2. Fungsi preventif,yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya
konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin
terjadi dan berupaya untuk mencegahnya supaya tidak dialami oleh konseli.
Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara
menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya.
Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan
bimbingan kelompok.
3. Fungsi pengembangan, yaitu fungsi
bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif . konselor berupaya untuk
menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif. Konselor dan guru atau staf
sekolah bekerja sama membentuk tim kerja merencanakan dan melaksanakan
program bimbingan secara berkesinambungan membantu konseli mencapai tugas
perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan
informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain
storming), home room, dan karya wisata.
4. Fungsi penyembuhan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan
kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling dan
remedial teaching.
5. Fungsi penyaluran,yaitu fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau program
studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat,
bakat, keahlian, dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi
ini, konselor bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar
lembaga pendidikan.
6. Fungsi adaptasi,yaitu fungsi membantu para pelaksana
pendidikan, kepala sekolah/ madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk
menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat,
kemampuan, dan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai
konseli, pembimbing/ konselor/konselor dapat membantu para guru dalam
memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi
sekolah/madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran maupun menyusun
bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseling.
7. Fungsi penyesuaian,yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam
membantu konseli untuk menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara
dinamis dan konstruktif.
8. Fungsi perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berpikir,
berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi
(memberikan perlakuan) terhadap konsli supaya memiliki pola berpikir yang
sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat menghantarkan
mereka pada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
9. Fungsi fasilitas,yaitu memberikan kemudahan kepada konseli
dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan
seimbang dalam seluruh aspek dalam diri konseli.
10. Fungsi pemeliharaan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk
membantu supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang
telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar
dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktifitas diri.
Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif, dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
Adapun fungsi khusus bimbingan dan
konseling, khususnya di sekolah, menurut H.M. Umar, dkk., (21-22) adalah
sebagai berikut:
1. Menolong anak dalam kesulitan
belajarnya; Sekolah-sekolah kita pada umumnya masih kurang memperhatikan
individual anak-anak. Banyaknya jumlah mata pelajaran dan luasnya bahan
pelajaran, menyebabkan guru pada umumnya hanya memompakan bahan pelajaran itu
kepada otak anak-anak. fungsi pokok dari bimbingan dan konseling adalah
menolong individu-individu yang mencari dan membutuhkan bantuan. Jenis
bantuan yang dibutuhkan oleh individu berbeda-beda meskipun ada kemungkinan
kesukaran yang dihadapi sama.
2. Berusaha memberikan pelajaran yang
sesuai dengan minat dan kecakapan anak-anak Melaksanakan bimbingan dengan
sebaik-baiknya diperlukan pengetahuan yang lengkap tentang individu yang
bersangkutan, seperti bakat, kecerdasan, minat, latar belakang keluarga,
riwayat pendidikan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan bantuan yang
akan diberikan.
3. Memberikan nasihat kepada anak yang
akan berhenti sekolahnya.
4. Memberi petunjuk kepada anak-anak
yang melanjutkan belajarnya, dan sebagainya.
Dalam
buku Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan
Konseling Dalam Jalur Pendidikan Formal yang dikutip oleh Sutisna (2013: 18),
fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Pemahaman, membantu konseli
agar memiliki pemahaman terhadap dirinya dan lingkungan, berdasarkan pemahaman
ini, konseli diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan
menyesuaikan dirinya dengan ligkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi
Fasilitas, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan
perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang seluruh aspek dalam
diri konseli.
3. Fungsi
Penyesuaian, membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dan lingkungannya
secara dinamis dan konstruktif.
4. Fungsi
penyaluran, membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan, atau
program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan
minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya.
5. Fungsi
Adaptasi, membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah, staf, konselor
dan tutor menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan,
minat, kemampuan, dan keburuhan konseli.
6. Fungsi
Pencegahan (Preventif), upaya konselor untuk senantiasa untuk mengantisipasi
berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya
tidak dialami oleh konseli. Melalui upaya ini konselor memberikan bimbingan
kepada konseli tentanh cara menghindarkan diri dari perbuatab atau kegiatan
yang membahayakan dirinya.
7. Fungsi
Perbaikan, membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam
berfikir, berperasaan, dan bertindak. Konselor melakukan intervensi (memberikan
perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional,
dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada
tindakan atau kehendak yang produktif dan normative.
8. Fungsi
Penyembuhan, memberikan bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah,
baik menyangkut aspek social-pribadi, belajar, dan karir.
9. Fungsi
pemeliharaan, membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan
situasi kondusif yang telah tercapai dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi
konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan
produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik,
rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli.
10. Fungsi
Pengembangan, fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari
fungsi – fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseling.
D. Prinsip-Prinsip Bimbingan
Konseling
Prinsip bimbingan dan konseling
menguraikan pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program
pelaksanaan atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program
pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan
praktis yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan di
sekolah.
Dalam pelayanan bimbingan dan
konseling, prinsip yang digunakan bersumber pada kajian filosofis hasil dari
penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan
manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses
penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Ada beberapa prinsip pelaksanaan
bimbingan dan konseling menurut Anas Salahudin, yaitu :
1. Bimbingan adalah suatu proses
membantu individu agar mereka dapat membantu dirinys sendiri dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
2. Bimbingan bertitik tolak pada
individu yang dibimbing.
3. Bimbingan diarahkan pada individu
dan tiap individu memiliki karakteristik yang berbeda.
4. Masalah hendaknya diserahkan kepada
lembaga yang berwenang.
5. Bimbingan dimulai dari identifikasi
kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan dibimbing.
6. Bimbingan hendaknya luwes dan
fleksibel sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
7. Program bimbingan dilingkungan lembaga
pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga yang
bersangkutan.
8. Hendaknya pelaksanaan program
bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan,
dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di
dalam ataupun luar lembaga penyelenggara pendidikan.
9. Program bimbingan dievaluasi untuk
mengetahui hasil dan pelaksanaan program.
Hadianto (dalam Bimo Walgianto,
2010: 30) mengemukakan 12 prinsip bimbingan sebagai berikut :
1. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi semua
konseli.
Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua konseli atau klien,
baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah; baik pria maupun wanita;
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan
dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada penyembuhan
(kuratif); dan lebih diutamakan teknik kelompok dari pada perseorangan
(individual).
2. Tiap aspek dari kepribadian seseorang menentukan
tingkah laku orang itu.
Dengan demikian bimbingan yang bertujuan untuk memajukan penyesuaian individu
harus berusaha berusaha pula memajukan individu dalam aspek-aspek tadi.
3. Usaha-usaha bimbingang harus
menyeluruh ke semua orang yang membutuhkan pertolongan.
4. Sehubungan dengan prinsip kedua,
semua guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing/ konselor karena semua
murid membutuhkan bimbingan.
5. Sebaiknya semua usaha pendidikan
adalah bimbingan, sehingga alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung
suatu dasar bimbingan.
6. Semua individu adalah berbeda
sehingga memberikan bimbingannyapun harus berbeda.
7. Supaya program bimbingan berhasil,
perlu diadakan program evaluasi (penilaian) dan penelitian individual.
8. Memerlukan catatan (cumulative
records) mengenai kemajuan dan keadaan anak yang dibimbing.
9. Dibutuhkan kerjasama antara pembimbing/
konselor dengan pihak-pihak terkait dengan pembimbing/ konseloran dan
konseling.
10. Adanya kerjasama dengan orang tua peserta
didik.
11. Fungsi dari bimbingan adalah menolong
supaya berani dan dan dapat memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi
masalah yang dihadapinya.
12. Usaha bimbingan bersifat luwes
sesuai kebutuhan individu dan masyarakat.
Rumusan prinsip-prinsip bimbingan
dan konseling pada umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah konseli,
tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan dan penyelenggaraan
pelayanan.
Di antara prinsip-prinsip dalam
bimbingan dan konseling antara lain sebagai berikut :
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
sasaran pelayanan.
a. Melayani semua individu tanpa
memandang usia, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial.
b. Memperhatikan tahapan perkembangan.
c. Memperhatikan perbedaan individu
dalam layanan.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
masalah individu
a. Menyangkut pengaruh kondisi mental
maupun fisik individu terhadap penyesuaian lingkungan, baik rumah, sekolah
maupun masyarakat.
b. Karena adanya kesenjangan sosial,
ekonomi dan budaya.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
program pelayanan
a. Bimbingan dan konseling merupakan
bagian integral dari pendidikan dan pengembangan individu, sehingga program
bimbingan dan konseling diselaraskan dengan program pendidikan dan pengembangan
diri peserta didik.
b. Program bimbingan dan konseling
harus fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik maupun
masyarakat.
c. Program bimbingan dan konseling
disusun dengan memperhatikan tahapan perkembangan individu.
d. Program pelayanan bimbingan dan
konseling perlu memberikan penilaian hasil layanan.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
tujuan dan pelaksanaan pelayanan
a. Diarahkan untuk pengembangan
individu yang akhirnya mampu secara mandiri membimbing dirinya sendiri.
b. Pengambilan keputusan hendaknya atas
kemauan diri sendiiri.
c. Permasalahan individu dilayani oleh
tenaga ahli yang relevan dengan permasalahan individu.
d. Perlu adanya kerjasama dengan
personal sekolah dan orang tua dan pihak-pihak yang berwenang dalam
permasalahan individu.
e. Proses layanan bimbingan dan
konseling melibatkan individu yang telah memperoleh hasil pengukuran dan
penilaian layanan. (Wawan Junaid, 2009).
E. Asas-asas
Bimbingan Konseling
Asas-asas bimbingan dan konseling
terdiri dari asas bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan peserta didik
dan asa yang berhubungan dengan praktik atau pekerjaan bimbingan. Asas-asas
bimbingan dan konseling yang berhubungan dengan peserta didik terdiri dari:
tiap-tiap peserta didik mempunyai kebutuhan, ada perbedaan diantara peserta
didik (asas perbedaan peserta didik), tiap-tiap peserta didik ingin menjadi
dirinya sendiri, tiap-tiap peserta didik mempunyai dorongan untuk menjadi
matang, tiap-tiap peserta didik mempunyai masalah dan mempunyai dorongan untuk
menyelesaikannya. Menurut Dewa Ketut Sukardi (dalam http://digilib.uinsby.ac.id/6989/3/bab%202.pdf, diakses 29 Nopember 2015),
asas-asas bimbingan konseling adalah sebagai berikut:
1. Asas
Kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menuntut dirahasiakannya data dan keterangan peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan. Berarti dalam hal ini, guru pembimbing/
konselor (konselor) dituntut untuk menjaga semua data dan keterangan yang tidak
boleh dan tidak layak diketahui orang lain sehingga kerahasiaannya benar-benar
terjaga.
2. Asas Kesukarelaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik mengikuti atau menjalani layanan yang diperuntukkan
baginya. Dan sebagai guru pembingbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik bersikap
terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang
dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar
yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dan guru pembimbing/ konselor
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik. Bisa diawali dengan sikap
guru yang terbuka dan tidak berpura-pura. Asas ini bertalian erat dengan asas
kerahasiaan dan asas kesukarelaan.
4. Asas
Kegiatan, yaitu
asas bimbingan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan.Guru Pembimbing/ konselor (konselor) perlu
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian, yaitu asas yang
menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik
(klien) sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri
sendiri.Guru Pembimbing/ konselor (konselor) hendaknya mampu mengarahkan
segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian peserta
didik.
6. Asas Kekinian, yaitu asas bimbingan
dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan
konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta didik/klien dalam kondisi
sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan dilihat sebagai dampak dan
memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan diperbuat peserta didik (klien)
pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan, yaitu asas yang
menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta didik/klien)
hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke
waktu.
8. Asas Keterpaduan, yaitu asas yang
menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik
yang dilakukan oleh guru pembimbing/ konselor maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis dan terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi
dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat
penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9. Asas Kenormatifan, yaitu asas yang
menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh
lagi, melalui segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian, yaitu asas yang
menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselnggarakan
atas dasar kaidah-kaidah profesional.Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli
dalam bimbingan dan konseling.Profesionalitas guru pembimbing/ konselor
(konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas
yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan
bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta
didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli.
Guru pembimbing/ konselor (konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang
tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing/
konselor (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih
kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas
yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan
dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada peserta didik (klien).
F. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik bimbingan dan konseling
adalah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh
siapa saja yang ingin berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi
untuk kebaikan. Hal ini dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam
keadaan baik, serta diharapkan akan menjadi semakin baik. Kode etik ini
mengandung ketentuan-ketentuan yang tidak boleh dilanggar atau diabaikan agar
tidak membawa akibat yang tidak menyenangkan.
Menurut Bimo Walgito (2010: 37),
mengemukakan beberapa kode etik dalam
bimbingan dan konseling, antara lain :
1. Pembimbing/ konselor atau pejabat
yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing/ konselor harus berusaha semaksimal
mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri
pada keahliannya atau wewenangnya.
3. Karena pekerjaan pembimbing/
konselor beerhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang, maka seorang pembimbing/
konselor harus :
a. Dapat memegang rahasia konseli.
b. Menunjukkan sikap hormat pada
konseli.
c. Menghargai bermacam-macam konseli.
4. Pembimbing/ konselor tidak
diperkenankan :
a. Menggunakan tenaga pembantu yang
tidak ahli atau tidak terlatih.
b. Menggunakan alat-alat yang kurang
dapat dipertanggungjawabkan.
c. Mengambil tindakan-tindakan yang
mungkin dapat menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi konseli.
d. Mengalihkan konseli kepada konselor
lain tanpa persetujuan konseli.
5. Meminta bantuan kepada ahli dalam
bidang lain diluar kemampuannya.
6. Pembimbing/ konselor harus menyadari
tanggungjawab yang berat, yang memerlukan pengabdian sepenuhnya.
G. Pendekatan- Pendekatan Bimbingan
Dan Konseling
Dalam menguraikan
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam bimbingan dan konseling, Iis Haryati
(dalam Salahudin, 2012: 61) menyatakan bahwa setiap pendekatan memiliki
pandangan yang berbeda tentang sifat manusia, pribadi manusia, kondisi manusia,
dan lain-lain. Pandangan tentang manusia ini
akan melahirkan konsep dan landasan filosofis mengenai bimbingan dan
konseling.
Oleh karena itu Iis Hariyati, yang mengutip pandangan Gerald
Corey (2005), menguraikan berbagai pendekatan dalam bimbingan dan konseling
sebagai berikut:
1. Pendekatan psikoanalitik
Manusia pada dasarnya ditentukan
oleh energi psikis dan pengalaman-pengalaman dini. Motif dan konflik tak sadar
adalah sentral dalam tingkah laku sekarang. Adapun perkembangan dini penting
karena masalah-masalah kepribadian berakar pada konflik-konflik masa kanak-kanak
yang direpresi.
2. Pendekatan eksistensial-humanistik
Berfokus pada sifat dari kondisi
manusia yang mencakup kesanggupan untuk menyadari diri, kebebasan untuk menentukan nasib sendiri, kebebasan dan
tanggungjawab, kecemasan sebagai suatu unsur dasar, pencarian makna yang unik
di dalam dunia yang tidak bermakana, ketika sendirian dan ketika berada dalam
hubungan dengan orang lain, keterhinggaan dan kematian, dan kecenderungan untuk
mengaktualkan diri.
3. Pendekatan client-centered
Pendekatan ini memandang manusia
secara positif bahawa manusia memiliki suatu kecenderungan ke arah berfungsi
penuh. Dalam konteks hubungan konseling, konseli mengalami perasaan-perasaan
yang sebelumnya diingkari. Konseli (klien) mengaktualkan potensi dan bergerak
kearah peningkatan kesadaran, spontanitas, kepercayaan kepada diri, dan
keterarahan.
4. Pendekatan Gestalt
Manusia terdorong kearah keseluruhan
dan integrasi pemikiran, perasaan dan tingkah laku. Pandangannya
antideterminatik dalam arti individu dipandang memiliki kesanggupan untuk
menyadari bagaimana pengaruh masa lampau berkaitan dengan kesulitan-kesulitan
sekarang.
5. Pendekatan analisis transaksional
Manusia dipandang memiliki kemapuan
memilih. Apa yang sebelumnya ditetapkan, bisa ditetapkan ulang. Meskipun
manusia bisa menjadi korban dari putusan-putusan dini dan skenario kehidupan,
aspek-aspek yang mengalihkan diri bisa diubah dengan kesadaran.
6. Pendekatan tingkah laku
Manusia dibentuk dan dikondisikan
oleh sosial dan budaya. Pandangannya deterministik, dalam arti, tingkah laku
manusia dipandang sebagai hasil belajar dan pengkondisian.
7. Pendekatan rasional emotif
Manusia dilahirkan dengan potensi
untuk berfikir rasional, tetapi juga memiliki kecenderungan-kecenderungan
kearah berfikir curang. Modelnya adalah
didaktif direktif dan dilihat sebagai proses reduksi melalui kegiatan berfikir,
menganalisa, melakukan dan memutuskan ulang.
8. Pendekatan realitas
Pendekatan
realitas berlandaskan motivasi pertumbuhan dan antideterministik. Menrut Prof.
Dedi Supriyadi (2004: 213), berdasarkan adegannya, bimbingan dan konseling dapat dilakukan secara individual dan
kelompok.
Dalam membina hubungan dengan
konseli (klien), konselor dapat menggunakan salah satu diantara tiga pendekatan
utama dalam konseling.
1. Pendekatan yang berpusat kepada konselor (counsul-contered
counseling), disebut juga “directing counseling”. Dalam pendekatan
ini konselor lebih banyak aktif daripada konseli (klien). Konselor bertindak
sebagai pengarah bagi konseli.
2. Pendekatan yang berpusat pada
konseli/ klien (client- contered counseling ), disebut juga “nondirecting
counseling”, dimana konseli lebih aktif dan konselor berperan sebagai
fasilitator (yang memepermudah proses konseling) dan reflektor bagi konseli/
klien.
3. Pendekatan elektik (campuran),
campuaran antara kedua pendekatan tersebut, tergantung pada situasi dan kondisi
konseling yang sedang berlangsung.
Pendekatan
yang digunakan konselor sangat bergantung pada beberapa faktor berikut:
1. Sifat konseli/ klien yang terbuka
dan tertutup. Konseli yang terbuka lebih mudah mengungkapkan perasaan dan isi
hatinya, berbeda dengan konseli yang tertutup.
2. Derajat keeratan hubungan antara
konselor dan konseli/ klien. Suasana keakraban antara konselor dan konseli
klien akan mempermudah dalam proses pembimbingan.
3. Sifat konselor, ada yang senang
bicara atau ada yang pendiam. Konselor dituntut aktif dan menyesuaikan diri
terhadap konseli/ kliennya.
DAFTAR RUJUKAN
Hallen A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Ciputat: PT.
Ciputat Press.
Hikmawati, Fenti. 2014. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
http://abdoelmukhlis.blogspot.co.id/2015/03/konsep-dasar-bimbingan-dan-konseling-bk.html, diakses 29 Nopember 2015.
http://digilib.uinsby.ac.id/6989/3/bab%202.pdf, diakses 29 Nopember 2015.
https://www.academia.edu/8963221/MAKALAH_FUNGSI_BIMBINGAN_DI_SEKOLAH, diakses 29 Nopember 2015.
Prayitno.
1998. Konseling Pancawaskita Kerangka Konseling Eklektik. Padang: Progam
Studi Bimbingan dan Konseling FIP IKIP.
Prayitno, Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:Rineka Cipta.
Salahudin, Anas. 2012. Bimbingan
Konseling. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Surya,
Muhammad. 1988.Dasar-Dasar Penyuluhan. Jakarta: Depdikbud, Dirjen
Pendidikan Tinggi.
Sutirna. 2013.
Bimbingan Dan Konseling; Pendidikan
Formal, Nonformal, Dan Informal, Yokyakarta: Andi Offset.
UU SISDIKNAS
(Sistem Pendidikan Nasional) No. 20 tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
Walgito, Bimo. 2004. Bimbingan dan Konseling di Sekolah.Yogyakarta:
Andi.
Wijaya, Juhana. 1988. Psikologi bimbingan. Bandung: PT Eresco.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar